Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#10. Dua Jamur

Kesadaranku mulai kembali menyambangi dunia nyata. Pinggang ini agak penat, namun rasa nyaman yang berakibat malas masih menguasai seluruh tubuh. Mataku mengerjap, dan sontak uapan panjang pun memaksa untuk dibebaskan.

Kepalaku terasa berat. Meski demikian, aku tetap berusaha untuk mengubah posisi menjadi duduk dengan punggung lurus. Pandanganku yang tadinya agak berkunang mulai memperjelas hal yang terjadi di sekitarku.

Kuantitas murid telah berkurang banyak dari jumlah yang sewajarnya. Beberapanya menyantap makanan atau minuman di pojokan sembari berbincang satu sama lain. Sudah jelas kalau situasi ini menerangkan akan dua kemungkinan. Pertama, guru yang mengajar sedang ada urusan di luar dan membiarkan para murid bertingkah semaunya. Kedua, ini adalah jam istirahat. Mengingat aku yang tertidur pulas, nampaknya kemungkinan kedua adalah yang paling tepat.

Sungguh, ini pertama kalinya aku tertidur saat jam pelajaran berlangsung, bahkan ketika itu guru tengah mengajar di depan kelas. Kira-kira berapa lama aku terlelap? Dan lagi tidak ada yang membangunkanku ... ah, itu pasti karena wajahku yang terlalu tampan saat tertidur, jadi tidak ada yang berani untuk melakukannya.

Tunggu dulu. Kalau ini jam istirahat, seharusnya kan aku menjual jamur? Akh! Kamvret! Kenapa bisa-bisanya telat begini!

Setelah mengucek-ucek mata, aku segera bangkit dan beranjak pergi. Namun langkahku terhenti ketika sampai di luar pintu kelas dan menyadari keberadaan Adena di dekat dinding.

Oi, oi, sudah berapa lama ia berada di sana?

"H-halo ... Kak Bintang ...."

"Istirahat baru aja mulai, ya?"

Dia tertawa paksa sebelum menjawab pertanyaanku. "U-udah lama, Kak. Mungkin sebentar lagi selesai ...."

"Kenapa tidak memba—"

Kata-kataku tertahan tatkala sadar akan sesuatu. Sudah jelas 'kan, mereka tidak mau membangunkan aku yang tidur begitu lelap. Yah, inilah resiko menjadi orang tampan. Tapi kok rasanya menyebalkan.

Aku menghela napas berat, mencoba mendinginkan kepala. Pandanganku kini beralih pada kantung plastik yang dibawa Adena. Oi, oi, tumben di jam segini masih tebal seperti itu. Bukannya beberapa hari yang lalu, ketika aku menyerahkan sepenuhnya pada Adena, tidak bersisa sebanyak itu?

"Jamurnya kurang laku ya hari ini?"

Ya wajar saja sih. Lagipula akulah tokoh yang berperan besar dalam naiknya penjualan jamur Kimochi. Kira-kira apakah Erina akan kesal karena aku mangkir dari pekerjaan hari ini?

"Anu ... Kak Bintang ... sebenarnya ...."

Adena berujar dengan nada ragu. Aku mengerutkan kening, mengisyaratkan agar ia segera melanjutkan kalimatnya.

"Ada produk jamur goreng baru di sekolah ...."

"... Ha?"

Mulutku membuka cukup lama ketika berusaha memahami apa yang disampaikan Adena barusan. Dan secara kebetulan, hal yang membuatku bingung pun terjawab di saat mendengar perbincangan dua cowok di belakangku.

"Eh, tau enggak. Ada jamur goreng yang renyah banget loh. Namanya jamur Enak."

"Ah iya, aku dengar banyak cowok yang beli jamur itu."

"Yaiyalah, soalnya pemandangannya sedap, bro."

"Wah! Sip! Sip! Kita ke sana yuk!"

Mereka yang sedari tadi aku amati dengan ekor mata pun pergi dengan langkah santai. Tch, kenapa di saat aku lengah, tiba-tiba ada saingan begini sih. Baiklah, daripada bengong, lebih baik sekarang mengintai wilayah musuh.

"Oi, Adena. Ayo!"

Tanpa menghiraukan gelagat Adena yang gelagapan, dengan langkah berani, aku mengikuti dua orang cowok tadi. Aku ingin melihat sendiri apa pemandangan yang mereka maksud.

--K.I.M.O.C.H.I--

Hasilnya, pemandangan itu adalah sesuatu yang spontan membuatku mendengus kesal.

Kami—aku dan Adena—baru saja sampai di depan kelas X-1 guna menyelidiki identitas musuh. Kerumunan cowok di seberang mulai membubarkan diri dan mengekspos siapa dalang dibalik peristiwa tersebut. Sebenarnya, dari suaranya—yang sok imut—sudah ketahuan siapa yang disebut dengan pemandangan sedap.

Ah, aku tidak mengira akan jadi seperti ini.

"Ntar beli lagi yah—ha! Hola, Bintang Prasetyo!"

Dia yang akhirnya menyadari keberadaanku langsung mendekatiku. Caranya menyapa dengan menggunakan nama lengkap mengsiyaratkan makna ejekan.

"Mulai sekarang, kita bakalan jadi saingan bisnis, ya."

Mulai sekarang, produk kalian bakalan kehilangan banyak konsumen. Maksud itulah yang aku tangkap ketika mencocokkannya dengan ekspresi cewek ini—Aila.

Cewek tercantik di sekolah melawan cowok terganteng di sekolah dalam menjual jamur goreng. Ironis sekali. Ternyata kebetulan semacam ini juga ada di dunia nyata.

"Nama kamu ... Adena, kan? Wah, jamur Kimochi-nya kok masih banyak ...."

Aila berujar sembari menatap Adena dengan (sok) bersimpati. Sungguh, kali ini ejekannya berasa lebih menyebalkan dibanding sebelumnya.

Sementara Adena hanya tertawa pasrah menanggapinya, seorang cewek yang baru saja keluar dari kelas X-1 bersuara lantang.

"Kak Aila. Terima ka—eh!? A-ada apa ini ...."

Dan cewek itu pun segera bersembunyi di balik punggung Aila ketika menyadari keberadaanku. Ah, aku mengenalnya. Kalau tidak salah dia yang diperkenalkan Erina beberapa hari lalu.

Dengan menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi, Aila berujar, "Mulai hari ini aku akan jadi sales produk jamur Enak buatan Andi Riska Mentari. Hmm, di sekolah ini kayaknya enggak perlu ada dua produk jamur goreng. Ya kita lihat saja lah, siapa yang layak."

Oi, kenapa kau bertingkah seolah-olah kaulah bos jamurnya? Dan lagi, apa-apaan dengan suasana mirip sinetron alay ini? Pernyataannya tadi malah membuatku terbayangkan tentang kamera yang di zoom-in ke arah wajah Aila disertai backsound yang menegangkan. Terlebih lagi, rasa-rasanya sekarang Aila mengeluarkan aura bak tokoh antagonis sinetron.

I-ini bukan berarti aku sering menonton sinetron! Ya ... dulu memang sering sih. Tapi dulu dan sekarang berbeda! Sungguh! Percayalah!

"Jangan lupakan fakta tentang lebih banyak murid cewek daripada murid cowok di sekolah ini."

Aku mengatakannya dengan bangga, berusaha melenyapkan sedikit rasa optimis Aila. Anggap saja begini, pelangganku adalah seluruh cewek di sekolah ini, sedangkan pelanggannya adalah seluruh cowok di sekolah ini, kecuali ada murid yang memiliki orientasi menyimpang.

"Tapi tadi aku yakin banyak cewek yang beli jamurku."

"Itu cuma kebetulan aja."

Kami berdua saling melemparkan senyuman dan berbagi sorot mata. Kalah dari Aila adalah salah satu hal yang paling tidak aku sukai. Duel jamur goreng? Hmm, boleh juga. Akan aku lawan dengan kekuatan penuh.

"Kamu tau enggak, Bin. Penyebab daganganmu kalah hari ini itu ... ah, enggak jadi deh. Cari tau sendiri."

Sebelum berujar, sekilas Aila melemparkan senyum tipis ke arah Adena. Dan itu aku pahami sebagai kode atas apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan.

Memang benar, dengan adanya Adena sebagai asistenku, kecemburuan sosial di kalangan cewek bisa menghalangi ketercapaian target penjualan. Ditambah lagi, Adena bukanlah cewek yang memiliki status pada strata remaja.

Kalau bisa sedari dulu aku pasti sudah menyingkirkan Adena dari jabatan asisten sales dan memilih untuk bertindak seorang diri.

Tunggu dulu, ada yang baru saja aku sadari. Jika pertarungan kami ini lebih cenderung pada popularitas, apakah berarti tingkat kelezatan produk kami itu kurang lebih sama?

Bel sekolah pun berbunyi, mengakhiri awal dari tercetusnya perang di antara dua produk jamur goreng. Riska masuk ke ruang kelasnya dengan setengah berlari, sedangkan Aila menyempatkan diri untuk tersenyum sinis sebelum pergi menjauh.

--K.I.M.O.C.H.I--

"Hoo. Begitu."

Itulah respons yang diberikan Erina setelah aku menjelaskan permasalah inti dan beberapa strategi untuk mengalahkan jamur Enak. Aku yakin kalau Adena sudah menceritakan beberapanya pada Erina. Tapi Erina malah menanggapiku dengan memasang tampang triplek yang malah terasa sangat menyebalkan apalagi di situasi semacam ini.

Sekarang, kami berdua berada di area taman sekolah. Karena Adena ada beberapa urusan di perpustakaan, jadi tidak bisa mengikuti rapat darurat ini. Tapi entah kenapa aku merasa kalau Erina menganggap enteng masalah saingan ini, padahal dia sendiri yang menyuruh berkumpul untuk berdiskusi.

Tadi aku sempat bersemangat lantaran berspekulasi jikalau aku berperan besar dalam mengalahkan jamur Enak, maka Erina akan mudah diklepek-klepekan. Namun melihat situasi ini, entah kenapa ekpektasi tersebut terkesan sekadar omong kosong.

Apa sebaiknya aku abaikan saja duel anehku dengan Aila, ya ....

"Jadi mau diapain jamurnya?"

Erina memiringkan sedikit kepalanya, lalu menyahut dengan nada heran. "Hn? Apanya yang diapain?"

Lha? Haduh, aku benar-benar bingung dengan makhluk yang satu ini.

"Oh iya, hari minggu ini Kakak sibuk enggak?"

"Sepertinya enggak," jawabku sekenanya.

Hari minggu ini ... berarti besok, kan. Acara keluarga tidak ada, undangan kawinan juga tidak ada. Hn, berarti memang senggang.

"Aku dengar dari Andi kalau toko jamur Enak-nya buka mulai besok pagi. Mau ke sana bareng?"

Entah kenapa, perlu sekian detik agar aku memahami apa yang Erina katakan. Mungkinkah ini semacam teka-teki ... atau kode tertentu yang minta dipecahkan ....

Dengan penuh keraguan, aku berucap, "Aku dan kamu?"

Dia bergumam sembari mengangguk.

"Berduaan saja?"

Dia melakukan respons yang sama.

"Beneran?"

"Hn. Ah, kalau Kakak enggak bisa, aku sendiri—"

"Bisa! Bisa! Aku bisa!"

Oi, aku tidak sedang bermimpi, kan? Apa Erina lagi kesambet? Masa bodoh! Yang penting, aku bisa pergi berduaan dengannya! Tidak akan aku sia-sakan kesempatan emas ini! Nyahahahah! This is very kamvret!

"Bisa? Syukurlah. Kakak masih ingat rumahku, kan? Nah, aku tunggu besok pagi, jam sembilan."

"Oke! Oke!"

Kamvret! Aku jadi sangat bersemangat! Kali ini akan aku pastikan Erina terpesona oleh kehebatanku! Lihat saja! Akan aku menangkan pertarungan besok!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro