Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3

Prisa mulai mengemasi barangnya ke dalam tas. Beberapa saat lagi waktunya tutup toko. Biasanya ia akan menutup rumah Terasku pada pukul sepuluh malam. Dan itupun ia tidak sepanjang hari sampai malam di toko. Hanya saat-saat trafic tinggi dan kurang tenaga karyawan saja, seperti kali ini.

"Wulan," panggil Prisa sedikit ragu.

"Iya, Kak Prisa?" Wulan menoleh. Ia sedang mematikan kamera live ketika Prisa memanggilnya.

"Nggak jadi, deh," jawab Prisa tersenyum kaku.

"Emang kenapa, Kak?"

Prisa mengusap tengkuknya sedikit kikuk. Ia masih menimbang kira-kira malu tidak mempertanyakan soal nama Tiran di ponselnya. Khawatir jika malah sesuatu yang bukan masalah, ketika dipertanyakan malah menimbulkan rasa penasaran Wulan untuk tahu lebih banyak.

"Mmh...," ia terdiam menggantungkan kalimat, "Nggak apa-apa. Cuma mau tahu aja, soal..."

"Soal apa?" tanya Wulan semakin penasaran. Ekspresi penasaran Wulan malah membuat Prisa meringis kaku. Belum-belum sudah merasa malu. Apalagi kalau Wulan tahu? Ah, jangan!

"Nggak. Nggak penting sih. Oke, saya pulang dulu ya, Wulan."

"Oke, Kak Prisa, hati-hati. Nggak bawa mobil, Kak? Tumben?" tanya Wulan ketika melihat Prisa meminta Agung untuk memberhentikan taksi yang melintas.

"Enggak. Aku naik taksi aja. Lagi males macet-macetan."

Belum sempat ada taksi kosong yang melintas, sebuah mobil menepi dengan pelan kemudian terdengar klakson. Akibatnya, para karyawan Terasku menoleh ke arah mobil tersebut. Tidak lama, seseorang keluar berjalan ke arah Prisa berdiri. Prisa sendiri terdiam kaku menyadari siapa yang datang malam-malam dengan sok ganteng. Memang ganteng kalau kata orang-orang.

"Untung belum pulang," ucap laki-laki itu. Sementara Wulan segera menyingkir, memberi ruang untuk bos wanitanya dengan laki-laki idaman semua cewek. Kenapa idaman semua cewek? Karena paket komplit. Ganteng, kaya, ramah. Apalagi yang kurang?

Mendengar kalimat laki-laki itu, Prisa hanya mendengus. Dugaannya benar. Ini akan menjadi hal panjang. Tidak ditanggapi saja sudah begini apalagi kalau ditanggapi?

"Aku antar, yuk. Udah malam, kan?" Dengan penuh percaya diri, laki-laki itu menawarkan tumpangan pada Prisa.

Tetap sama. Tidak ada yang berubah. Meski sudah lima tahun berlalu. Namun kali ini gadis itu menolak dengan halus. Ia menggelengkan kepala, tersenyum tipis. Pulang dengan dia sama saja membuka akses untuk hal yang tidak ia inginkan. Meskipun belum tentu benar. Akan tetapi tidak ada salahnya dengan menjaga diri.

Laki-laki seperti Tiran mudah saja mendapatkan wanita yang diinginkan. Lima tahun berlalu mana mungkin Tiran masih sendiri? Jelas tidak mungkin, kan? Berbeda dengan dirinya. Diam-diam Prisa tersenyum kecut. Dari sekian banyak laki-laki di ibu kota, mengapa ia harus kembali bertemu dengan sosok Tiran? Mau apa lagi? Mentertawakan dirinya yang masih single? Iya?

"Kenapa? Takut dimarahin cowok kamu? Atau udah punya suami?"

Prisa mengatupkan rahang. Ia bingung mau menjawab apa. Bilang ada pacar atau suami, tapi ia mengenal baik bagaimana Tiran. Ia mengembuskan napas, menarik kesabaran lebih untuk menghadapi laki-laki itu.

"Saya pulang sendiri. Lebih baik kamu pulang sebelum saya dilabrak sama istri atau pacar kamu."

Laki-laki itu mengangkat alisnya sebelah. Lalu tawa kecil terdengar. Ia membungkukkan sedikit badannya hingga wajahnya berada beberapa senti di depan Prisa. Sikap Tiran yang tiba-tiba, membuat Prisa menarik mundur wajahnya. Reaksi itu malah memancing senyum miring dari laki-laki itu.

"Kosong-kosong. Fix. No debat!" katanya kemudian kembali berdiri tegak.

"Emangnya kenapa?" tanya Prisa. Tanpa disadari pertanyaannya malah bernada menantang. Jelas laki-laki itu dengan penuh percaya diri merangsek maju.

"Emang Tuhan selalu baik. Udah, ayo, pulang. Sekalian biar aku tahu rumah kamu dimana."

Seketika Prisa mendelik sebal. Justru itu yang sedang ia hindari. Urusannya dengan laki-laki itu tidak akan cepat selesai kalau seperti ini caranya. Benar 'kan dugaannya? Ketika tahu dimana jejak Prisa, Tiran tidak akan semudah itu membiarkan.

Belum sempat ia menolak, laki-laki itu sudah menarik tangannya menuju ke mobil merah candy itu. Ia tidak memberi kesempatan bagi Prisa untuk sadar dari rasa keterkejutan itu. Setelahnya laki-laki itu tersenyum puas, mulai melajukan mobilnya.

"Jadi kenapa waktu itu tiba-tiba kamu menghilang nggak ada berita sama sekali?" tanya Tiran di tengah perjalanan.

"Nggak penting," jawab Prisa sengaja dengan nada ketus. Agar Tiran kesal dan tidak berniat lagi berhubungan dalam konteks apapun.

"Jaim. Kayak awal-awal ketemu," ledek Tiran.

Gadis itu berdecak sebal. Ia memberikan tatapan sengit pada laki-laki yang tengah mengemudikan mobil.

"Btw, aku tadi minta nomer kamu sama Arini. Kenapa nggak ada yang kamu angkat?"

"Nggak penting, Tiran," jawab Prisa penuh penekanan.

"Harus jadi penting. Pertanyaanku tadi nggak kamu jawab?" Laki-laki itu masih berusaha mengulik alasan di balik menghilangnya Prisa kala itu.

"Terus kalau udah tahu, kamu mau ngapain? Udahlah, nggak penting juga. Remember, we're nothing." Prisa akhirnya bicara lebih banyak dengan jengkel.

Jawaban Prisa membuat laki-laki itu mendadak menepikan mobilnya. Ia menatap Prisa tidak percaya. Sementara gadis itu dengan sok berani membalas tatapan Tiran. Jelas sekali laki-laki itu merasa jengkel dan tidak terima.

"Astaga, Prisa. Kita berdua bareng-bareng susah-seneng. Almost 4 years. Dan itu kamu bilang nothings? Ada nggak selama aku sama kamu, aku dekat sama orang lain?"

Gadis itu terbungkam. Tiran sukses membawanya mengingat kembali masa-masa dulu dari awal perkenalan sampai kemudian sangat dekat.

"Emangnya aku ada dekat sama laki-laki lain?" tanya Prisa meradang, tak terima.

"Nah, kan? Terus kenapa kamu menghilang hari itu after party sebelum kita balik ke Indonesia?"

"Nggak penting! Aku bilang nggak penting."

Tiran mendengus. Ia kembali melajukan mobilnya mengikuti arahan Prisa. Gadis itu selalu membuang wajah ketika Tiran melirik ke arahnya. Rasa penasaran yang menggunung dan sikap denial Prisa malah membuatnya semakin ingin untuk mengulik. Bahkan kalau bisa secepatnya dan secara detail.

"Di sini?" tanya Tiran memastikan ketika Prisa memintanya berhenti di sebuah gedung apartemen jalan Wijaya.

"Iya," jawab Prisa singkat.

"Sebelum turun, bisa nggak kamu jawab dulu?"

Prisa menggeleng pelan, "Emang nggak penting,   Tiran. Aku turun dulu."

"Prisa, I still single. From that day."

Prisa yang baru akan menutup pintu, terdiam untuk sesaat. Ia tersenyum kecut.

"Mau aku cariin? Aku banyak karyawan masih single."

Laki-laki itu mengusap kasar rambut coklat gelapnya. Jelas sekali terlihat Prisa menghindari obrolan ini.

"Nggak gitu konsepnya. Apa aku harus explain ke kamu kalau aku nunggu kamu, cari-cari kamu? C'mon. We're not child anymore."

"Kalau gitu lupain!"

Gadis itu lantas menutup pintu lalu bergegas masuk. Terlalu lama berdekatan dengan Tiran hanya akan membuat semuanya terulang kembali. Bagaimanapun rasa yang pernah hadir tidak bisa ia lupakan atau bahkan dihapus begitu saja. Tiga tahun lebih bukanlah waktu yang singkat.

"Prisa, I'll be forever yours!"

***

Tbc
5 Agustus 2022
Salam,
S. Andi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro