Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

-SP 1. Perasaan Adena-

"Ayo kita buat janji!"

"Hn?"

"Ketika sudah besar nanti, kita akan menikah dan memiliki banyak anak! Bagaimana? Keren kan!"

"A-ah...."

"Tautkan jari kelingking! Janji! Janji!"

....

"Dena."

....

"Dena?"

....

"Adena Kirana."

"Y-ya!"

Jawabku terkaget-kaget. Dan saat aku melakukannya, barulah aku tersadar bahwa hampir seluruh orang di kelas menatapku heran. Terutama sang guru pengajar di depan.

Ah ... seruan dari Bapak Guru tadi terpaksa membuat lamunanku buyar. Tetapi, kenapa aku tiba-tiba teringat akan kejadian kala itu ya? Bahkan sampai melamunkannya. Padahal kan itu hanya kenangan bodoh yang memalukan di masa kecil.

Ya. Janji aneh para bocah. Aku bahkan tidak mengingat dengan siapa aku melakukannya, baik wajah maupun namanya. Wajar sih, karena sewaktu itu aku masih berumur enam tahun.

"Dena. Cepat bacakan," suruh Pak Guru dengan nada agak serak. Sontak hal itu membuatku panik.

"E-eh? B-baca ... baca?"

"Halaman tujuh puluh lima."

Salah seorang cewek di sebelahku berbisik. Segera aku membuka buku bahasa indonesiaku, mencari bacaan dari halaman yang dimaksud. Setelah ketemu, aku segera membacanya dengan lantang, meski sempat tersendat-sendat di awal paragraf. Dan suasana kelas pun kembali seperti sedia kala.

Tak lama kemudian, bunyi bel pertanda istirahat terdengar, bagaikan lantunan simfoni yang indah bagi para murid. Menyebabkan mereka terhipnotis untuk segera berbuat keributan. Ditambah juga sang guru yang bergegas keluar kelas diiringi salam perpisahan hangat dari yang diajar.

Suasana yang seperti biasanya....

Aku berdiri. Lalu menghampiri sahabatku, Erina, yang masih berkutat pada ponselnya.

"Yahalo, Erina. Ayo ke kantin."

"Hn."

Seperti biasa, dia membalas dengan singkat.

Kami pun berjalan bersama, ke luar kelas dan melewati koridor sekolah. Aku melirik ke area lapangan. Yang mencolok di sana adalah beberapa siswa yang sedang bermain basket.

Waah.... Anak basket keren juga ya....

Aku menghentikan perpindahan guna sekedar menyaksikan beberapa atraksi dari para pemain. Sontak Erina juga melakukan hal serupa.

"Dena suka banget ya kalau lagi lihat orang main basket."

"Y-ya ... gitu deh. Habisnya mereka ... k-keren."

"Hoo. Padahal cuma mantul-mantulin, trus masukin bola aja kan."

Spontan, aku tertawa lirih. Respon tadi, benar-benar Erina banget. Sejak kami mulai bersahabat di masa SD, sampai sekarang, sifat Erina yang merupakan seorang cewek blasteran Jepang-Indonesia itu masih tidak berubah sama sekali. Ya ... yang berubah paling cuma ukuran tubuhnya yang menjadi lebih langsing dan ukuran ... itu....

Tch. Kenapa aku jadi memikirkan hal semacam itu? Kebanggaan seorang wanita tidak cuma dilihat dari besar kecilnya itu saja kan!

Mataku masih fokus ke arah lapangan. Kemudian, aku melihatnya ikut bermain.

Entah kenapa, dia yang siswa kelas XI mau mendatangi area kelas X. Seseorang yang sudah aku sukai sejak SMP. Yang sejak dulu menjadi pangeran sekolah. Yang sejak dulu sudah menjadi rebutan para cewek.

Bintang Prasetyo.

Aku terpana.

Skill basket yang diperlihatnya begitu keren! Rambut yang terbelai bak iklan R*xona juga sangat menawan!

Ah....

Ternyata menyakitkan juga terus memendam perasaan ini.

Terlebih lagi, aku sampai sekarang sangat sangat jarang berbicara dengan Kak Bintang.

Tunggu dulu. Sangat sangat sangat jarang? Atau tidak pernah sama sekali?

Bahkan saat berpapasan saja sudah membuat jantungku berdegup kencang. Contohnya, tadi pagi. Kak Bintang seperti sedang menunggu seseorang di depan gerbang sekolah. Temannya kah? Mungkin begitu. Dan kejadian itu sontak membuatku gugup untuk memasuki gerbang, bagaikan pengendara tanpa SIM yang melewati acara razia dari polisi.

Namun yang pasti, kau benar-benar cewek payah, Adena Kirana! Payah! Payah! Payah!

Kalau begini terus ... perasaan ini ... apakah akan tersampaikan di kemudian hari?

Mendadak, Erina memegang pundakku. Tentu saja sebagai respon, aku menoleh ke arahnya. Wajahnya nampak suram. Tak lama, ia berujar lirih.

"Dena. Temenin aku ke toilet. Aku mules."

....

Hee? Apa sebegitu kepengennya kah sampai-sampai muka Erina terlihat pucat? Kok tiba-tiba?

"E-eh? I-iya. Ayo bareng. Aku sekalian juga mau pipis."

Dan kami pun pergi ke toilet bersama-sama dengan langkah cepat.

-K.I.M.O.C.H.I-

"Eh, tau nggak kamu. Kak Bintang lagi ngincer cewek kelas X loh."

"Eh? Beneran? Siapa? Siapa?"

"Aku nggak tau yang mana. Tapi katanya sih, anak kelas X-5."

"Heee. Beruntung banget ya tuh cewek."

Akhir-akhir ini, beredar desas-desus seputar Kak Bintang di kalangan cewek kelas X. Aku yang sekarang sedang duduk di bangku koridor tidak sengaja mendengar percakapan perihal tersebut.

Eh? Tunggu dulu. X-5 itu kan kelasku?

Apa jangan-jangan....

Ah! Tidak mungkin! Tidak mungkin yang Kak Bintang sukai itu dirimu, Adena!

Tapi ... kalau memang benar aku....

Hufh....

Wajahku spontan berubah panas. Rasa malu tak berdasar ini membuatku bersegera berdiri, berjalan menjauh, takut jika ada yang melihat. Aku memasuki kelas, lalu menoleh ke arah Erina yang tengah duduk termenung. Sebelum menghampirinya, kucoba untuk mengubah mimik menjadi lebih santai.

"Selamat pagi, Erina!" sapaku riang sembari duduk di bangku sebelahnya.

"Hn," jawabnya singkat. Benar-benar seperti biasa.

Kembali aku teringat tentang gosip tadi. Mataku melirik ke sekitar. Lebih tepatnya ke arah tiap cewek yang ber-status sebagai bagian dari kelas X-5. Gaya mereka begitu modis, cantik, dan menawan.

APALAH DAYAKU YANG CULUN SEPERTI INI!?

S-sangat tidak mungkin ya....

Ah, mungkin Erina punya pendapat mengenai masalah ini.

"A-anu ... Erina. Kau dengar gosip belakangan ini?"

"Gosip? Maksudmu tentang persaingan bisnis di sekolah yang semakin ketat?"

"B-bukan. I-itu loh. Masalah Kak Bintang...."

Erina mendongak seraya bergumam. Menandakan bahwa sedang berpikir.

"Kak Bintang itu yang mana?"

"Dia itu kakak kelas XI. Yang akhir-akhir ini sering ke sekitar sini itu loh," jelasku antusias. Ya wajar sih. Erina memang biasanya tidak terlalu tertarik dengan berita semacam itu.

"Oh. Kayaknya aku kenal. Ada apa dengan beliau?"

"Katanya, Kak Bintang lagi ngincar salah satu cewek di kelas kita. Itu loh, dia suka sama cewek...."

"Oh."

Dia menjawab singkat lagi. Hingga keheningan menyelimuti kami.

Sungguh. Erina benar-benar tidak bernafsu dengan berita seputar romansa ABG.

"Apa benar ya gosip itu...."

"Kalau Dena penasaran, biar aku tanyakan padanya."

T-tanyakan? Langsung? Pada Kak Bintang? Erina! You're the real MVP!

"E-eh? Beneran?"

"Hn. Nanti, kalau aku ketemu ya."

Aku hanya mengangguk pelan sebagai respon.

Tapi apa Kak Bintang akan memberitahukannya begitu saja?

Ah, entahlah....

Biarkan waktu yang menjawabnya.

-K.I.M.O.C.H.I-

Buku-buku kususun rapi di dalam rak. Dari buku-buku kecil, sampai buku biologi ini ... dan ... voila! Selesai! Aku segera menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan, hingga rasa relaksasi menyebar di sekujur tubuh.

Ah, beberapa puluh menit sebelum istirahat kedua, aku diminta oleh Ibu Guru untuk membantu menyusun beberapa buku di perpustakaan. Ya ini memang salah satu konsekuensi dari kewajibanku yang diamanati untuk menjadi petugas perpusatakaan.

Harus diakui, rasanya menyenangkan. Sejak dulu, aku memang suka membaca buku. Ya seperti buku novel misalkan, atau komik. Tak terkecuali buku pelajaran. Menjelajahi ilmu dari rentetan kata dan diksi yang menggelora terasa sangat mengasyikkan. Dan bekerja mengurus kumpulan buku menimbulkan kesenangan tersendiri bagiku.

Bunyi hentakan buku mengalihkan perhatianku. Bukan pada bendanya, melainkan pada seseorang yang melakukannya. Dia adalah siswa kelas XI. Rekan petugas perpustakaan sekaligus teman baikku, Kak Johar Darmawan.

"Oi, Dena. Kau istirahat saja. Sekarang kan giliranku yang jaga."

"Anu, aku lagi menunggu-"

"Dena."

Sebuah suara memanggil namaku dari belakang. Setelah memberikan isyarat perpisahan pada Kak Johar, aku segera berbalik dan mendatangi sang empunya suara tadi.

"Yahalo, Erina. Ay-"

"Aku sudah menanyakannya ke Kak Bima."

M-menanyakannya?! Sudah?! D-dia benar-benar melakukannya....

Ah, apa ini. Jiwaku serasa tidak sanggup untuk menerima jawabannya.

"E-eh? B-beneran? I-itu Kak ... Bima? Bintang maksudnya?" tanyaku, berupaya mengoreksi.

"Nah, iya itu. Katanya, dia beneran lagi suka sama cewek. Tadi itu ... apa ya? Anak kelas sepuluh ... yang ... pemalu? Kutu buku? Ya pokoknya begitu lah."

P-pemalu!? Kutu buku!? A-aku kan dikenal sebagai cewek yang pemalu di kelas!?

J-j-j-j-j-j-j-j-jangan-jangan!? Ba-bagaimana ini....

Sial! A-aku harus tenang! Tenang! Mungkin Erina sudah menyadari bahwa wajahku memerah bagai kepiting rebus sekarang.

"Tapi, kau tau tidak, Dena. Akhir-akhir ini, aku sering diganggu Kak Bintang. Dia sering memerhatikanku dari kejauhan. Karena aku normal, tentu aku sadar akan hal itu."

... Eh? M-memerhatikan ... Erina?

A-a-apa m-mungkin....

Apakah cewek yang disukai Kak Bintang itu sebenarnya adalah....

"Dan ternyata, dia mengincar diskon dari jamur kimochi-ku. Huh, taktik konsumen yang sangat mainstream sekali ya."

He? Diskon? Hoo! Begitu rupanya! Berarti cewek yang disukai Kak Bintang itu bukan Erina!

Kalau begitu ... s-siapa?

"Oh iya, Dena. Kak Bintang itu siapa sih sebenarnya?"

"Eh? Rina tidak tau? Dia itu pangeran sekolah kita. Dia tampan, pintar, bertalenta, kaya, dan sangat terkenal!" jelasku dengan semangat.

"Hooo. Hmm.... Dia bertalenta ... dan terkenal ya.... Ha!"

Erina nampak terperanjat. Seperti orang yang baru saja menyadari sesuatu.

Tiba-tiba, Erina menggenggam kedua tanganku. Lalu berujar dengan antusias.

"Terima kasih, Dena!"

"Eh? Apanya?"

"Dia bisa jadi sales yang bagus untuk produkku!"

Ha? Sales? Erina ... kau serius?

Ah, sungguh Erina banget. Semenjak SMP, dia selalu memanfaatkan peluang yang ada. Baik itu saat dia meminjam pekerjaan teman karena lupa mengerjakan tugas rumahan, maupun mempertajam penglihatan ketika pengawas ruangan sedang lengah saat ulangan sedang berlangsung.

Mengenai produk Jamur Kimochi sendiri, baru-baru saja dibuat. Kalau tidak salah sekitar tiga bulan yang lalu. Atau empat bulan?

Dan benar saja. Saat istirahat kedua, Kak Bintang menjajakan produk jamur kimochi. Para cewek yang notabene dikenal sebagai fraksi pro Bintang datang menghambur, membuat raib seluruh barang dagangan tersebut.

Dari sinilah, aku dan Kak Bintang menjadi semakin.....

Uh....

Eh. Tunggu dulu.

Sampai kini masih ada pertanyaan yang belum terjawab.

Jadi, siapa cewek yang Kak Bintang sukai?


--

Media: Adena Kirana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro