👑Sorry👑
Jika sebuah rasa muncul dari sebuah makna, bisakah aku menciptakan makna dari sebuah rasa?
Jizca menutup novel yang baru saja ia baca, ia tidak mengerti apa maksud kutipan novel tersebut, namun ia tidak menghiraukannya.
Ia tersenyum sendiri mengingat kejadian pulang sekolahnya, kenapa ia bisa sesenang ini mengenal Devin? Meskipun ia tahu bahwa dirinya belum meminta maaf, tapi benar apa yang dikatakan Bella, Devin itu baik, mungkin.
Jizca masih marah dengan abangnya, ia bahkan menolak pergi ke sekolah bersama, dan sepertinya abangnya tidak terlalu memikirkan Jizca yang marah, ia terlihat biasa saja.
***
Pukul sebelas malam Devin baru sampai di rumah, ketika masuk pintu utama ia melihat ibunya sedang tertidur di sofa, wajahnya terlihat letih, kerutan di wajah wanita paruh baya itu bertambah banyak.
Devin menggendong tubuh ibunya yang terlihat semakin rapuh itu ke dalam kamar, dan mengecup kening wanita yang sangat ia cintai itu, kemudian berbalik melangkah keluar, belum sampai di depan pintu keluar, sebuah suara memanggil namanya,
"Vinn..?"
Devin menoleh, dan melihat ibunya terbangun, ia memberikan senyuman hangatnya.
"Mama kebangunin?" Devin membalasnya dengan senyum yang sama hangatnya.
"Jangan pulang terlalu malam, mama khawatir, kakak mu sakit, besok kamu antar dia ke dokter ya?" Ucap Yulia, mama Devin.
"Iya ma, mama udah makan?"
"Sudah, kamu makan sana, kamu minggu ini sudah temui Ayah?"
Raut wajah Devin kini terlihat memuram, ada sulut emosi di wajahnya. "Engga ma, Devin lagi malas,"
Yulia hanya mengangguk, "minggu depan kamu temui Ayah ya,"
Devin hanya menganggukan kepalanya, "Mama jangan terlalu mikirin banyak hal, Mama tidur ya, istirahat yang banyak," ucap Devin sebelum menghilang dibalik pintu.
Devin menaiki anak tangga untuk sampai di kamarnya, setelah sampai ia membuka kaca jendela, angin menembus pori-pori kulit wajahnya, tatapannya lurus ke depan, namun pikirannya melayang memikirkan ayahnya.
Martin Rakasenja, ayah Devin ini kini mendekam di balik jeruji besi, terjerat kasus penggelapan uang perusahaan, beberapa cabang perusahannya bangkrut dan sisanya di sita pihak berwajib. Bukan itu yang membuat Devin enggan menemui ayahnya, karena saat perusahaan milik ayahnya bangkrut dan masuk penjara, Devin, Natasha dan ibunya tidak terkena imbas sama sekali.
Martin menceraikan Yulia, yang tak lain adalah Mama Devin karena satu wanita lain, dan kabarnya, Martin menggelapkan uang perusahaan karena tuntutan mewah dari sang istri baru itu.
Sudah jelas bahwa keputusan Martin meninggalkan keluarga lamanya dan memilih wanita baru itu adalah keputusan yang salah, dan keputusan yang sangat disesali laki-laki itu.
Devin menghembuskan napasnya kemudian menutup jendela, ia membaringkan dirinya di atas kasur, lengannya ia timpakan di atas dahi dan ia terpejam.
***
"Abang ke kelas ya, tu mulut jangan manyun terus, makin jelek lo!" Ucap Revan pada Jizca di parkiran.
"Iyaaa Bang Revan yang gantengg!" Jizca menekan kata 'ganteng' dengan sengaja.
Jizca berjalan berlainan arah dengan abangnya, ia berjalan cukup santai karena ini masih pagi, ia melirik dinding di sisi kanan dan kiri yang di penuhi lukisan-lukisan menarik.
"Heh lo berhenti!" Ucap seseorang di belakang Jizca,
Jizca pun berhenti dan menoleh ke belakang, tiga orang senior bertubuh ideal menghampirinya, yang tengah yang paling cantik.
"Ada apa?" Jizca berucap imut seperti biasanya.
"Gausah so imut lo!" Ucapnya semakin mendekati, koridor masih sepi, satu dua orang murid yang melewati melihat mereka, di SMA ini sudah biasa jika ada murid baru yang di labrak kakak kelas, sudah tidak aneh lagi.
"Kakak mau apa?" Tanya Jizca yang kini mengerutkan dahinya.
"Lo masih baru disini! Gak usah kecentilan! Pake di anter jemput Revan segala!" Ucap senior itu,
"Emangnya kenapa? Kakak siapanya?"
"Gue calon pacarnya Revan! Paham lo?"
Jizca menahan tawanya namun tidak sanggup, "hahahahahahaha!" Tawa Jizca pecah seketika.
"Mana dia mau sama cewek kaya kakak!" Tambah Jizca setelah tawanya mereda.
"Heh! Kurang ajar ya lo! Lo sama gue jelas cantikan gue kemana-mana!" Senior itu naik pitam karena ulah Jizca,
"Cantik sih! Tapi kayaknya bego, di sekolahin gak berpendidikan, miris!" Jizca tersenyum miring lalu berbalik kembali melangkah,
"Berani ya lo sama gue?" Senior itu menarik tas yang melekat pada punggung Jizca sehingga langkah Jizca tertahan.
"Kenapa? Senior-senior kaya kakak tuh harus di lawan, kalo bisa musnahin sekalian, biar gak besar kepala! Disini juga semua murid sama-sama bayar! Gak usah berlagak so-soan paling berkuasa kak," Jizca berucap tenang, murid-murid mulai berdatangan, beberapa dari mereka menonton bahkan merekam videonya.
Pelabrakan sudah biasa, tetapi ada murid baru yang melawan seniornya, mungkin itu bisa menjadi tontonan baru.
"Jaga mulut lo ya!" Senior itu menunjuk tepat di depan wajah Jizca.
"Siap!" Ucap Jizca datar, ia kembali berbalik, namun sebuah tangan mencekalnya,
"Lo siapa ha?" senior itu terlihat benar-benar marah, wajahnya memerah, dua senior di sampingnya ikut-ikutan memelototi Jizca.
"Saya Jizca Adaraisa, kalau perlu, tanya sama cowok yang kakak kagumi itu, siapa saya." Jizca berbalik dan melangkah menuju anak tangga, beberapa murid yang menonton tampak melongo, sementara senior tadi kembali ke kelasnya dengan wajah yang merah, baru kali ini dia di lawan oleh anak baru, padahal selama dua tahun terakhir tidak ada yang berani melawannya.
"Jizca!"
Lagi-lagi Jizca berbalik menoleh kebelakang, "hai!" Jizca tersenyum, Devin menyusul langkahnya menaiki anak tangga,
"Ehh iya ini," Jizca membuka resleting tasnya lalu memberikan sebuah toples yang di dalamnya terdapat cupcake imut.
"Apa?" Devin menaikan sebelah alisnya,
"Cupcake!"
"Ya gue tau, dalam rangka apa lo ngasih gue kaya gini?"
"Minta maaf, kita temenan aja, gue bosen di bully sama lo,"
Devin terkekeh, "thanks!"
"Awwhh!" Jizca meringis ketika dari arah depan ada dua orang cewek yang menabrak bahunya,
"Sorry," ucap cewek itu tersenyum, palsu.
Cewek itu melihat Jizca dari atas sampai bawah kemudian melihat Devin, "hai Vin, kok jalan sama topeng monyet sih?" Tanya cewek itu kemudian terkekeh,
Tangan Jizca sudah gatal ingin menampar mulut cewek itu,
"Kalo dia topeng monyet lo apaan? Kutil biawak ha?" Devin berucap dengan nada sejahat-jahatnya, dan Jizca tidak kuat menahan tawanya, "hahahaha kutil biawak haha!"
Cewek itu mencebikkan bibir lalu kembali melangkahkan kakinya,
"Itu temen sekelas lo Vin?" Tanya Jizca melihat punggung cewek itu yang mulai menjauh.
"Bisa jadi, gue lupa, tapi dia kenal gue jadi kemungkinan iya,"
"Lo jahat banget sumpah!" Jizca kembali terkekeh,
"Gue belok ya!" Devin berbelok ke arah kanan sementara Jizca masih berjalan lurus, ia menatap ke lapangan, beberapa siswa bermain basket disana, sepertinya kelas 12.
Senyum di bibir Jizca tidak hilang, ia menunggu sampai cowok itu masuk ke kelasnya dan hilang di balik pintu.
Eh eh, tadi itu Devin belain gue?
Senyum di bibir Jizca semakin merekah, ahh pagi yang sempurna, dengan orang yang hampir sempurna.
👑
TBC..
Heyoooo queen cantik sudah menulissss..
Maaf ya kalo ceritanya bosenin, jangan jadi silent reader dong nanti queen sedih,
Queen merasa jatuh cinta sama Devin:)
Apa nanti di ending Devinnya berjodoh sama queen aja ya.
Ahh king Devin.
AYO VOTE COMMENT ATAU WAJAH KALIAN QUEEN UBAH JADI KUTIL BIAWAK?
Bandung, 11 maret 2018.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro