Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

"Hari ini siapa yang live?" tanya Prisa sambil membawa map yang berisi rekapan berkas penjualan Terasku Plant.

Gadis yang dua bulan lagi genap 29 tahun itu sudah dua tahun menggeluti usaha di bidang tanaman hias. Ia bukan hanya sebagai owner sekaligus petani tanaman hias. Namun ia juga menyediakan kebutuhan bertanam hias di tokonya. Bahkan sejak enam bulan lalu ia mulai memberanikan diri melayani jasa landscape taman kecil-kecilan. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan jika suatu hari akan berada di titik ini.

"Malik, Kak Prisa," jawab seorang gadis sambil menata beberapa tanaman untuk background sesi live.

"Oke. Hari ini push monstera King Deliciosa, ya? Kemarin Mbak Sekar cutting-nya kebanyakan. Tapi nggak terlalu masalah. Saya lihat peminatnya masih banyak."

"Iya, Kak. Nanti saya info ke Malik. Oya, tadi ada yang telepon mau tanya-tanya soal Landscape. Kata Mbak Linda langsung ke Kak Prisa aja. Saya tadi kasih nomernya Kak Prisa."

"Oke, makasih, Wulan. Mas Darto udah datang belum?"

"Mas Darto ijin, Kak. Istrinya sakit."

"Jadi, hari ini siapa aja logistiknya? Pak Maman sendiri? Hari ini ada pupuk datang untuk di-repack. Terus jangan lupa, nanti sore philo golden di-cutting, untuk besok pagi, ya?"

"Oke, Kak."

Prisa kembali ke ruangan mungilnya mengerjakan rekapan penjualan. Untuk beberapa hal, seperti bertani, memanen, live dan bagian logistik, ia sudah mempercayakan kepada para karyawan. Meski terkadang ia turun sendiri. Apalagi jika tanaman yang harus ditangani berasal dari luar negeri. Biasanya untuk jenis varigata ia harus mengimpor dulu dari Thailand. Jenis Variegata memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi berbanding sejajar dengan harga yang dibandrol.

Gadis itu baru selesai mengerjakan rekapan ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor asing terpampang jelas di layar ponselnya. Ia segera mengusap layar ponselnya mengingat tadi Wulan memberitahu ada yang menghubunginya untuk bicara soal landscape.

"Halo, selamat pagi," sapa Prisa dengan ramah sambil menyimpan data di folder.

"Selamat Pagi, dengan Ibu Prisa? Saya Arini dari Friday Cafe. Kemarin saya sudah menghubungi Terasku, kemudian saya diarahkan untuk menghubungi Ibu Prisa secara langsung." Suara seorang wanita membalas sapaannya dengan sopan.

"O, iya. Gimana? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ini, kebetulan owner dari Cafe kami menginginkan renovasi di bagian samping Cafe. Beliau ingin agar dibuatkan taman agar Cafe lebih hidup dan nyaman. Kira-kira Bu Prisa kapan bisa kami temui untuk konsultasi lebih dulu?"

"Bisa saja. Saya kapan saja bisa. Terserah mau sore ini atau besok siang. Nanti berkabar saja."

"Baik, kalau begitu, nanti saya sampaikan ke owner kami, ya, Bu. Untuk alamat Terasku bisa diinfokan, Bu?"

"Bisa, nanti saya kirim pesan, ya?"

"Baik, ditunggu ya, Bu. Terima kasih banyak untuk informasinya."

"Oke. Kembali kasih."

Prisa mengetikkan sebuah alamat kemudian meletakkan kembali ponselnya untuk melanjutkan kembali pekerjaan yang lumayan menumpuk. Terlebih mendekati akhir bulan cukup banyak vendor yang mengirim faktur tagihan. Mulai dari vendor pot dan perkakas cocok tanam, vendor pupuk hingga urusan gaji karyawan.

"Kak Prisa."

"Masuk, Mbak Linda," jawab Prisa mengurungkan niat untuk meregangkan tubuh padahal kedua tangan sudah merentang. Ia kembali duduk sambil melempar senyum pada karyawan yang usianya jauh lebih tua darinya.

Wanita itu menghampiri Prisa dan mengambil duduk di hadapannya sambil menyerahkan lembar ceklis produksi sekam. Prisa segera mengambil lembar ceklis tersebut.

"Sekamnya sudah bisa di repack sekarang, Kak Prisa. Pas untuk pesanan ke Semarang. Toko yang biasa pesan. Tapi kali ini pesanannya banyak."

"Ikut pengiriman nanti sore, ya? Pakai kargo dong, ya?" tanya Prisa menopang dagu, sambil berpikir untuk kendala minim orang karena beberapa sedang libur dan ijin dadakan.

"Iya, Kak Prisa. Sedang ada barang datang juga," jawab Linda.

Gadis itu mengangguk paham, lalu mengembuskan napas singkat. Sementara pekerjaannya tinggal sedikit lagi.

"Malik lagi live. Sisa Pak Maman sama Agung lagi kejar packing. Ya udah, ayo sama saya aja. Tapi saya rapiin berkas dulu ya, biar nggak ketukar mana yang udah saya kerjain dan mana yang belum. Nanti Mbak Linda tolong siapin sarung tangan saya aja."

"Baik, Kak Prisa. Saya siapkan kemasan buat packing dulu."

Tidak membutuhkan waktu lama. Ia segera menunda beberapa pekerjaannya untuk segera ke halaman belakang, dimana Linda sudah memulai mengemas sekam per 5 kilo sesuai pesanan. Prisa menghampiri Linda dengan apron hitam sudah melekat di tubuhnya. Ia segera duduk di samping Linda tanpa ragu membiarkan celana creamnya bersentuhan dengan rumput.

Sejak setahun lalu memang Prisa memproduksi sekam yang terbuat dari cacahan batang pakis dan unsur humus sendiri. Awalnya ia gunakan untuk penggunaan pribadi. Namun baru setengah tahun yang lalu sekam produksinya mulai diperjualbelikan. Karena memang tanaman hias yang dibudidayakan memerlukan media tanam yang tingkat porousnya cukup.

Prisa sedang mengemas sekam terakhir ketika sore menjelang dan Wulan datang menghampirinya bersama dua orang. Wulan sedikit membungkuk, berbisik pada Prisa bahwa ada tamu dari yang tadi pagi meneleponnya. Mendengar hal itu, Prisa sedikit terkejut.

"Lho, katanya mau ngabarin dulu kalau mau datang," gumam Prisa sambil menyeka keringat dengan lengannya.

"Nggak tahu, Kak. Jadi, gimana?"

"Ya, sudah. Toh udah terlanjur datang. Antar duduk dulu, ya, Wulan. Saya bersih-bersih dulu," ucap Prisa dengan pelan.

"Tapi orangnya udah di sana," tutur Wulan menunjuk ke arah pintu dengan lirikan matanya.

"Oh, ya sudah. Mungkin sekalian mau lihat-lihat." Prisa mengulum senyum lalu berdiri dari duduknya.

Gadis itu segera melepas sarung tangan lateks warna merah muda dan memberikannya pada Wulan untuk melanjutkan sisa pekerjaannya. Sesaat ia menepuk-nepuk pantatnya, membersihkan kotoran dari rumput yang ia duduki selama dua jam berlalu. Ia masih mengenakan apron ketika menghampiri tamu dari Friday Cafe. Seorang wanita muda yang Prisa sangka adalah sosok penelpon itu.

"Mbak Arini?" tebak Prisa dengan ramah sambil mengulurkan tangannya, bersalaman.

"Iya, saya. Ibu Prisa, kan?"

"Iya, saya sendiri. Gimana? Ada yang bisa dibantu?"

"Iya, kebetulan Pak Bos ada waktu sore ini. Tapi mohon maaf sebelumnya. Seharusnya kami mengabari dulu baru ke sini."

"Oh, nggak apa-apa. Lagian tadi saya juga udah bilang, kapan aja silakan datang. Oya, dimana Pak-Bos... ,"

"Saya!"

Prisa menoleh ke arah sumber suara, di samping jajaran rak tanaman jenis aglonema. Untuk sesaat Prisa terbungkam, seperti kehilangan suaranya. Ia mendapati sosok laki-laki berkemeja dengan lengan tergulung sebatas siku, menatap lurus kepadanya. Dalam hitungan detik, halaman belakang yang awalnya terlihat segar dan sejuk, tiba-tiba mendadak pengap minim oksigen.

Sama halnya dengan laki-laki itu. Ia hanya bisa berdiam di tempat. Lebih dari itu ada letupan asing di dalam dirinya yang bergolak. Tangannya mengepal menahan napas agar tetap baik-baik saja. Dari sekian banyak waktu, mengapa harus sekarang?

***
Tbc

Holaa,
Singkat dulu perkenalan bab awal. Udah lumayan menggelitik belum?🤣🤣

3 Agustus 2022
Salam,
S. Andi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro