Bagian 01
Bruuk
Sreet
Braak
Terdengar suara ribut dari lantai atas membuat dua orang dewasa di meja makan dapur heran. Pasalnya sudah seringkali mereka menasihati putrinya, tapi sepertinya hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
"Pagi, Mama dan Papaku," sapa seorang gadis secara tergesa-gesa menuruni tangga.
"Mama udah bilang berkali-kali jangan tidur larut malam," marah Luna, mama gadis itu.
"Kamu jadi kesiangan ke sekolahnya," tambah Pradi, papa gadis itu.
"Iya, iya. Tapi aku nggak janji," sahut gadis itu.
"Yaudah, berangkat sekarang nanti telat. Jangan lupa bekalnya dibawa."
"Ma, aku bukan anak kecil lagi harus bawa bekal segala," keluh gadis itu tak suka jika harus membawa bekal, padahal dia 'kan bisa beli di kantin.
"Ivy ...." Luna menatap tajam putrinya yang susah sekali dinasihati, tetapi meski begitu putrinya termasuk anak yang penurut.
÷÷÷
"Tuh, kan gerbangnya mau ditutup." Melihat gerbang sekolah yang hampir ditutup gadis itu segera keluar dari mobil tanpa berpamitan terlebih dulu.
Melihat putrinya itu Pradi hanya bisa menghela nafas pasrah, memang susah mengubah kebiasaan seseorang. Mobil yang dikendarainya kemudian melaju meninggalkan lingkungan sekolah.
Di sisi lain, gadis itu menghentikan satpam yang akan menutup gerbangnya. "Pak Ahmad! Jangan ditutup dulu gerbangnya!"
"Eh, nak Vya. Bangun kesiangan lagi ya," terka satpam itu yang dipanggil Pak Ahmad oleh gadis itu.
"Hehehe ... iya, Pak." Livya, nama gadis itu hanya menyengir. "Tolong ya Pak izinin saya masuk, telatnya cuma dua menit doang," mohonnya.
"Yaudah bapak izinin, tapi nggak ada lain kali."
"Makasih Pak Ahmad baik!" Gadis itu langsung berlari menuju kelasnya.
"Mampus." Di tengah jalan, Livya melihat Bu San, guru IPA menuju ke kelasnya. Buru-buru dia menyapa dan melewati guru itu dan segera masuk kelas sebelum keduluan Bu San.
"Eh, ketua, baru dateng?" sapa Fira, teman sebangku sekaligus sahabat dari orok Livya.
Ketika akan menjawab pertanyaan Fira, Bu San memasuki kelas dan memulai pembelajaran.
Gadis bernama lengkap Livya Nawa Maharani itu merupakan ketua kelas di kelasnya, tetapi hampir setiap hari datang terlambat. Haduh ... tidak untuk ditiru, ya, teman-teman.
÷÷÷
"Kantin yuk, laper banget nih," ajak Fira sambil bersandar pada kursi dan mengelus perutnya.
"Mau sih, tapi gue bawa bekal gimana, dong?"
"Kayak anak kecil aja masih bawa bekal."
"Ya ... gimana nyokap nyuruh gue, mana bisa nolak," kesal Livya.
"Tenang gue yang makan kok," kata Fira sambil mengeluarkan cengirannya.
"Yee ... kata lo, bilang aja doyan masakan nyokap gue." Livya langsung menarik Fira menuju kantin.
Sesampainya di kantin, Livya dan Fira lansung memesan makanan. Setelah pesanannya siap, mereka mencari bangku kosong untuk menyantap makanannya. Livya memesan nasi goreng sedangkan Fira memesan bakso dan minumannya dua es teh manis untuk mereka berdua.
"Eh, Liv, gue perhatiin dari tadi si Vano ngeliat lo terus deh," kata Fira yang melihat kearah belakang Livya. Karena saat ini mereka duduk saling berhadapan.
"Vano, siapa? Di kelas kita nggak ada tuh yang namanya Vano," bingung Livya, pasalnya di kelas yang hampir diketuai 2 tahun olehnya tidak ada yang namanya Vano. Dan tiba-tiba saja Fira mengatakan nama Vano, jelaslah dia bingung selama berkenalan dengan orang dia tidak pernah berkenalan dengan yang namanya Vano siapalah itu.
"Oh, iya, gue lupa dua hari lo nggak masuk." Sontak Fira menepuk dahinya. "Gue kasih tau, Vano itu murid baru di kelas kita. Mejanya di belakang sama Asep yang asapan itu."
"Dan satu lagi, dia itu ganteng," lanjutnya sambil tersenyum.
"Oh."
"Gitu doang respon lo, emang lo nggak tertarik apa. Sebel gue sama lo, kemarin gue harus gantiin semua tugas lo tau!" kesal Fira sambil bersungut-sungut.
"Iyalah, lo, kan wakil gue gimana sih. Masa lupa sama jabatan sendiri," sahut Livya tak kalah kesal. "Emang orangnya yang mana, sih?" Lanjutnya.
"Ujung-ujungnya kepo juga." Fira terkekeh dan menunjuk siapa yang dimaksud. "Itu yang duduk dipojok sama Asep, Hendra sama Alfan. Dan lagi ngeliat ke arah lo."
Livya menoleh dan mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Fira. Dan benar saja, disana seseorang yang dimaksud sedang menatapnya dengan satu tangan menumpu di meja dan satu lagi mengaduk minumannya.
Setelah mengetahui siapa Vano itu, Livya langsung mengalihkan pandangannya dan melanjutkan menyantap nasi goreng yang masih tersisa setengah. Tak peduli jika Vano si anak baru itu masih menatapnya.
÷÷÷
"Sekian untuk hari ini, jangan lupa tugas minggu lalu dikumpulkan." Pak Wardi, guru matematika itu mengakhiri pelajaran. Serentak semua menjawab, "Iya, pak."
"Ketua kelas kumpulkan di meja saya dan siswa baru saya beri tugas sendiri, saya tunggu di ruang guru," sambung guru itu ketika akan keluar kelas.
Semua siswa langsung menuju ke meja Livya untuk mengumpulkan tugas, setelahnya langsung melenggang pergi.
"Nih, Liv tugas gue. Sori gue pulang duluan, ya, udah dijemput Abang gue soalnya ada urusan."
"Yah, lo nggak setia kawan sama gue Fir. Masa gue sendirian sih," keluh Livya dengan kesal, pasalnya buku satu kelas itu banyak dan harus dibawanya ke ruang guru. Sedangkan kelas sudah sepi tinggal mereka bertiga, ditambah si anak baru. Dan Fira bilang mau pulang duluan, jadi tinggal berdua. Mau minta tolong gengsi, terus dibawa sendiri? Ya beratlah, mana kuat dibawa sendiri.
"Kan, bisa sama Vano, dia juga dipanggil sama Pak War tuh. Suruh bantu dong," putus Fira dan langsung berlari meninggalkan kelas.
Livya menatap Vano yang sedang berjalan ke arahnya sambil menyampirkan tas, tak tahu mau membantu atau malah melewatinya begitu saja. Livya tidak ambil pusing, kalau cowok itu melewatinya dan menuju ruang guru sendirian, ya sudah dia akan membawa setumpuk buku tugas itu seorang diri. Namun, kalau mau membantunya, ya syukur nggak berat-berat amat kalau bawa.
Karena sibuk dengan pemikirannya sendiri, Livya tak sadar bahwa sedari tadi Vano memperhatikannya dan sudah berdiri di depannya. Tanpa basa-basi Vano langsung mengangkat setumpuk buku tugas itu seorang diri dan berjalan menuju keluar kelas.
Saat di depan kelas dia berhenti dan menoleh ke arah Livya. "Oi, sampe kapan lo mau ngelamun disitu. Pak War udah nunggu dari tadi, lo mau pulang apa nggak."
Mendengar itu Livya tersadar. "Ha? I-iya bentar."
Saat berniat mengangkat tumpukan buku tugas tadi, yang didapatnya hanyalah angin. Tak ada apapun di mejanya. Diapun menoleh ke arah Vano, dan ternyata semua buku tugas sudah berada di tangan cowok itu. Livya berjalan menghampiri Vano sambil menunduk dan beriringan menuju ruang guru.
÷÷÷
Makasih buat yang nyempetin waktu buat baca cerita ini.
Jangan lupa dukungannya dengan cara vote atau comment.
Sampai jumpa di next chap ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro