Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Memeluk Purnama [05] Sandā

Alternative title: Thunder

Thunder n petir

Pe-tir n kilatan listrik di langit biasanya disertai suara gemuruh






___________________________________

"APA?!" pekik Alea sambil melotot di depan cerminnya. Alea sedang menghapus make upnya.

Prisa sedang duduk di atas tempat tidur Alea, memainkan tanganya sambil memasang wajah cemberut dan bersalah, biasanya semua orang akan luluh dengan tatapan ini.

"Iya, gue... pacaran."

"SAMA TUKANG PAYUNG?!" pekik Alea lalu sekarang dia berbalik melihat Prisa sambil berkacak pinggang.

"Ya, bukanlah! Sama Kak Dirga!"

Alea menatap Prisa dari atas ke bawah dengan bingung. "Elo? Pacaran?"

"Sssssut tau! Entar banyak yang denger!"

Kemudian Alea terbahak-bahak. "Ya ampun, si curut ini punya pacar? HUWAHAHAHAHA!"

"GAK LUCU!!!"

Alea mendekat masih dengan terbahak-bahak. "Aduh, Prisa, Prisa, gue gak pernah mikir lo ternyata bakalan punya pacar. Akhirnya."

"Gue punya pacar, bukan mau nikah, tauk!" Prisa menggerutu.

"Terus, lo seneng gak, huh?" Alea duduk di depan Prisa.

"Gue gak tau seneng apa enggak. Tapi ini jelas bukan pacaran pertama seperti yang gue bayangin. Dan.." Prisa berkedip sedih, mulai alay. "Gue punya perasaan buruk tentang ini."

"Kayak gimana? Apa lo ngerasa ada aura hitam di sekitar kepala lo? Atau lo ngerasa kalau sebentar lagi bakalan ada badai?"

"Nah, kayak gitu." Prisa mengangguk. "Gini ya, Kak Dirga itu ganteng, kelihatan pendiam, tapi ketika kita cuman berdua, lo tau gak, dia ternyata punya wajah iblis!"

"Elo sih ngapain pake nguntit dia segala."

"Abisnya gue penasaran."

"Seharusnya lo tau kalau rasa penasaran bisa membunuh kucing."

"Untung bukan kucing."

Alea berdecak. "Ya udah deh, Cing. Lo sekarang cuci muka, terus kita tidur. Sana."

Prisa mengangguk meskipun enggan, dia segera melakukan bersih-bersih dan kemudian segera tidur menyusul Alea.

Prisa tidur sebelum kepalanya menyentuh bantal, dan satu hal terjadi secara ajaib, Prisa tidak mimpi buruk tentang payung lagi dia bangun karena alarm besok paginya. Bukan karena payung.

*****

"Wah! Ngapain dia ke kelas XI, ya?" bisik teman-teman Prisa sepanjang koridor.

"Ada apa sih?" tanya Prisa.

Alea menggelengkan kepala. "Kalo bukan si Mike yang bikin kacau, mungkin Nicholas Saputra datang ke sekolah ini."

"Widiiih!" gumam Prisa.

Tapi ketika Prisa sampai di depan kelasnya, itu sama sekali bukan Pak Mika atau Nicholas Saputra.

Pantas saja semua murid berbisik-bisik, pantas saja teman-temannya pada girang.

"Ngapain dia di sini?" desis Prisa sambil memegang tangan Alea erat-erat. "Jangan-jangan dia minta dipeluk lagi?"

"Ish! Gak mungkin lah! Sinting lo."

Kak Dirga menyenderkan tubuhnya ke pintu kelas Prisa, satu headset terpasang di telinganya, dan dia memejamkan mata.

Semua murid cewek diam-diam melihatnya sambil bergosip girang. Dan Prisa menatap semua orang dengan ingin tahu. Apa enggak apa-apa kalau Prisa melewati Kak Dirga tanpa menyapanya?

Pasti malu kali kalau sampai dilihat seluruh siswa-siswi. Secara semua mata melihat Dirga.

Menarik nafas, Prisa mendorong Alea duluan dengan langkah cepat.

Tapi kemudian...

"Baru dateng lo?"

Prisa menahan nafas. Hampir sesak nafas lagi, dan si Alea nyebelin sengaja meninggalkannya ke kelas duluan.

"Eh.. ehe ehe. Kak Dirga? Ngapain di sini?" Prisa bertanya sambil melihat ekspresi wajah Dirga.

Dia menutup matanya, tapi tahu kapan Prisa datang. Apa dia ilmuan?

"Gue nungguin lo."

"Waaah? Masa? Ada apa?" tanya Prisa gugup.

"Mana ponsel lo?"

Prisa segera mengambilnya di dalam tas, lalu memberikan ponselnya pada Dirga.

"Ada ap--"

"Gue ambil dulu. Nanti istirahat, datang ke kelas gue." Sambar Dirga saat membawa ponsel Prisa.

Prisa hanya mematung. Diam-diam berpikir... tadi dia ngomong apa?

Dirga membuka matanya dan melihat Prisa yang mematung. Dia mendenguskan ejekan. "Denger enggak?"

"Apa?"

"Nanti ke kelas gue, ambil ponselnya."

"Tap--"

"Dah."

"Kak!"

"Dah!"

Prisa masih berdiri, memperhatikan Dirga yang menjauh. Sementara kesadarannya mulai kembali, Prisa mulai sadar bahwa semua siswi-siswi ternyata sudah berhenti bergosip dan menatapnya dengan berbagai tatapan.

Bukan tatapan ramah tentunya.

*****

"Gue lagi mempelajari ilmu telepati." Ucap Hendrik.

Dirga lagi-lagi memasang satu headset di telinganya, menunggu langkah kaki yang sekarang mulai familiar.

"Coba praktekin ke gue, Hen." Ujar Satria.

"Bentar. Fokus ya."

Hening. Berdenging.

Dirga segera menendang kaki Hendrik. "Oppai oppai, pala lo ijo."

Hendrik melihat Dirga. "Anjay! Jadi telepatinya sampe ke elo?" Hendrik tepuk tangan. "Hebat, Master! Mohon oppai-nya."

Teman-temannya tertawa sambil meninju-ninju Hendrik sementara Dirga hanya melambaikan tangan dan kembali memejamkan mata sambil mendengarkan musik.

Kemana itu cewek. Pikirnya masam.

"Dirga!!" panggil teman kelas Dirga. "Tuh, ada yang nyari!"

Adik kelas lagi. Pikir Dirga.

"Woey! Denger enggak? Tuh ada yang mau nembak lagi," ujar Satria.

Dirga menarik headset di telinganya dengan enggan.

Kapan waktu istirahatnya bisa jadi waktu pribadi? Tidak dimana pun, tidak kapan pun, bahkan saat mencoba makan di kantin, semua siswi melihat Dirga seolah dia adalah tontonan dengan rating tinggi. Seolah Dirga adalah pertunjukan sirkus.

Sampai saat ini, itu yang membuat Dirga enggan makan di sekolah.

Beberapa saat kemudian, Dirga melihat siapa di pintu, dan tentu saja itu bukan 'dia'. Cewek ini mungkin murid kelas sepuluh. Sambil mengumpulkan niat dan mengepal headset-nya, Dirga berdiri dan mendekat ke pintu.

"Yo, ada apa?"

Cewek itu mengulurkan tangannya yang memegang kotak makanan. "Ini, buat Kak Dirga."

Dirga mengambilnya. "Ini apaan?"

"Itu brownies, aku yang bikinnya."

Dirga mengingat-ingat cookies kemarin yang diberi si Pacar Sementera, dan Dirga tidak ingat pernah memakannya. Dia benci makanan manis, bikin kepala sakit.

"Oh, makasih."

Dia mengangguk. "Aku bakalan bawa kotaknya nanti pulang sekolah, ya?"

"Enggak usah. Lo kelas apa? Biar gue yang anterin."

Pipinya memerah dan dia tersenyum sambil menunduk. "Aku kelas X-2."

"Oke."

Dia melihat Dirga lalu mengangguk satu kali sesaat sebelum mengucapkan selamat tinggal. Lalu suara langkah kaki 'dia' terdengar di antara banyaknya langkah kaki. Dia terburu-buru.

Dua puluh meter... lima belas...

Dirga mendengus. Itu cewek enggak bisa kali ya pelan-pelan.

Lalu ketika Dirga melihatnya dari kejauhan, dia membawa-bawa paperbag; rambutnya diikat satu dan dikepang; berlari sepanjang koridor.

"Haduh!" dia menghela nafas sambil membungkuk. "Kakak nunggu aku, ya?"

"Pede amat." Gumam Dirga. "Ngapain lo lari-lari di koridor? Lo tau kan peraturan sekolah ini?"

"Tau lah! Tapi.." dia menarik nafas tersenggal-senggal sambil mencoba berdiri tegak. "Tapi aku gak mau telat, abisnya tadi aku ngerjain PR, terus aku lupa harus ke kelas kakak, terus aku belom makan siang, sarapan juga belom, jadi aku lari. He he he." Dia nyengir gugup.

Dirga tidak menjawabnya melainkan memerintahnya mengikuti Dirga ke kantin. Dia tidak bilang apa-apa dan tidak protes.

Tiba di kantin, Dirga memilih duduk di meja yang sepi, semua orang melihat Dirga seperti biasa, Dirga hampir hapal apa yang sedang mereka bicarakan.

"Duduk."

"Aduh," gumamnya. "Masa aku daritadi diliatin mulu." Dia segera duduk sambil merapikan bajunya.

"Bukan karena mereka terpesona, gue bersumpah, berani taruhan."

"Tau kok," tukasnya. "Aku enggak perlu dikasih tau." Dia cemberut lalu membuka paperbag-nya.

Dirga tersenyum geli. "Apaan tuh?"

"Makan siang lah."

"Nih, makan brownies." Dirga segera menukar kotak makan itu dengan paperbagnya.

"Lah? Kok?" matanya memprotes.

"Makan aja, gue gak suka yang manis.",

"Lah terus kenapa bawa yang manis?"

"Dikasih orang. Makan aja, entar kasih tau rasanya."

Meskipun wajahnya memprotes, tapi dia tetap membuka kotak makan itu. Senyum anehnya langsung mengembang ketika melihat isi kotak. "Gewlah!! Ini pasti enak!"

Dengan itu, Dirga membuka kotak makan yang dibawa cewek ini.

"Btw, siapa nama lo?" tanya Dirga.

"Kakak LUPA?"

"Iya."

"Jahat banget." Ujarnya sambil pura-pura merengek. "Aku Prisa Tatum. Prisa. P R I S A. Aku gak habis pikir kenapa ada pacar yang enggak inget nama pacarnya."

"Prisa." Gumam Dirga sambil mengangguk-angguk untuk mengingat. Tangannya membuka kotak makan si Prisa ini dan menemukan makan siang teraneh mirip buatan alien. "Apaan ini?"

"Oh!" wajahnya kembali ceria. "Itu namanya seni makanan, aku yang buat sendiri." Dia berucap girang seperti telah melakukan acara amal terbesar.

Dirga melihat makanannya. Sosis jadi gurita. Onigiri yang bulat dikasih mata dan mulut.

"Aman dimakan enggak nih?"

"Wah! Ya amanlah, selama enggak dimakan sama sendoknya."

Dirga mendengus. "Bisa aja otak lo."

Prisa tersenyum bangga, dia lalu mulai memakan brownies-nya kemudian memuji-mujinya.

Makan siang mereka berjalan damai, keberadaan si Prisa ini membuat beberapa cewek enggan mendekat. Dan untuk sesaat yang menenangkan, Dirga tahu rasanya makan tanpa gangguan, tanpa surat cinta atau tatapan sedih seorang cewek ketika ditolak.

"Btw, mana ponsel aku?" tanya Prisa dengan mulut penuh beberapa menit kemudian.

Dirga membawanya di saku seragam. "Nih. Gue udah masukin nomor gue, kalo gue SMS lo, lo harus segera datang."

"Kok?"

"Tenang aja, gue gak bakal SMS lo pas pelajaran berlangsung."

"Oke, Kak."

"Jangan panggil Kak, panggil Dirga aja. Dan berenti pake aku-kamu."

Dia melihat Dirga dengan seksama seperti ucapan Dirga terlalu sulit untuk dipahami.

"Oke.. mmm.. Dirga." Dia memakan lagi browniesnya, sementara makanan di depan Dirga sudah habis.

"Ya udah, gue harus ke kelas. Bentar lagi masuk."

"Eeeh? Bentar dong! Aduh! Belum abis!" ujarnya buru-buru. "Lima menit lagi! Tunggu!!"

"Dah,"

"Dirga!" serunya. "Please, sebentar, abis ini pelajaran olahraga, ak--gue 'gak mungkin enggak makan dulu. Ya? Tunggu, ya?" pintanya.

Lo bisa pulang sendiri, 'kan? Pikir Dirga. Tapi tatapan kucing memohon itu membuat Dirga berpikir tidak ada salahnya menunggu lima menit lagi.

Dirga mendengus. Prisa... benar-benar tipikal cewek persuasif.

"Makasih Dirga."

Dirga mengangguk.

Prisa, pikir Dirga kemudian, setiap ucapan terimakasih itu enggak gratis, Manis.

*****

"Prrrriittt! Prrrittt! Prit! Prit!"

"BERISIK!" pekik Alea. "Ngomong yang bener dong, Mike, eh Pak Mika! Lo--Anda pikir saya bisa mengerti ucapan Anda di balik peluit?"

Pak Mika menurunkan peluitnya lalu nyengir sombong. "Yo, cepet buat barisan! Tiga puluh detik masih berantakan, lari lima belas keliling di lapangan."

"Sialan." Gumam Alea sambil meluruskan barisan. "Perasaan cuman kelas kita doang deh yang olahraganya kayak militer."

Prisa di sebelahnya mengangguk setuju dengan wajah sebal. "Iya, dia mau jadi militer kali, tapi enggak kesampean."

Alea terkekeh.

"PRRRRIIITT!! Saya denger ya kalian ngomong apa! PRRRRITTTT!!"

"Grrrrrr!" geram Alea yang mengingatkan Prisa akan seekor beruang.

Barisan dibentuk, Pak Mika terus saja meniupkan peluit.

"Pris, tadi lo kemana?" tanya Harun di sebelahnya dengan wajah bete.

"Kapan ya?"

"Tadi waktu istirahat."

"Oooh, gue makan siang sama pacar gue," ujar Prisa dengan bangga.

"Pacar?" Harun mengernyit. "Enggak salah? Elo? Punya pacar?"

Prisa mengangguk. "Enggak salah dong. Yang salah itu ulangan kimia lo kemarin, HA HA HA HA!"

"PRRRRRITTTT! Berisik woey!!"

Prisa segera menunduk.

"Siapa pacar lo?" tanya Harun dengan selidik.

"Kak Dirga." Bisik Prisa kemudian.

"Dirga? Kelas XII?"

"He-eh."

Harun tertawa mengejek. "Jangan mimpi lo, mana mau dia sama lo. Dia itu terlalu cakep, terlalu tinggi, terlalu pinter. Lah elo? Udah bego, pelupa, pendek lagi."

Plak!

Prisa memukul tangan Harun lalu menyubitnya.

"Heh! Dia sendiri yang ngajak pacaran!" omel Prisa.

"Enggak mungkin. Ngimpi mulu sih lo."

"Gue gak ngimpi, ya!"

"Lo pikir gue gak inget waktu lo ngaku-ngaku jadi pacar Justin Bieber? Nah, sekarang ini, enggak jauh beda lah sama waktu itu."

"Wah, monyet ya lo."

"PRRRIIIITT!! BERISIK OEY! Lo berdua pikir ini acara Silet boleh gosip-gosipan? Benerin barisan! Rentangkan tangan!"

"Iya, Paaaak." Gumam Prisa dan Harun sambil menunduk.

Ketika kelas Prisa sedang merentangkan tangan, dan mengatur barisan. Dari gedung deretan kelas tiga, muncul anak kelas lain yang juga olahraga. Dan kejutan mungkin, itu adalah kelas Dirga.

"ANJRIT!!!" pekik Prisa.

"PRRRRIIIITT!! Ngapain lo teriak-teriak?!"

"Ehe, maaf, Pak." Gumam Prisa sambil menggigit-gigit bibirnya.

Semester kemarin, Prisa ingat bahwa kelasnya olahraga bersama kelas X-2. Tapi karena semester ini jadwal pelajaran diganti, Prisa tidak tahu akan punya jam pelajaran olahraga sama seperti Dirga.

Dan lagi-lagi, Prisa tidak tahu senang atau sedih.

Selanjutnya, kelas Prisa melakukan pemanasan. Dirga belum menyadari keberadaan Prisa. Dirga melakukan pemanasan dengan fokus, seolah segala sesuatu dalam jangkauannya adalah tantangan yang menentukan hidup dan mati.

Prisa tidak tahu, apa dia mengagumi bagian dari Dirga yang itu, atau membencinya.

Kenapa dia harus serius? Ini cuman olahraga.

Bodo amat ah, lagi pula Dirga cuman pacar sementara. Pikirnya kemudian.

Peluit berbunyi. "Oke, stop." Ujar Pak Mika membuat peregangan jadi berhenti. Pak Mika memegang bola volly. "Ini namanya bola apa?" tanya Pak Mika dengan nada nyebelin seperti biasa.

"Bola volly." Jawab semua murid kelas dengan berbagai nada tidak suka.

"Nah, jadi bola volly itu untuk apa?"

"Maen volly."

"Ada yang bisa jelasin cara bermainnya? Ya, Harun silakan jelaskan."

Prisa melirik Harun yang berwajah terkejut sebelum tiba-tiba jadi bete. Selalu saja Harun yang disiksa dalam pelajaran olahraga.

Sementara Harun menjelaskan, Prisa melirik ke kumpulan anak lelas XII di ujung lapangan yang lain.

Mereka sedang mempelajari lompat jangkit setelah pemanasan yang super kilat. Tapi Dirga tidak melakukan lompat jangkit, dia sedang mengobrol bersama seorang gadis.

Gadis itu menjelaskan banyak hal, Dirga mendengarkannya dengan serius, sesekali mengangguk. Lalu gadis itu mengutarakan sesuatu yang aneh, mereka berdua kemudian tertawa pelan dan melanjutkan berbincang dengan sisa tawa.

Prisa menekuk wajahnya. Tiba-tiba gelisah.

Bukannya Dirga itu pacarnya? Kenapa dia bisa seakrab itu berbicara dengan cewek lain?

Si Dewi Batin tukang ngomel menendang kepala Prisa: heh, beda keles pacaran sungguhan sama pacaran sementara.

Prisa menahan nafas, lalu menggelengkan kepala.

Aduh, anjir, bener juga.

Tapi, Prisa memperhatikan lagi, Dirga memberi umpan balik yang positif, menjelaskan sesuatu pada gadis di depannya dengan perhatian. Gadis itu mengangguk-angguk.

Saat Prisa semakin fokus, berusaha mempertajam telinga dan matanya, saat itulah Dirga mendongak, melihat tepat ke arah Prisa, kemudian mendengus dan tersenyum miring.

Hanya satu detik! Tapi efek senyuman itu terasa seperti petir. Prisa tidak bisa berbalik, alih-alih dia melotot terkejut.

Pertama kalinya.. pertama kalinya Prisa curi-curi pandang dan ketahuan!! Udah ketahuan terus disambar petir!! Anjay!!
-




___________________________________

Menurut kalian part ini?

Komen ya, aku sukaaaaa banget baca komen kalian.

Buat update mungkin sehari sekali. I looooooove you.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro