Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

👑 Strawberry jam 👑

Jizca menggeser kunci pada layar ponsel pacarnya itu. Datanya di non aktifkan, dan Jizca kini mengaktifkannya. Notifikasi sangat banyak yang masuk, terutama pada line dan whatsapp nya.

Dari sekian banyak notifikasi yang masuk, hanya satu pesan yang menarik perhatian Jizca.

Ketlin: yaudah, kita putus aja.

Tenggorokan Jizca serasa tercekat, Jizca terkejut, ia mengedipkan matanya beberapa kali. Dengan cepat Jizca me- screen shoot pesan tersebut, beserta kontak Ketlin, dan mengirimkannya pada Jizca.

Ia pergi ke kamar dan menelungkupkan wajahnya diatas sebuah kasur. Devin memang hanya main-main dengannya, pikir Jizca.

Setengah jam berlalu, Devin selesai dengan Revan, ia berniat pamit dari kediaman Jizca. Waktu pun sudah hampir larut.

"Jey sudah tidur, kamu hati-hati ya pulangnya, jangan ngebut-ngebutan loh ya?" ucap Mama Jizca.

Jizca bisa mendengar percakapan mereka, mulai dari Devin yang menanyakan keberadaannya. Sampai deruan motor Devin yang kini semakin tipis terdengar, dan menghilang.

Jizca membaca ulang pesan Ketlin dan Devin. Intinya, Ketlin menyuruh Devin datang malam ini ke club biasa mereka bertemu. Ketlin mengancam putus dengan Devin jika Devin tidak datang. Tentu saja Devin tidak datang, ia sedang bersama Jizca. Dan kini, Ketlin memintaanya putus.

Jizca mencari kontak Devin sekarang, ia tidak ingin kehilangan permennya, maka ia harus menjadi pelit.

Benda tipis itu ia dekatkan ke telinga,

Kenapa nelpon?

Ucap seorang dengan suara bas yang khas di sebrang sana. Jizca menahan sesak di dadanya.

"Kamu lagi dimana?"

Dijalan, baru pulang kan?

"Jangan kemana-mana dulu, langsung pulang aja," rengek Jizca.

Devin diam, lampu merah kini berganti hijau. Ia bersiap menancap gas nya lagi.

Sampai ketemu besok!

Jizca mendengus kesal, "janji dulu langsung pulang!" mohon Jizca.

Dari telepon terdengar suara klakson, sebelum Devin berucap, "iya janji!"

Telepon terputus, Devin yang memutuskannya. Setidaknya Jizca lebih lega karena Devin sudah berjanji, meski ia tidak tahu akan ditepati atau tidak.

Devin sampai di rumah pukul 11 malam, ia melihat isi pesannya yang terlihat kacau.

Ia mengusap wajahnya kasar ketika mendapati 157 panggilan tidak terjawab dari Ketlin.

Lagi, sebuah panggilan masuk tertera pada layar ponsel Devin. Dari orang yang sama, Ketlin. Dengan cepat Devin mengangkatnya.

Jizca itu siapa?! Pelacur baru lo?

Bentak Ketlin, emosinya meluap. Terlihat dari nada bicaranya.

"Pacar gue! Kenapa?" tantang Devin.

Devin mengerutkan keningnya, dari mana Ketlin tau Jizca?

Terus lo anggep gue apa Devin?

"Lo bukan siapa-siapa gue! Lo cuma cewek mabuk yang enggak sengaja gue temuin di club dan maksa gue buat muasin semua hasrat lo! Paham?" emosi Devin terpancing kini, pikirannya kembali pada Jizca.

Sampah! Munafik lo!

Ketlin memutuskan sambungan telepon.

Ketlin selesai, Devin tidak perlu lagi berurusan dengannya.

Devin mencoba menstabilkan emosinya. Ia kemudian menelpon nomor Jizca.

Teleponnya terhubung dengan cepat, namun tak ada suara dari gadis itu. Begitupun Devin, ia belum mulai berbicara. Mereka diam beberapa saat.

"Jey?" ucap Devin akhirnya memulai.

Jizca masih diam.

"Ketlin bukan siapa-siapa gue,"

"Gak apa-apa, gue juga bukan siapa-siapa lo Vin!" Jizca sedikit terkekeh di akhir kalimatnya, kekehan palsu. Ucapan aku-kamu dari Jizca hilang. Dan Devin tau, ada yang tidak benar disini.

"Vin, sorry, gue bukan jalang kaya Ketlin. Mau putus juga?" tanya Jizca pasrah.

"Engga, lo tetep pacar gue, cepet tidur, besok gue jemput lebih pagi."

Jizca tersenyum, iapun mematikan sambungan teleponnya. Jizca menggigit bibirnya menahan isakan. Kenapa jatuh cinta pada Devin harus sesakit dan serumit ini?

Tanpa diminta, cairan hangat kini menetes di pipi Jizca, ia menghapusnya berulang kali. Ia memutuskan untuk tidur, menyimpan semua sakitnya, dan berharap hari esok lebih baik dari malam ini.

.

Paginya Devin sudah berada di kediaman Jizca, padahal jam baru menunjukan pukul setengah enam.

Jizca memakai sepatunya dengan cepat. Kemudian menghampiri Devin setelah selesai.

"Ayo," ucap Jizca antusias.

Devin memberikan helm kemudian berpamitan, rasanya lega melihat Jizca yang sudah seperti biasa.

"Kenapa harus pagi-pagi sih?" tanya Jizca kemudian menaiki motor besar milik Devin itu.

Devin tidak menjawabnya, ia menyalakan mesin motor kemudian melaju dengan kecepatan rata-rata.

Jizca duduk seraya memakan roti lapis yang dibuatkan Mama, ia tidak sempat sarapan.

"Kamu udah sarapan?" tanya Jizca memecah keheningan.

"Belum sempat," jawab Devin seadanya.

"Ihh sarapan dulu, ini aku bawa roti, mau ya?" tawar Jizca.

"Jey, ini di motor,"

"Gapapa, sini aku suapin, buka mulutnya, aaa!" Jizca memberikan sepotong roti berselai strawberry kesukaannya.

"Cepet buka mulutnya, tangan aku pegel, gak kelihatan!" protes Jizca.

Devin sedikit terkekeh, iapun menggigit roti yang Jizca pegang.

"Engga salah masuk kan Vin?" tanya Jizca terkekeh,

Sedikit menurunkan kepalanya, Devin kembali menggigit sisa roti yang dipegang Jizca. Motor yang di kendarainya sedikit oleng, namun dengan cepat Devin menstabilkannya.

Devin terkekeh setelahnya, pagi ini ia senang. Dan kali ini, Jizca melihat Devin tertawa, karena dirinya, dan itu tidak dibuat-buat atau palsu. Setidaknya membuat Devin tertawa karenanya merupakan suatu peningkatan.

Mereka sampai di sekolah tepat pukul enam. Devin mengantar Jizca sampai depan kelasnya, namun ketika di depan pintu, ia melihat secarik kertas biru di atas meja Jizca.

"Gue temenin sampai ke dalam ya?" ucap Devin yang kini berjalan di samping Jizca memasuki kelasnya, sebisa mungkin ia mengalihkan perhatian Jizca agar tidak melihat kertas tersebut.

"Jey itu yang di tempel jadwal piket ya?" Devin mencoba mengalihkan perhatian Jizca pada karton yang menempel di dinding kelas.

"Ah iya!" Jizca melirik karton yang ditunjuk Devin.

Devin mempercepat langkahnya, "nama lo mana? Kok gaada?"

Jizca kembali melirik karton tersebut, "ada kok itu yang tengah,"

Mereka sampai di depan meja Jizca. Jizca menyimpan tas miliknya di bangku. Dan Devin mengambil kertas itu, sepertinya Jizca tidak menyadarinya.

"Gue tinggal gak apa-apa ya?" tanya Devin seraya meremas kertas itu dan memasukannya kedalam saku celana seragamnya.

"Iya, makasih ya udah anter," Jizca tersenyum.

Devin membalikan badan kemudian menuju pintu keluar,

"Eh Vin!" panggil Jizca.

"Ya?" Devin menahan langkahnya.

"Pulangnya bareng?"

Devin hanya menganggukan kepalanya. Ia kembali berjalan.

Sesampainya di kelas, ia menemukan kertas yang juga berwarna biru serupa dengan yang Devin ambil tadi.

Ia membuka kertas yang sebelumnya ia remas, dan mengambil kertas di atas mejanya. Tulisan di kertas itu kali ini sama,

Masih baik-baik saja? Siap untuk kacau?

Devin tersenyum miring, "dasar pengecut!"

👑

TBC..

YEAYY BISA UP DUA KALI SEHARI!

Seneng deh,

What do you think about this chapter?

Kasi komen yang banyak, sekalian follow ig acu yuu; bellaanjni
Follback? Dm aja.

Semangatin dong, vote commentnnnnya gaiss

Bellaanjni

Bandung, 29 April 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro