Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sin

Benci ku bukan tanpa alasan, ada luka yang sangat dalam, luka yang sangat membekas, jika diibaratkan, bagaikan sebuah paku yang menancap pada sebuah papan, walaupun paku itu dicabut, bekas di papan itu tidak akan pernah hilang.


"Gue mau putus!" ucap Jizca masih dengan nada kelewat tajam.

Devin sedikit terkejut mendengarnya, "lo gak boleh ngomong kaya gitu." Ia menangkup pipi Jizca yang memerah, kemudian mengusap air matanya.

Jizca memejamkan matanya, ia tahu ini hanya emosi sesaat. Devin memeluk gadis itu cukup erat, tangannya mengusap puncak kepala Jizca pelan, "maafin gue," bisiknya lagi.

"Gue maafin, asal lo jawab satu hal dengan jujur!" balas Jizca kemudian mengurai pelukannya.

"Kenapa lo gak mau putus? Bukannya selama ini gue cuma jatuh cinta sendirian? Bahkan gue gak tau hati lo buat siapa?"

Devin tidak suka membahas tentang perasaan, karena cowok yang terlalu banyak mengungkapkan perasaan, biasanya tidak didukung dengan bukti, hanya omong kosong belaka. Ia selalu bisa memegang ucapannya, maka dari itu, lebih baik ia diam daripada harus menjadi seperti kebanyakan cowok lainnya.

"Fine," jawab Devin memulai.

"Pertama, hilangkan persepsi tentang lo yang jatuh cinta sendirian! Karena nyatanya gue sama, Gue sayang sama lo, Jizca Adaraisa!"

"Dimana letak sayang lo ke gue?"

"Ada Jey," Devin memejamkan matanya sejenak, "gue emang gak bisa nunjukin itu secara terang-terangan," lanjutnya.

Jizca menundukan kepalanya, mungkinkah ia berlebihan?

"Terserah," ucap Jizca pasrah.

"Sekarang lo makan ya?"

Jizca menatap Devin sebentar kemudian menganggukan kepalanya. Devin memberikan makanan yang dibawakan Natasha, kemudian menunggu Jizca makan seraya memainkan ponselnya. Iseng, ia membuka instagramnya, tidak pernah ia memposting satu fotopun, namun notifikasinya selalu penuh. Baik yang mengiriminya pesan atau menandainya dalam sebuah kiriman.

Baru saja Bella membuat snapgram dengan Rangga, mereka mengenakan seragam basket dan terlihat siap untuk bertanding.

Tanding?

Devin mengerutkan keningnya.
"Astaga! Gue ada jadwal tanding!" Devin menepuk Jidatnya, Jizca melirinya sebentar kemudian kembali fokus makan.

"Lo ke lapang aja, nanti gue nyusul," ucap Jizca bernada dingin, namun Devin bersyukur setidaknya Jizca sudah mau berbicara lagi padanya.

"Engga," balas Devin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Kenapa?"

"Habis ini kita pulang ya," ucap Devin kemudian memasukan ponselnya ke dalam saku celananya.

Jizca menghela napas kemudian membereskan tempat makannya, tangan Devin tergerak untuk memegang dahi Jizca, suhu tubuhnya tidak sepanas ketika ia pingsan.

Jizca mengganti bajunya di toilet UKS, dan Devinpun melakukan hal yang sama setelah Jizca selesai. Mereka langsung menuju parkiran, sepanjang perjalanan hanya suara radio yang terdengar. Jizca merasa canggung, berbeda dengan Devin yang terlihat tenang dan bias saja.  Akhirnya Jizca memejamkan mata, bersender pada pintu mobil, badannya terasa lebih baik namun kepalanya tetap berdenyut, kejadian pagi tadi masih terngiang di kepalanya, apalagi ketika dengan terang-terangan Ketlin mencium Devin di depannya, membuat hati Jizca kembali tergores.

Cairan bening itu kembali jatuh di pipi Jizca, ia segera mengusap pipinya, tanpa isakan sedikitpun. Matanya memanas meskipun sudah ia pejamkan, rasa kantuk kini hinggap, tak lama setelah itu Jizca tertidur pulas.

Devin sampai di kediaman Jizca dan melihat gadis itu sedang tertidur. Ia menatap wajah Jizca tanpa berkedip, kemudian menyelipkan rambut Jizca ke belakang telinganya. Devin tersenyum samar dan menyenderkan kepala Jizca ke bahunya. Rangkulan tangan Devin tidak terlepas, iapun memejamkan mata, dan melakukan hal sama dengan yang Jizca lakukan.

Tinn..!

Suara klakson mobil membuat Devin terbangun dari mimpinya, ia menyalakan mesin mobil kemudian memajukan sedikit letak mobilnya. Jizca ikut terbangun ketika mesin mobil dimatikan. Gadis itu melirik jam tangan yang dikenakan Devin kemudian membulatkan matanya.

"What?!  Jam lima?" tanyanya tidak percaya, Devin melirik arloji yang dikenakannya, "gue langsung pulang ya?" tanya Devin datar.

Jizca melepas seatbeltnya, "okey hati-hati!" ia turun dari mobil kemudian masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu mobil yang di kendarai Devin keluar dari pekarangan rumahnya.

Ayah Jizca telah sampai, ia kemudian mengeluarkan sebuah kertas yang terselip di map kerja miliknya.

"Jey, minggu depan kamu ada acara?" tanya Ayah menghampiri gadis semata wayangnya.

"Bentar." Jizca terlihat berpikir, kemudian ia menjentikan jarinya. "Enggak ada, kenapa Yah?" tanya Jizca penasaran.

"Minggu depan kamu ikut Ayah ke acara undangan teman Ayah ya? Mereka semua pamer anaknya,  kasihan kalau mereka tidak sempat melihat putri cantik Ayah!" Ayah mencubit pipi Jizca.

Jizca tertawa kecil, "oki doki!"

***

Devin memarkirkan mobilnya di garasi, pintu rumahnya terbuka, ia menduga ada tamu ke rumahnya, mungkin teman kerja Mama Devin, ia melangkahkan kakinya masuk, dan saat itu juga langkah kakinya mendadak terhenti.

"Haha ngapain disini? Ngemis?" ucap Devin jelas tawanya berupa sindiran tajam.

Natasha yang tengah duduk kini mengalihkan perhatian kepada adiknya yang tidak tahu tatakrama itu.

Semuanya diam, tidak menanggapi perkataan Devin yang emosinya masih sangat tempramental itu.

"Pecundang kok dimasukin rumah sih Nath!" Devin berucap seraya menaiki anak tangga menuju kamarnya, tidak ada sedikitpun penyesalan dalam dirinya, ia bahkan belum merasa puas dengan yang diucapkannya.

"Sebaiknya saya pergi sekarang," ucap pria paruhbaya yang kini beranjak dari tempatnya duduk.

"Maafin sikap Devin Pah!" ucap Natasha mewakili,

Pria itu hanya tersenyum tipis, namun jelas hatinya sangat sakit, "tidak apa, dia benci saya, itu salah saya, jangan pernah salahkan Devin." Pria itu menepuk bahu Natasha,

Devin keluar dari kamarnya, "Mama dimana?" tanya Devin pada Natasha.

"Di kamar!" Natasha masih tidak suka terhadap sikap Devin yang membenci ayahnya sendiri,

Dengan langkah cepat Devin menuju kamar ibunya, ia membuka pintu dan melihat bahu ibunya terguncang. Pahit kini kembali menyeruak pada diri Devin, ia benci melihat ibunya menangis, bisa ia pastikan ibunya kini sedang menangis.

"Bilangin sama Ayah lo! Jangan pernah hadir di keluarga ini lagi! Pergi aja ke neraka sekalian! Biadab!" emosi Devin tersulut,

Pria yang baru sampai di pintu gerbang itu kini menunduk menutup matanya, sebenci itukah Devin terhadap ayah kandungnya?

Mata Natasha berkaca-kaca, "jaga omongan lo Devin! Dia Ayah lo! Seberapa buruk dia, lo tetep harus hormatin dia! Darah yang ngalir di tubuh lo itu darah dia! Dan lo gak bisa menyangkal itu!" suara Natasha bergetar, air matanya jatuh. Ia bingung terhadap banyak sisi. Disatu sisi memang yang berhak disalahkan adalah ayahnya, karena memang ia akar dari semua masalah yang kini menyeruak kembali. Namun disisi lain, Devin tidak sepantasnya berkata demikian pada Ayah kandungnya sendiri.

Devin tertawa getir, ia menyesali darahnya adalah keturunan pria yang kini sangat ia benci. Devin benci bukan tanpa alasan, ada luka yang sangat dalam di diri Devin, luka yang sangat membekas, bagaikan sebuah paku yang menancap pada sebuah papan, walaupun paku itu dicabut, bekasnya tidak akan pernah hilang.

***
TBC

Aaaa queen lama banget nulis part ini, gapapa lah yaa yang penting up! Jangan bosen nungguin key?

Queen bentar lagi mau UKK, tapi gak akan fokus UKK kayanya, gatau deh, kalo mood bakal serius kalo engga yaa, gapapalah yaa

Vote komennya dong readers yang cantik dan ganteng!

Bellaanjni

Bandung, 11 Mei 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro