Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Memory

Ketlin menghampiri Devin dan dengan tiba-tiba ia merangkul leher cowok itu, kemudian menciumnya. Tepat saat itu, air mata Jizca jatuh dan penglihatannya kembali menjadi jelas.

Dengan cepat Devin menjauhkan bahu gadis itu, iapun sama terkejutnya dengan Jizca. Ketlin mabuk parah. Terbukti, kini ia sedang tersenyum miris. Ada sebersit rasa kasihan dari Devin yang kini melihat kondisi Ketlin.

Jizca membalikan tubuhnya, kemudian berlari menghindar. Sementara Ketlin kini mengambil kunci mobilnya. Dengan cepat gadis itu mengemudikan mobil, mobil yang dikendarainya tidak stabil. Devin inisiatif mengikuti mobil Ketlin, khawatir terjadi apa-apa padanya, karena saat ini Ketlin sedang tidak sepenuhnya sadar.

Jizca berlari terlalu jauh, langkahnya melambat ketika ia sampai di sebuah kawasan yang belum pernah ia lewati sebelumnya. Ia melirik keadaan sekitar, kawasan ini masih sepi. Baju yang ia kenakan basah, dan angin berhembus cukup kencang. Ia kedinginan, namun tubuhnya yang menggigil tidak ia hiraukan. Hatinya jauh lebih sakit dari apapun. Bak di hantam godam secara bertubi-tubi, Jizca kini kembali menangis. Tangannya memeluk erat dirinya. Pikirannya kacau. Lagi-lagi Jizca berpikir, sakit rasanya mencintai seseorang yang hatinya entah untuk siapa.

Ponsel Jizca tertinggal di dashboard mobil Devin. Jizca kini hanya menatap jalanan yang sepi dari atas sebuah jembatan layang. Matanya menatap lurus kedepan namun pikirannya melayang entah kemana, ia tersenyum miring.

Poor Jizca!

"Kalau mau bunuh diri jangan disini! Tanggung, monas sekalian!"

Jizca langsung melirik ke sumber suara, dilihatnya seorang cowok yang memakai baju yang tak asing Jizca lihat. Baju yang sering Devin kenakan juga. Yup, sebuah baju basket tanpa lengan dengan logo almamater sekolahnya.

"Masih inget gue?" tanyanya.

Jizca masih bungkam kemudian kembali menatap mobil dan motor yang sesekali melintas.

Cowok itu menarik nafasnya dalam kemudian berdiri di samping Jizca, melakukan hal yang sama; menatap jalanan dibawahnya.

"Cewek jelek kalau nangis," ia menyerahkan sebuah sapu tangan berwarna biru laut pada Jizca.

"Thanks!"  Jizca menolaknya.

"Gue duluan ya! Basket tanding hari ini disekolah, nonton ya!" ucapnya kemudian berbalik.

"Tunggu!" Jizca menahan langkah cowok itu.

Cowok itu hanya mengangkat dagunya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Jizca datar.

"Setengah lima, lo bakal telat kalau jam segini belum berangkat, Jakarta macet keras!" ia sedikit terkekeh.

Jizca menganggukan kepalanya. Cowok itu kini meneliti Jizca dari atas sampai bawah. Kemudian ia memgeluarkan sebuah jaket dari dalam tasnya.

"Baju lo basah, pake! Nanti masuk angin tau rasa lo!" ia melemparkan jaketnya pada Jizca yang langsung ditangkap gadis itu.

"Thanks!  Again!" Jizca tersenyum samar, sementara cowok itu melambaikan tangannya.

Hati Jizca kembali seperti teriris, cowok yang tidak ia kenal saja bisa sangat baik padanya. Tapi Devin? Pacarnya sendiri, bahkan ia seperti tidak peduli padanya. Terbukti bahwa Devin lebih memilih mengejar Ketlin yang ugal-ugalan dibanding dirinya.

Sampah!

Jizca tidak peduli sekarang, tidak tampil teaterpun ia tidak peduli. Dipikirannya, Jizca hanya ingin kembali ke rumah.

***

Devin menghentikan mobilnya ketika Ketlin sampai di apartemen dengan kondisi selamat. Ia memastikan sekali lagi bahwa gadis itu tidak membahayakan dirinya. Setelahnya, Devin kembali memutar balik arah mobilnya, mencari Jizca pada tiap sudut. Bukannya Devin lebih memerhatikan Ketlin dibanding Jizca, tapi jika melihat situasi, nyawa Ketlin sepertinya diambang pintu, gadis itu ugal-ugalan dengan kondisi mabuk berat. Yang membuat Devin terpaksa memastikan keselamatannya.

Pandangan Devin teralihkan ketika melihat sebuah ponsel diatas dashboardnya. Ponsel itu bergetar menampilkan sebuah panggilan masuk.

Bang Revan

Devin menolak panggilan yang masuk. Kemudian ia membuka galeri Jizca, Devin tersenyum samar melihatnya. Ia kemudian beralih pada memo, ia penasaran bukan tanpa sebab. Sebabnya karena memo itu terletak pada folder favorit, tidak biasanya.

Banyak catatan catatan kecil di memo itu, seperti catatan tugas atau yang lebih menarik perhatian Devin adalah disana terdapat sebuah folder dengan emoji 'love'.

Devin Akrasaf Rakasenja.

Cowok yang tiba-tiba narik perhatian gue gitu aja. Cowok yang selalu menuhin pikiran gue entah karena apa. Dia beda.

Devin tersenyum samar, kemudian melihat file lainnya.

Haha, dia suka bercanda?  Calm down Jey!  Jangan baperan, dia suka sama SAHABAT lo!  Bukan lo!

.

Aaaaaa!  I can't describe the day! God! Am i dreaming? Devin nembak gue? Secepat ini? Tapi kenapa? Gue tau kok lo punya maksud Vin.

.

Nyatanya, dia bukan buat gue. Raganya sama gue, tapi perasaannya entah buat siapa, well, gue jadi tau gimana rasanya jatuh cinta sendirian.

.

Hari ini, ada yang ngajakin gue main game, awalnya gue pikir hanya orang iseng, but itu surat bener-bener ditunjukin buat gue, dengan nama lengkap, firasat gue buruk! Hoho can't you show your self babe? Looser!

.

Devin mengerenyitkan keningnya, jadi Jizca sudah dapat surat itu? Pikir Devin.

Devin kembali menyimpan ponsel itu, hari semakin siang, sang fajar mulai menampakan kembali wujudnya, namun Jizca belum juga terlihat.

Pukul setengah enam Devin kembali ke sekolah, ia memberikan makanan kemudian rasa penasarannya muncul, terhadap siapa orang yang tadi pagi ia lihat masuk ke kelasnya dan kelas Jizca.

Dengan cepat Devin menyusuri koridor kelas, dan membuka pintunya. Namun ada yang aneh disini, diatas mejanya tidak terdapat apapun, tidak ada surat atau teror seperti biasanya. Devin mengeceknya beberapa kali, namun hasilnya sama. Tidak ada apapun disana.

Ia kemudian beralih pada kelas Jizca, hasilnya nihil, baik meja Devin atau meja Jizca, tidak ada hal yang aneh disana. Padahal sebelumnya Ia yakin, bahwa orang itu yang selalu memasukan surat padanya. Namun karena tidak ada bukti, iapun sedikit menghilangkan prasangka itu.

Devin kembali menyusuri koridor, berniat mencari Jizca lagi, namun seseorang menahan bahunya.

"Cewek lo nangis, entah lo apain, yang pasti, dia semakin bodoh dengan pikirannya, bahkan buat ngenalin gue pun engga," ucap seorang cowok berpakaian seragam basket, Rangga. Ketua basket SMA Gerbang.

"Dimana lo liat dia?" tanya Devin bernada sinis,

"Gak usah lo cari dia, mungkin dia udah terjun bebas ngehadepin cowok kaya lo! Karena nyatanya, lo lebih milih Ketlin dibanding dia!"

Devin menatap mata cowok itu tajam, kemudian kembali berjalan, apa Jizca menceritakan kejadiannya pada Rangga? Jika tidak, darimana Rangga tau penyebab Jizca menangis?

***

TBC..

Hehe, ig: bellaanjni

Komen yang banyak, sedih ih makin sini komennya menipis

Bellaanjni

Bandung, 7 mei 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro