Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-SP 2. Perasaan Johar-

"Ayo kita buat janji!"

"Hn?"

"Ketika sudah besar nanti, kita akan menikah dan memiliki banyak anak! Bagaimana? Keren kan!"

"A-ah...."

"Tautkan jari kelingking! Janji! Janji!"

....

"Kakak?"

....

"Kak Johar?"

....

"Kak Johar Darmawan!"

Seruan tersebut membuatku terkaget-kaget. Kalau akal sehat tidak segera datang, mungkin aku sudah berteriak gagap, berdiri dari kursi, dan mengundang perhatian orang-orang sekitar. Sementara aku mencoba memahami situasi, Adena memandangku dengan sorot mata serupa kesal.

"Ah, iya. Jadi ... apa tadi?"

"Biologi, Kak. Bi-o-lo-gi."

"Biologi ... kenapa?"

Helaan nafas Adena yang datang setelah sahutanku itu terdengar begitu berat. Bodohnya diriku, bisa-bisanya melamunkan kejadian masa kecil di saat seperti ini. Adena sudah bilang kalau dia tidak lagi memedulikan masalah janji tersebut, tetapi aku malah tidak bisa berhenti untuk memedulikannya.

Ya. Janji yang pernah kami berdua buat ketika berumur enam tahun. Adena pernah bilang kepadaku bahwa ia tidak mengingat dengan siapa membuat janji itu, baik wajah maupun namanya.

Tetapi diriku tidak demikian. Meski sempat tidak mengingat siapa bocah perempuan itu, aku berusaha untuk mencari tau. Dan ketika mengetahui bahwa namanya adalah Adena, perasaanku menjadi sangat lega. Karena aku dan Adena berada di satu SMP (sekarang SMA) yang sama.

Yah, aku memang punya firasat sebelumnya kalau Adena adalah bocah perempuan yang membuat janji denganku. Walau begitu, harus kuakui, aku menyukai Adena bukan karena janji yang kami buat. Sikapnya yang lugu dan pekerja keras adalah apa yang membuatku jatuh hati.

Selama tiga tahun lebih, aku sengaja tutup mulut supaya Adena bisa balik menyukaiku tanpa terikat dengan janji masa kecil itu. Yah, bisa dibilang diriku yang pengecut ini sampai sekarang tidak bisa mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya.

Namun tepat di saat kami bersekolah di SMA yang sama, Adena bilang padaku kalau dia—sampai sekarang—menyukai orang lain. Dan orang yang ia maksud itu adalah Bintang Prasetyo. Cowok yang pernah membuat jarak yang begitu lebar di antara aku dan adikku. Cowok yang tak segan-segan menghancurkan perasaan adikku.

Pada awalnya, aku terus memberikan kode pada Adena bahwa Bintang bukan cowok yang baik. Selain itu, melihat ketidakadaan peluang untuk Adena bisa mendekati Bintang membuatku bisa menarik nafas lega.

Tapi sekarang berbeda. Dimulai dari aku yang diseret Erina untuk pergi ke rumahnya bersama Bintang, pikiranku mulai dikuasai kebencian dan ketakutan. Seiring waktu, aku berusaha berpura-pura baik kepada Bintang. Hingga apa yang aku takutkan benar-benar terjadi.

"Kakak tidak mendengarkan rupanya. Ah, sudahlah. Aku mau membantu Kak Bintang dulu. Sampai jumpa, Kak."

Adena beranjak dari kursinya dan keluar dari perpustakaan. Semangatnya seakan terisi kembali ketika mengucapkan nama "Bintang".

Mengesalkan.

Mungkin egois namanya bila aku ingin agar waktu kebersamaan kami tidak pernah berakhir. Mungkin egois namanya bila aku tidak ingin ia diambil oleh cowok lain. Selalu bersamanya, sebagai seorang cowok yang paling dekat dengannya adalah apa yang aku impikan. Namun perlahan-lahan aku menyaksikan Adena yang menjauh dari sisiku. Kehangatan yang aku rasakan mulai redup akhir-akhir ini. Karena senyuman itu tidak lagi ditujukan padaku.

Sesuatu yang rusak tidak akan pernah bisa kembali seperti semula, biar bagaimanapun cara memperbaikinya.

--K.I.M.O.C.H.I--

"Yah, coba kamu contoh Bintang. Mungkin kamu bakalan bisa lebih baik dari ini."

Darahku naik di saat mendengar nama "Bintang" disebut-sebut oleh pak guru. Nilaiku memang kurang memuaskan, tetapi tolong jangan banding-bandingkan dengan cowok brengsek itu.

Prestasi akademik? Anak orang kaya? Hebat dalam olahraga? Cowok sok tampan yang cari-cari perhatian? Jika selalu saja mempermainkan perasaan orang lain, tidak ada yang bisa dibanggakan dari itu semua!

Setelah mendengar nasihat-nasihat menyebalkan dari pak guru, aku keluar dari ruangan. Dan ketika aku berbalik untuk menuju kelas, si cowok brengsek sedang berada tepat di seberang.

Benar. Cowok yang hanya mengganggap cewek sebagai mainan adalah sampah masyarakat. Tidak akan kubiarkan Adena jatuh ke pelukan cowok semacam itu. Tidak akan kubiarkan Adena merasakan apa yang pernah adikku rasakan. Bahkan jika harus mengotori tangan ini ....

Amarahku yang kian memuncak memulai langkahku untuk mendekatinya. Dan ketika mata kami bertemu, diriku sepenuhnya dikuasai oleh perasaan benci.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro