👑dibalik Jeruji 👑
Tak apa jika aku masih jatuh cinta sendirian, lagipula perasaan yang tidak terbalaskan itu bukanlah suatu kesalahan atau ketidak adilan, melainkan sebuah kesempatan yang belum sempat tersempatkan.
👑
"Hmm, kalau pancake?"
"Martabak manis."
"Kalau Taylor Swift?" tanya Jizca dengan senyumnya.
"Kim Nabella."
Jizca langsung tersedak mendengarnya. Dengan cepat Devin memberikannya minum.
"Pelan-pelan," ucap Devin yang kini mengambil dua lembar tisu.
"Ya, thanks!" Jizca mengambil tisu yang diberikan Devin.
Jizca menghabiskan makanannya secepat mungkin. Ia ingin segera pulang dan mengeluarkan semua emosinya. Juga melampiaskan semua sesak yang kini hinggap.
"Ada lagi?" tanya Devin setelah keluar dari tempat makan.
"Langsung pulang aja," jawab Jizca datar.
Hujan telah berhenti sekitar lima menit lalu. Menyisakan genangan sedikit berlumpur pada jalanan. Devin melajukan motornya lebih hati-hati. Waktu menunjukan sekitar pukul delapan malam, dengan tenaga yang tersisa, Jizca dapat tetap duduk tegap. Meskipun tubuhnya letih ingin segera mendapat perhatian air dingin dan kasur yang empuk.
Devin menghentikan motornya tepat di depan kediaman Jizca. Lampu rumah itu sudah menyala, Jizca tebak, Ayah dan ibunya pasti sudah pulang dari bogor karena sebuah sedan merah kini terparkir di halaman depan rumah Jizca.
"Masuk dulu Vin?" tanya Jizca seraya melepas pengait helm dengan susah payah.
"Enggak usah." Devin kembali menyalakan mesin motornya, kemudian melaju dengan kecepatan sedang. Tanpa salam perpisahan.
Jizca menunggu sampai motor besar itu hilang di pandangan. Ia tersenyum miris pada dirinya, mengingat kejadian tadi. Jizca pikir pasti Devin sedang memikirkan Bella, karena tadi, dengan cepat Devin menyuarakan nama gadis itu.
Dan ya, Tak apa jika aku masih jatuh cinta sendirian, lagipula perasaan yang tidak terbalaskan itu bukanlah suatu kesalahan atau ketidak adilan, melainkan sebuah kesempatan yang belum sempat tersempatkan, Batin Jizca.
Jizca masuk ke dalam rumah, hatinya ia kuatkan sendiri. Sebisa mungkin ia menstabilkan emosinya.
"Hello my sweety darling!" sambut Mama Jizca ketika Jizca membuka pintu.
"Mamii!" teriak Jizca lalu memeluk mamanya erat.
Mama mencium kening Jizca, "cepet bersih-bersih, Mama kangen, kita makan malam bareng," ucap Mama lembut.
Dengan cepat Jizca menganggukan kepala lalu melepaskan pelukan ibunya. Ia berjalan menuju kamar mandi, bergegas untuk membersihkan diri.
Setelah selesai Jizca langsung menuju ruang makan, banyak makanan kesukaan Jizca sudah tersaji di sana, termasuk mochi isi kacang favoritnya.
"Mama bilangnya tiga hari, tapi kok malah seminggu sih?" Ucap Jizca kemudian menggeser kursi, membenarkan tempat duduknya.
"Mama sama Ayah ada urusan lain Jey," ucap Mama seraya memberikan sepiring nasi putih pada Jizca.
"Betah banget tinggalin Jey sama Bang Evan." komentar Jizca lagi.
Mama hanya tersenyum menanggapinya.
"Oh iya Van, habis ini kamu mau lanjut ke mana?" tanya Ayah santai.
"Pengen ke Milan Yah," jawab Revan kemudian memotong buah apel.
"Ihh jangan jauh-jauh!" protes Jizca kemudian mengerucutkan bibirnya.
Ayah tertawa, Revan tertawa.
Suasana malam ini terasa hangat. Canda tawa terlukis dan hadir di tengah mereka. Keluarga kecil yang bahagia.
***
Devin melajukan motornya berlawanan dengan arah pulang. Ia menyusuri jalan menuju tempat yang enggan ia kunjungi. Ia berhenti di depan sebuah gedung berwarna putih. Napasnya ia tarik panjang. Keringatnya menetes di dahi ketika ia sampai.
Ia melepas helmnya kemudian menuju pintu utama gedung. Seorang satpam yang membawa sebuah pentungan menghampiri seraya tersenyum.
"Ada perlu apa Mas?" tanyanya berusaha ramah.
"Kunjungan rutin," ucap Devin santai, padahal baru kali ini ia datang mengunjungi tempat ini, setelah sekian lamanya.
Devin berjalan menuju pintu utama, seorang polisi berkepala cepak memerhatikan gerak-geriknya. Ia mengisi daftar tamu dan formulir keterangan.
"Silahkan tunggu di ruang tunggu Mas, orang yang anda akan temui segera saya panggil," ucap salah satu polisi yang kini memegang formulir yang sebelumnya Devin isi.
"Terimakasih!" angguk Devin.
Ia melirik jam putih di tangannya, ponsel Devin bergetar ketika ia sedang menunggu. Ponselnya berkedip memunjukan sebuah pop up chat.
Jizca: Kamu suka Taylor Swift?
Devin menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan seringai yang muncul.
Suka. Balas Devin singkat.
Jizca: Kenapa?
Cantik.
Lagi-lagi ia menahan bibir bawahnya untuk tidak tersenyum.
Tak lama ponselnya bergetar lagi.
Cantik mana sama aku?
Kini Devin terkekeh pelan, sendiri.
Cantik dia.
Kali ini ponsel Devin kembali bergetar, beberapa kali.
Dia siapa?
Bella?
Devin mengerutkan keningnya.
Jarinya ia urungkan untuk membalas ketika seorang pria berpakaian narapidana masuk dengan seorang polisi di belakangnya.
"Waktu jenguk saudara 15 menit, semua percakapan akan kami sadap!" tegas polisi itu memperingatkan.
Polisi itu keluar lalu menutup pintu ruangan.
Tangan Devin mendingin, tenggorokannya seakan tercekat untuk mengucapkan sepatah kata. Ruangan kini berselimut canggung. Pria di hadapannya tersenyum kaku, kemudian mendekat dan membuka tangannya untuk memeluk Devin, namun Devin enggan, ia menolaknya.
Pria itu kemudian duduk di hadapan Devin.
"Kamu sudah besar!" ucapnya dengan sebuah senyum yang terukir.
"Sudah, hasil jerih payah mama," ucap Devin dingin di iringi senyuman miring di akhir kalimatnya.
"Mama mu apa kabar?" tanyanya penasaran.
"Sangat baik," Devin masih beku.
"Natasha? Dia pasti cantik, benar?"
"Iya, anda benar," jawab Devin terlalu santai.
"Maafkan Ayah..," ucapnya kemudian menunduk.
Hati Devin terasa sakit mendengar ucapan yang keluar dari bibir pria tersebut. "Saya sudah tidak punya Ayah, mungkin ada, tapi saya tidak menginginkannya lagi,"
"Ada apa kamu kesini?" tanya Ayah Devin yang kini mendekam di jeruji besi, masa tahanannya hampir berakhir.
Devin mengeluarkan sebuah kertas berukuran seperempat kertas hvs, berwarna rose gold menarik.
"Mama akan menikah enam minggu kedepan." Devin menyodorkan kertas undangan di tangannya.
Pria itu sedikit kaget mendengarnya, terlihat dari raut wajahnya yang berubah seketika, ia berdehem pelan untuk menutupi rasa terkejutnya.
"Natasha tau anda keluar dari sini kurang dari satu bulan lagi, Dia memaksa saya memberikan ini, saya harap Anda tidak usah datang," ucap Devin tajam.
Pintu ruangan terbuka. "Waktu jenguk anda sudah habis, silahkan meninggalkan ruangan!" ucap seorang polisi kemudian kembali memasang borgol di tangan Ayah Devin.
Devin bangkit dari duduknya.
"Saya pasti datang!" ucap Ayah Devin kemudian mengikuti perintah polisi untuk kembali berjalan.
Devin tidak menggubrisnya. Ia tidak peduli.
Ia kemudian membuka kembali ponselnya. Benda tipis itu kini telah berada di telinganya setelah devin menghubungi nomor seseorang.
***
Jizca menguap seraya memandangi layar ponselnya. Tak ada balasan lagi dari orang yang ia tunggu. Matanya sayu seakan tidak kuat menahan kantuk yang hinggap. Perlahan kesadarannya mulai hilang, sedikit demi sedikit.
Drtt... Drtt.. Drt...
Jizca meraba-raba ponsel dengan kesadaran yang tersisa. Tiba-tiba matanya membulat. Kesadarannya kembali 100℅ setelah melihat nama seorang yang kini tertera di layar ponselnya.
Dengan cepat ia menekan tombol hijau.
Dia, lebih cantik. Ucap Devin singkat.
Baru saja Jizca akan membuka mulutnya, telepon dimatikan Devin.
Jizca mendengus kesal.
Devin kini memakai helmnya, bersiap menuju club malam favoritnya, sekedar menghilangkan penat dengan meminum segelas atau dua gelas anggur.
Baru saja ia menyalakan mesin motor, ponselnya kembali bergetar. Menampilkan sebuah pop up chat masuk lagi.
Jizca: aku tungguin kamu loh, hampir ketiduran. Kamu telpon, aku seneng, eh kirain mau bilang selamat malam atau selamat tidur, taunya jawab yang tadi. Selamat malam Devin, Jangan lupa peluk Mama sebelum tidur, dia penat.
Hati Devin sedikit terenyuh membacanya. Ia kembali menekan tombol panggilan pada nomor yang baru saja mengiriminya pesan.
Tak lama, panggilan pun terhubung.
"Selamat malam, selamat tidur, Jizca!" lagi, Devin menelponnya kemudian memutuskan panggilan secara sepihak. Ia mematikan ponsel kemudian memasukannya kedalam saku. Menyalakan mesin motor dan bergegas menuju rumah, mengurungkan niat sebelumnya.
Disisi lain, Jizca tersenyum tidak bisa tidur, berisik oleh suara detak jantungnya sendiri.
👑
I love you!
Ig: Bellaanjni
Maaf lambat up! Yg follow ig aku pasti know why!
Bellaanjni
Bandung, 18 April 2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro