Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

e n a m

Jika dapat aku sambangi setiap jengkal kenangan, ingin ku lewati beberapa bagian.

Termasuk, saat mata jernih mu, merambat dan tinggal dalam imajinasi ku.

***

Juna mengerjapkan matanya perlahan, namun ia sedang tidak berada di kamarnya. Tubuhnya terbaring dengan kepala menghadap ke arah samping.

Di sana, beberapa meter darinya, seorang wanita tengah menjerit, tubuhnya di pukuli dengan benda tumpul oleh pria paruh baya, tapi wanita itu tidak meminta Juna untuk menolongnya, wanita itu memohon agar Juna pergi dari sana.

Tenggorokan Juna tercekat, sesuatu gumpalan pahit terjebak di kerongkongannya. Ia merasa sesak. Tangannya terulur, ingin menggapai wanita itu, tapi tidak mampu. Juna kecil bahkan tidak mampu bergerak.

Yang ia bisa hanya menyaksikan bagaimana tubuh wanita itu terus di pukul berkali-kali, bertubi-tubi hingga darah merembas dari sekujur tubuhnya.

"Lari sayang, tepati janji kamu sama bunda!"

Wanita itu diam, bibirnya tertutup rapat, namun entah kenapa Juna mampu mendengar suaranya.

Juna masih berusaha meraih wanita itu, ketika wanita itu menatap Juna penuh sayang, dari matanya terpantul kepercayaan atas janji yang Juna pernah utarakan.

"Bunda sayang Langit."

Lagi-lagi suara itu terdengar, tapi tidak ada seorang pun dalam ruangan ini yang membuka bibirnya. Wanita tersebut tersenyum, sekalipun tetes air mata jatuh dari sudut matanya.

Selanjutnya, dengan sangat perlahan matanya menutup tanpa sedetik pun melepas senyum.

***

"Bunda!" jeritan itu terdengar dari dalam sebuah kamar gelap. Pemiliknya baru saja terlonjak, terlempar dari mimpi ke alam sadar.

Tenggorokannya tercekat, peluh sebesar biji jagung jatuh dari ujung pelipisnya. Napasnya yang tersengal perlahan mulai teratur, Juna merebahkan kembali kepalanya di atas bantal, sementara lengannya menutupi bagian matanya.

Tanpa mampu Juna cegah setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Terkadang, ia berharap ia buta, hingga ia tidak akan menyaksikan kematian orang-orang yang ia cintai dan menghantuinya sepanjang hidup.

Malam masih berada di pertengahan waktu, tapi Juna tidak berniat kembali tidur. Ia tidak ingin menyaksikan mimpi buruk itu lagi.

Akhirnya, Juna bangkit dari tempat tidurnya, melangkah menuju kamar mandi. Pada saat-saat seperti ini, ada ritual yang selalu ia laksanakan.

Tetes-tetes air wudhu jatuh dari ujung rambutnya yang berantakan. Setelah menggelar sajadah, Juna melaksanakan shalat tahajud dua rakaat.

Selepas salam, ia bersujud sekali lagi. Saat itulah ia luruh, jatuh tanpa daya. Kepada Tuhan, ia ceritakan bagaimana ia merindukan Bundanya, bagaimana ia merasa lelah dan tidak ingin bangkit, bagaimana ia pecah dan berantakan.

Tanpa Juna ketahui, dari sedikit celah yang tercipta, kedua orang tuanya menatap Juna nelangsa. Kerapuhan Juna sama saja kehancuran untuk ke duanya. Mereka tersadar, apapun yang mereka lakukan, mereka tidak pernah mampu menghapus luka.

***

Hari ini adalah kali pertama shooting pembuatan video kampanye. Seperti yang telah kemarin mereka sepakati, mereka memilih anti-bullying sebagai tema.

Kiana tidak satu kelompok dengan Naura. Kali ini, teman sekelompok Kiana berasal dari berbagai spesies. Ada Johan yang merupakan cowok melambai, Sandra yang cantik tapi centil setengah mati, Keagan cowok blasteran Sunda-Padang-Jerman, Dessy yang lebih mencintai buku dari pada dirinya sendiri dan beberapa anak normal seperti Kiana.

Oh iya, Kiana juga bukan cewek normal, Kiana sudah mendapat julukan cewek kolor--ngorok kalo molor, padahal menurut Kiana singkatan itu nggak nyambung sama sekali, malah terkesan di paksakan. Menyedihkannya, Naura lah yang pertama kali mencetuskan ide tersebut.

Waktu Kiana protes, Naura hanya menyahut. "Suka-suka gue dong, gue ini yang ngomong."

Jadi, Kiana cuma bisa merenggut, soalnya kalimat Naura yang barusan itu juga senjata andalannya kalau lagi ngomong sembarangan.

Tidak lama, Juna datang dengan tas yang masih di sampirkan di bahu.

"Sori ya, gue baru selesai kelas," ujar Juna seraya mengambil tempat di depan Sandra.

"Iya nggak apa-apa, kita baru aja--" kalimat yang baru ingin Sandra lontarkan langsung di potong oleh Kiana.

"Baru aja dari Hongkong, gue udah bisa bulak-balik dari Sabang sampai Merauke lagi keles," sungut Kiana kesal, tidak menyadari bahwa kalimatnya menarik perhatian kelompok tersebut.

Johan berdecak lalu menghentakan kepalanya. "Yaelah, lebay binggow sih, bawa-bawa Hongkong, Sabang sampai Merauke segala, situ naik pesawat aja mabuk."

Kiana berdecih, tapi memilih untuk tidak melanjutkan argumennya dengan cowok beralis sulam macam Johan.

"Yaudah, Kiana yang udah bulak-balik Sabang sampai Merauke, gue minta maaf ya, gue lama, tapi gue nggak dari Hongkong kok, gue dari kelas," ujar Juna sebelum mengalihkan perhatiannya pada anggota kelompok yang lain.

Setelah memastikan crew dan mentor sudah lengkap, mereka pun beranjak ke luar gedung, untuk memulai shooting scene pertama.

Mirisnya, di video ini, Kiana berperan sebagai korban bullying. Kiana mungkin merasa sedih dengan perannya, tapi ia tidak tau kalau teman-temannya yang bertugas sebagai Sutradara, camera person dan crew lainnya justru lebih sedih lagi.

Bagaimana tidak, mereka sudah mengambil gambar selama setengah jam, tapi tidak ada satu scene pun yang bisa di gunakan. Kiana yang seharusnya menjadi sosok lemah dan pasrahan, tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas kalimat nyinyir Johan dan Sandra yang berperan sebagai tukang bully.

"Heh, tetelan kambing, mulut lo nyinyir banget deh ngalah-ngalahin nenek-nenek kekurangan sirih!" dengusan Kiana, membuat Rizky yang bertugas sebagai Sutradara langsung menjambaki rambutnya frustrasi.

"CUT!" teriak Rizky seraya melempar gulungan skenario yang sejak tadi di genggam. Rafi dan Agung yang bertugas sebagai camera person pun turut bersungut.

"Kiana! Lo baca skenario nggak, sih? Itu tuh nggak ada di skenario! Lo harusnya cuma nunduk Kiana! Cuma nunduk, MasyaAllah, Astagfirullah, Allahu Akbar!" jerit Rizky, tangannya bergerak mengepal, menatap Kiana gemas.

Begitupun dengan anggota crew yang lain, mereka sudah lelah, apalagi matahari sedang terik-teriknya. Kiana sendiri hanya merenggut.

"Lah, di skenario juga nggak ada kata-kata, 'dasar cewek culun bau jigong'," ujar Kiana sembari mendelik ke arah Johan.

"Ya gue kan improvisasi, lo-nya aja yang merasa," Johan berkilah, yang langsung mendapat dukungan dari Sandra.

"Iya, akting Johan udah bagus kok! Lo-nya yang baper, akting gitu aja nggak bisa, panas nih!" Sandra menutupi wajahnya dengan tangan, lalu beralih pada Juna yang duduk di bawah rindang pohon.

"Kak, ganti aja deh talent-nya, aku bisa kok gantiin peran dia."

Kiana memutar bola matanya jengah. Di kira, Kiana mau kali ya jadi anak terbully? Kiana justru bersyukur kalau Sandra mau mengambil perannya, ia sudah lelah berada di bawah terik matahari sambil menahan diri untuk tidak mencabik mulut nyinyir Johan dan Sandra. Pasalnya, Kiana merasa bahwa komentar-komentar pedas dari Sandra dan Johan memang ditujukan padanya secara pribadi, bukan demi kepentingan tugas tidak jelas ini.

Juna akhirnya beranjak dari tempatnya, melangkah mendekati Kiana, Johan dan Sandra.

"Lo kepanasan banget ya?" pertanyaan Juna membuat pipi Sandra bersemu, ia mengangguk malu-malu sambil menutupi wajahnya dengan tangan.

Namun, rautnya langsung berubah saat mendapati kepada siapa pandangan Juna terjatuh. Kepada cewek ajaib bernama Kiana.

"Nggak, gue kedinginan sampai hipotermia! Iyalah gue kepanasan, udah tau pake nanya!" Juna berdecak mendengar balasan Kiana.

Benar-benar deh ya ini cewek!

Juna akhirnya melempar sapu tangan handuknya hingga menutupi wajah Kiana. "Muka lo udah merah banget, kayak kepiting rebus, lain kali kalau panas gini, seenggaknya tutupin kek muka lo pakai tangan kayak Sandra."

Kiana mendelik sebal.

Memangnya apa perdulinya Juna? Mau mukanya merah kayak kepiting rebus kek, pesut bakar kek, dugong goreng kek, bukan urusan cowok itu juga.

Juna beralih pada adik tingkatnya yang lain, "udah kalian istirahat dulu aja, dilanjut kalau udah adem dikit."

Seketika helaan napas terdengar dari para crew di sana, ada yang berupa kelegaan, ada pula ada yang berupa keluhan karena artinya shooting mereka akan memakan waktu lebih banyak.

"Kenapa nggak Dessy aja sih yang jadi talent-nya?" ujar Kiana tepat ketika mereka menghempaskan tubuh di paving block depan gedung fakultas.

"Nggak bisa, Dessy udah nulis skenario, yang lain juga udah punya job-desc, cuma lo doang yang nyaris nggak berguna." Mendengar hujatan Rizky yang dilakukan secara terang-terangan, Kiana langsung terbakar emosi lagi.

"Heh, jangan sembarangan lo ya kau ngomong, kalau gue mau jadi artis AADC gue yang main, bukan Dian Sastro." Celetukan sembarang Kiana sontak mengundang tawa meremehkan dari seluruh teman sekelompoknya.

"Ki, Dian Sastro nggak akan bikin sutradaranya mau bunuh diri hanya demi akting korban bullying," ujar Keagan, seraya menenggak minumannya.

"Gue sampai curiga, lo nggak punya keahlian selain molor ya?" Kiana baru mau membalas kalimat Keagan, saat Rizky melanjutkan.

"Ada Kee, keahlian Kiana yang lain, bikin orang pengen nyumpah."

Kiana menyentakan kakinya kesal, ia melemparkan sapu tangan Arjuna ke wajah Rizky, yang membuat cowok itu langsung terlonjak.

Cewek itu bertolak pinggang, menatap Rizky dan Keagan dengan tatapan menghunus.

"Lihat aja habis ini, jangan kaget kalau sampai scene terakhir gue nggak melakukan kesalahan apapun! Lo dan elo, harus minta maaf karena bilang gue nggak bisa apa-apa!" Kiana berseru sebelum berderap meninggalkan Rizky dan Keagan, sedangkan keduanya hanya bisa menggelengkan kepala di belakang Kiana, sebelum Keagan berujar.

"Cantik sih cantik, tapi ogah juga gue kali harus tarik urat tiap ngomong sama dia."

"Kayak dia mau aja sama elo," sahutan Rizky mendapat delikan dari Keagan. Rizky hanya mengangkat bahunya, tidak merasa ada yang salah.

***

Kiana masih menekuk bibirnya saat sebotol air mineral tiba-tiba muncul di depan wajahnya, Kiana mengangkat kepala dan menemukan Juna di hadapannya dengan raut wajah datar.

Kiana mengambil botol air mineral dari tangan Juna lalu menenggaknya.

"Lain kali kalau beliin air minum yang dingin dong, atau yang ada rasa-rasanya gitu." Juna mendengus tapi mulai terbiasa dengan sikap Kiana yang seenaknya.

Juna duduk di samping Kiana, memanjangkan kakinya, sedangkan tubuhnya kini bertumpu pada kedua tangan.

"Kalau panas-panas begini lo minum air dingin yang ada lo panas dalem." Kiana mengibaskan tangannya cuek.

"Cerewet lo kayak nenek gue," Juna akhirnya tidak tahan untuk tidak menyentakan kepalanya.

"Kiana!"

Kiana terlonjak dan langsung menoleh ke arah Juna, matanya mengerjap karena kaget, "ucet, galak amat."

Melihat mata bulat Kiana yang mengerjap seketika kemarahan Juna surut, cewek nyebelin itu justru tampak polos dan menggemaskan sekarang. Rasanya Juna mau mencubit pipi gembil Kiana.

Juna menggelengkan kepala, merasa virus tidak waras Kiana kini sudah menular padanya. Akhirnya, Juna hanya menghela napas lalu bangkit.

"Udah adem, cepetan shooting lagi," baru beberapa langkah Juna beranjak cowok itu sudah berbalik lagi, "dan jangan suka panas-panasan lagi."

Kiana mengerucutkan bibirnya, mencibir Juna di belakangnya.

"Dasar cowok bawel, nggak kebayang deh yang jadi pacarnya, pasti sengsara deh."

---
A/n: Hi! Gimana? Dimas atau Juna?
Btw, banyak yang tanya kok gue suka banget bikin cerita prenjon, no, gue Alhamdulillah belum pernah ngalamin sendiri, tapi teman-teman gue sering wkwkwk
Bcs sampai saat ini gue memegang prinsip teman ya teman, gebetan ya gebetan, pacar ya pacar. Teman rasa pacar boleh, asal jangan baper beneran wkwk

Karena sesungguhnya teman-teman ku sekalian alam, kalau kalian yang cewek terjebak prenjon gue maklum, kalian mungkin cewek, jadi nggak berani ambil langkah duluan, tapi kalo kasusnya kayak Dhanu, hadeh, kalo cowoknya aja nggak berani kudu gimana hayati menghadapi kamu mas?

Tapi prenjon beda sama gantung ya, kalo gantung mah seru. Tarik ulur tarik ulur begitu talinya putus baru dikejar. Sungguh miris.

Yasudah lah ya, semoga suka, comment dong, w kan mau tau respon kalian mwa!

Cee u

Naya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro