Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

If Nug Goes

[Tika P.O.V]

Menurut kalian, apa yang kalian pikirkan pada saat mendengar kata friendzone? Ya, itu adalah hubungan yang benar-benar nyesek di hati. Meskipun pada awalnya yang dijalani hanyalah sebatas pertemanan, tetapi rasanya mereka ingin semakin dekat, tetapi pada akhirnya, ketika satu di antara mereka berdua mengungkapkan perasaannya, ternyata yang lainnya malah memutuskan untuk menjalani hubungan itu hanyalah sebatas persahabatan saja, apalagi orang lain itu malah menjalin hubungan dengan manusia sejenisku yang lainnya. Bukankah itu menyakitkan hati? Betul, sangat menyakitkan.

***

Seperti yang dialami olehku. Aku adalah seorang gadis berhijab yang kini beranjak remaja hampir menuju masa kedewasaan. Kini aku berumur 16 tahun, sedangkan beberapa minggu lagi umurku sudah mencapai yang ke-17 tahun. Oh iya, namaku Tika, kini aku duduk di kelas 11 SMA. Aku punya seorang teman cowok—maksudku sahabat, yang bernama Nugraha.

Aku dan Nugraha sudah berteman baik bahkan bersahabat sejak awal masuk SMA. Awalnya, kami hanya sekedar bersahabat biasa dan tidak menyadari bahwa sebelumnya kami bakalan saling suka satu sama lain. Namun sayangnya, aku menyadari bahwa rasa sukaku pada Nugraha sudah mulai muncul, entah mengapa bisa seperti itu.

***

Hari itu, aku sedang di kelas. Tidak ada yang menghampiriku karena ini adalah waktunya istirahat dan rata-rata mereka pada pergi ke kantin untuk makan dan sebagainya. Pada saat itu, aku sedang sibuk dengan ponsel pintarku, menunggu balasan dari Nugraha, karena aku pikir lelaki itu pasti orangnya suka membalas cepat atas pesan-pesan yang kukirimkan padanya. Tentu saja hal tersebut membuatku senang bukan main.

Tiba-tiba ... ada yang menghampiriku tanpa diundang. “Woi, Tika!” seru orang tersebut. Seketika aku langsung mendongakkan kepalaku ke arah sumber suara, ternyata ada Nugraha di sebelah kiriku. Pantasan saja dia tidak membalas pesanku barusan, itulah yang aku pikirkan saat ini.

Sekedar informasi, Nugraha itu lelaki yang baik. Dia adalah laki-laki yang memiliki tampang wajah yang tampan dan lumayan sepadan sama cowok-cowok ganteng di sekolahku. Selain itu, dia bertubuh tinggi, lebih dariku sekitar sepuluh sentimeter. Tentu saja hal tersebut membuatku ingin memanggilnya seperti “tiang listrik”.

Sudah cukup basa-basinya. Aku langsung membalas sapaan tersebut dengan berkata, “Dih, Nugraha. Tumben kau datang ke sini. Biasanya kau sibuk sehingga tidak pernah mengajakku keluar kelas.”

“Sebenarnya aku paling malas ketika harus keluar kelas pas istirahat. Jadi harap maklum ya, Beb, hehe,” ujar Nugraha sambil terkekeh. Tentu saja perkataan tersebut membuatku sangat geli akan ucapan tersebut. “Dih, aku geli padamu!” seruku kesal. Sedangkan Nugraha hanya tertawa penuh kekehan tidak tanggung-tanggung.

“Sekarang kau mau mengajakku ke mana?” tanyaku kemudian. Aku tidak ingin Nugraha menggantung pertanyaanku denagn angan-angan konyolnya itu.

Setelah beberapa saat, dia menjawab, “Aku ingin mengajakmu ke kantin. Bisa? Hitung-hitung kita hampir memasuki masa-masa mensive persahabatan kita yang ke-11. Bagaimana?” Ternyata, dia mengajakku pergi keluar kelas. Aku yang sedari tadi sendirian di dalam kelas itu hanya bisa mengangguk pasrah, berarti aku mengikuti ajakan si lelaki itu. Akhirnya, aku pergi bersama Nugraha ke kantin.

***

“Dih, kalian tahu, tidak? Cowok tinggi yang sedang sama cewek itu?”

Ternyata, ada seorang cewek yang sedari tadi membuntutiku dan Nugraha, sedangkan kami hanya terdiam saja ketika mendengar percakapan gadis-gadis lain itu.

“Iya, tahu. Memangnya ada apa dengan Nugraha?” Pernyataan tersebut tentu saja membuat Nugraha hampir syok ketika mendengar namanya itu. Sungguh sindiran yang nyata yang perlu aku musnahkan demi kebaikan Nugraha itu sendiri.

Gosip pun berlanjut mengenai Nugraha. “Mau tahu tidak? Sebenarnya cowok itu sudah menyukai cewek lain lho, tetapi mengapa dia masih saja sempat ketemu sama cewek yang tidak bermodal itu! Cewek itu tuh malah senang menyendiri di kelas daripada pergi keluar bersama teman-temannya. Bukankah dia itu cewek yang harus dihindari? Mengapa cowok mendekati cewek kalau pada akhirnya mereka akan ....”

Dugaanku salah. Mereka bukan hanya ingin membicarakan Nugraha, tetapi membicarakan diriku juga. Ingin rasanya bagiku untuk menghajar beberapa orang gadis yang sedang membicarakan kami. Sejujurnya, sifat penyendiri itu sepertinya sifat bawaanku dari lahir, jadi wajar saja jika aku bersikap seperti itu. Tetapi, mengapa kami harus dijadikan bahan gosip yang tidak henti-hentinya? Dasar penggosip.

Aku hanya menghela nafas sejenak, begitu pula Nugraha. Kami tidak mengindahkan gosip itu, justru kami melanjutkan perjalanan ke kantin, meskipun langkah kaki dari kami berdua sengaja untuk dipelankan karena ingin mendengar isu-isu bohong mengenai kami tersebut. Hingga beberapa saat kemudian, sampailah kami di suatu kantin yang terletak jauh di belakang sekolah.

***

Sesampainya di kantin ....

“Hoi, Bro!”

Seorang cowok menghampiri aku dan Nugraha yang sedang membeli suatu makanan agar bisa menikmati makan siang di saat istirahat dengan suasana yang semakin cerah dan panas. Mungkin saja, cowok itu mengenal Nugraha, tetapi tidak mengenalku karena aku sendiri tidak tahu siapa orang itu. Lelaki yang berada di sampingku sedari tadi itu membalas sapaan itu, “Oh kau. Ada apa, teman?”

Baiklah, aku hanya akan menyimak pembicaraan di antara kedua laki-laki itu, alias sebagai obat nyamuk belaka. Meskipun aku diajak Nugraha untuk duduk makan bersama di satu meja, tetapi tetap saja aku merasakan ketidakenakan ketika harus ikut nimbrung bersama kedua laki-laki itu. Mungkin saja diriku canggung, karena selama ini aku hanya memiliki satu teman cowok seperti Nugraha.

***

“Siapa sih cowok itu, Nug? Dari tadi dia ...,” ujarku tertahan. Sudah lama aku ingin menanyakan hal tersebut, tetapi sayangnya aku tidak bisa mengatakannya karena aku benar-benar kaku ketika berhadapan dengan cowok asing yang sedari tadi berada di sampingnya ketika duduk bersama dalam satu meja.

Nugraha itu menjawab, “Dia teman sekelasku kok. Namanya Thor. Cowok itu lagi ada masalah dengan pacarnya, makanya dia datang padaku untuk curhat dan sebagainya.” Begitulah penjelasan yang aku dapat dari Nugraha. Aku hanya mengangguk pelan, pertanda paham akan penjelasan singkat dan jelas itu.

“Oh begitu, ya sudah. Aku ingin ke kelasku dulu ya. Sampai nanti, Nug,” pamitku pada lelaki itu. Aku ingin membalikkan badanku untuk kembali ke kelas, tetapi sayangnya, Nugraha menahanku. Tangan kanannya berhasil menahan bahu kananku.

Aku yang merasa terkejut itu kemudian membalikkan badanku kembali untuk menghadapnya, lalu bertanya kepada lelaki itu, “Mengapa kau melakukan itu padaku? Apa kau punya masalah?”

Terlihat raut muka Nugraha yang sedikit menunjukkan raut kesedihan. Sepertinya, lelaki itu memang lagi punya suatu masalah. Hanya saja, dia tidak menunjukkannya padaku, alias memberitahukannya. Tentu saja itu membuatku penasaran akan dirinya.

“Bukannya begitu, Tik. Tetapi, aku harus menanyakan satu hal padamu,” ujar Nugraha lirih. Sepertinya dia tidak ingin bermain-main lagi dengan perkataannya itu. Setelah itu, aku langsung berkata, “Ada apa?”

Nugraha bertanya padaku, “Jika satu di antara kita ada yang jatuh cinta, apa tanggapanmu?”

Sejujurnya, itu pertanyaan yang menyakitkan bagiku. Dia menanyakan perihal jatuh cinta. Apakah aku harus menjawabnya atau tidak? Itulah yang kubingungkan selama beberapa saat. Tetapi setelah aku terdiam untuk sesaat, lelaki itu kembali bertanya, “Menurutmu bagaimana kalau aku yang jatuh cinta?”

Entah mengapa, aku sendiri terdiam dan tidak mampu untuk berkata apa. Sekali lagi dia bertanya, tetap saja aku tidak ingin menjawabnya, seakan mulutku dikunci oleh sesuatu. Setelah itu, Nugraha mengucapkan salam perpisahan untuk sementara. “Ya sudah, kalau kau tidak ingin menjawabnya. Kembalilah ke kelasmu, nanti guru mencarimu, bisa saja kau kena hukum nanti,” ujar lelaki itu lagi.

Tanpa berkata apapun lagi, Nugraha langsung pergi meninggalkanku. Setelah itu, aku menyusulnya ... ke kelasku, bukan ke kelasnya.

***

Sepulang sekolah, aku mendengar kabar burung tentang cowok itu. Kudengar kabar tersebut dari seorang teman yang bernama Lastri. “Las, kok kau bisa mendengar kabar yang seperti itu? Ceritakan semuanya padaku!"

Lastri pun menghela nafasnya sejenak, habis itu barulah dia bercerita. “Jadi tadi aku dengar bahwa sahabatmu, Nugraha, ngajak kenalan sama cewek lain. Kau tahulah ‘kan? Cewek itu genit, jadi hampir saja cowokmu itu terjerumus ke arah yang negatif, padahal aku berharapnya sih dia suka sama kamu,” jelas Lastri dengan penuh harapan akan berubahnya lelaki itu ke arah yang baik lagi.

Aku terkejut ketika mendengar kabar tersebut. Pasalnya, selama ini kurasa bahwa Nugraha itu sahabatku yang paling baik dan perhatian. Apakah aku harus menunjukkan buktinya bahwa dia selama ini tidaklah seperti yang kupikirkan? Sepertinya tidak mungkin, karena dari nada bicaranya Lastri, sudah jelas bahwa dia hampir saja mengatakan yang sebenarnya alias jujur. Seketika itu, aku ingin meyakinkannya dengan bertanya, “Apakah benar tentang apa yang kau katakan itu tadi?”

“Iya, Tik. Aku serius lho! Jangan kau kira bahwa sahabat itu selamanya berada di sisi kita! Banyak kasus tentang sahabat yang suka menusuk dari belakang, satu di antaranya mungkin saja itu kasusmu,” ujar Lastri itu lagi.

Sayangnya, aku mulai tidak percaya tentang kabar mengenai Nugraha itu. Aku langsung berkata, “Ah kau pada dasarnya ingin berbohong ‘kan? Jangan begitu. Kalau bisa, aku cari tahu sendiri mengenai Nugraha dan bertanya langsung padanya. Siapa tahu dia bakal menceritakan semuanya.” Lastri yang mendengar kata-kata tersebut hanya bisa berkata, “Tapi kau tidak tahu bahwa dia itu sudah—“

“Sudahlah Las. Aku harus pergi dari sini daripada aku mendengar kabar yang konyol itu. Aku permisi dulu,” potongku pada akhirnya. Setelah itu aku langsung pergi meninggalkan Lastri dengan sinisnya.

***

Keesokan harinya, aku menunggu kabar dari Nugraha. Pasalnya, sejak kemarin sampai hari ini dia tidak pernah mengirimiku pesan lagi. Entah mengapa firasatku tidak enak begini. Aku berfirasat bahwa jangan-jangan lelaki itu mengalami masalah di dunia nyata. Ketika kupikirkan hal tersebut, dadaku pasti terasa sesak tak berujung.

Namun pada beberapa saat kemudian, aku langsung bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Semoga saja kabar yang kudengar kemarin itu hanyalah kebohongan belaka sehingga tidak ada yang dapat dicurigakan dari seorang laki-laki seperti Nugraha.

***

Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju ke kelasku. Tiba-tiba, ketika aku sudah duduk di bangku, aku menemukan sepucuk surat tergeletak di atas meja. Tidak tanggung-tanggung, surat tersebut dibungkus oleh sesuatu berbentuk hati. Seketika itulah, aku membuka pembungkus surat tersebut dan membaca isinya. Ternyata, isi suratnya begini.

“Hai, Tik. Selamat hari mensive persahabatan kita yang ke-11. Sebagai perayaan hari jadi persahabatan kita, aku ingin mengajakmu ke restoran biasa di dekat sekolah kita. Nanti kita duduk di tempat biasa. Temui aku setelah pulang sekolah. Apa kau sanggup?”

Melihat isi suratnya, sudah jelas dia mengajakku untuk bertemu di restoran setelah pulang sekolah. Tentu saja aku menerima ajakan tersebut dan aku menantikan masa-masa itu. Semoga saja kabar tentang Nugraha yang kudapat itu tidak benar.

***

Pulang sekolah ....

Aku melangkahkan kakiku ke suatu restoran yang dekat dari sekolahku sesuai tempat yang dijanjikan oleh si lelaki yang bernama Nugraha itu. Kulangkahkan kakiku dari SMA Negeri 86 menuju ke restoran Ayam Geprek Bu Nina. Ketika aku berhasil sampai di sana, aku langsung mencari tempat duduk yang sudah ditentukan oleh Nugraha sebelumnya, yaitu di dekat kolam ikan, di mana satu meja tersebut hanya dilengkapi oleh dua kursi.

Setelah mencari tempat yang pas, aku langsung duduk di situ. Sambil menunggu Nugraha, aku berkutat pada layar ponselku, menunggu kabar dari Nugraha via chat. Setelah beberapa saat aku menunggunya, akhirnya dia sudah datang dan langsung duduk di kursi yang tersedia, menghadap ke arahku.

“Hai, Tika. Sudah lama menungguku?” sapa Nugraha pada awalnya. Aku hanya membalasnya dengan gelengan kepalaku.

Nugraha kembali melanjutkan perkataannya, “Baguslah kalau begitu. Soalnya ada yang harus aku bicarakan padamu. Ini semua tentang hubungan kita.” Seketika itulah aku langsung terkejut bukan main. Apa yang ingin dia bahas mengenai hubungan kami? Apakah persahabatan ataukah dia jatuh cinta padaku? Ah, aku saja yang terlalu pede.

“Apa yang ingin kau bicarakan, Nug?” tanyaku lirih.

“Kau tidak tahu apa yang sedang kurasakan. Sebenarnya ... kau tahulah. Aku sebenarnya suka sama kamu,” ujar Nugraha. Tentu saja kata-kata tersebut membuatku terkejut setengah mati. Kemudian lelaki itu meneruskan kata-katanya. “Sudah lama kuingin mengungkapkan semuanya, namun sayangnya aku tidak bisa. Justru aku berkenalan dengan cewek lain untuk melupakan semua perasaan itu.”

“Jadi ... apa yang kudengar selama ini benar adanya, Nug? Kau baru tahu, aku sebenarnya juga suka sama kamu! Kau tidak tahu bahwa kita sudah lama terikat dalam persahabatan ini?” sahutku kesal.

Nugraha kembali menjawab, “Aku tahu semuanya, Tik. Hanya saja, kita tidak bisa menjalani hubungan yang lebih dekat lagi.”

“Kenapa?” tanyaku lagi.

“Karena ... kau sahabatku yang harus kujaga, tidak dicampakkan dengan jalan berpacaran. Aku menyukai cewek lain, asal kau tahu. Jadi jangan salah paham dulu ya."

Beginilah kepastian mengenai hubungan kami. Hanya sahabat, bukan cinta.

Akhirnya, air mataku keluar secara spontan, lalu aku langsung beranjak pergi meninggalkan restoran itu.

"Nug, kau adalah sahabat yang aku sukai. Please don't go!"

***

By Caca

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro