Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Visit

>> Song Pick by jihansyahranie thanks Ji ^^
.
.
.
Anggap aku double up sama kemarin ya hahaha. Makasih sama kalian yang perhatian. Ini bukan part maksain tapi tabungan part yang udah ada.
.
.
.

Vote bila mampu

Desahan panjang bersama peluh yang membanjiri tubuh menyertai suasana paginya. Jika pikiran kalian sedang travelling pada hal yang tidak-tidak, maka tolong segera hentikan. Karena Jihye saat ini sedang membersihkan rumah, jenis pekerjaan yang memang cukup mudah, tetapi membutuhkan energi yang sangat besar.

Sejak pukul tiga dini hari, dia sudah bangun dan mulai melakukan aktifitasnya. Hari ini Sabtu, Jihye dan Yoongi berjanji pada Sunhee akan berkunjung ke rumah besar.

Apartemen sudah rapi dan bersih, sarapan pagi sudah tergelar di atas meja, dirinya pun sudah mandi dan berganti pakaian. Tugasnya sekarang adalah menyiapkan air hangat untuk sang suami dan membangunkannya.

Apa yang terjadi setelah insiden tenggelam di bathtub dangkal itu? Yang dilakukan Jihye adalah bermain petak umpet. Sebanyak mungkin dia menghindari kontak mata dengan Yoongi dan bagian lucunya setelah menyiapkan air hangat di bathtub, dia akan menyetel jam beker dan menyimpannya di atas nakas samping tempat tidur Yoongi, sementara dirinya segera berangkat ke kantor dengan bus.

Jihye menahan napas seiring tungkai yang berayun ke arah tempat tidur, menyetel jam beker sehati-hati mungkin agar tidak menimbulkan suara. Namun, rupanya sikap seperti itu harus berakhir, karena tiba-tiba saja Jihye mendapati tubuhnya memantul di atas ranjang dengan Yoongi menindihnya membangun kurungan.

"Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini, hm?" Suara serak khas bangun tidur merangsek masuk rungunya meminta penjelasan.

Yoongi menguncinya, mencekal kedua tangan Jihye di sisi kepala, sedang sorot sehitam jelaga itu menatap sang gadis penuh tuntutan.

"A-aku tidak akan membiarkan poin 6 itu terjadi lagi di antara kita," ucap Jihye berusaha bersikap wajar, "mungkin bagimu itu hal biasa, tetapi tidak bagiku Min Yoongi-ssi."

Pria itu belum melepaskan kunciannya. "Bukannya saat itu kau bilang, kau sering melakukannya?"

Bulir bening kini mulai berkumpul di pelupuk Jihye. "Aku mohon ...," lirihnya. Lagi-lagi gadis itu memperlihatkan kelemahannya. Kuncian itu mengendur seiring Yoongi yang beranjak dari atasnya, mendengkus.

"Aish ... apa menangis itu senjatamu, eoh? Setelah kejadian itu kau bahkan tidak bertanya apa-apa lagi dan lebih memilih bersikap konyol seperti ini." Tanpa Yoongi sadari intonasinya meninggi, dia kesal dengan sikap Jihye, terlebih tidak suka dengan pengabaian gadis itu terhadap dirinya.

Jihye hanya menunduk, meremas ujung dress-nya dalam geming, berusaha mengatur napas yang sedari sesak akibat dari bulir bening yang berlomba memenuhi pelupuknya. Di sebelahnya Yoongi mengacak surai kasar, semakin gusar dengan diamnya Jihye.

"Baiklah akan aku jelaskan," ucapnya tak sabaran karena melihat Jihye yang tampak semakin tertunduk. "Malam setelah kejadian konyol itu, kau pingsan. Aku memakaikanmu pakaian." Melihat reaksi Jihye yang memekik tertahan Yoongi langsung menambahkan, "aku tidak melihat dan menikmati tubuhmu. Lagi pula kau seharusnya berterima kasih, kalau tidak, mungkin kau sudah masuk angin." Jihye masih menunduk.

"Jangan lupakan kau yang terus-menerus mengigau tidak mau ditinggal, jadi aku membiarkanmu tidur di ranjang mewahku, Mengerti? Tidurmu juga tidak mau diam, malah menghilangkan guling pembatas dan sibuk memelukku erat. Aish ... penaltimu benar-benar banyak." Yoongi menjelaskan dengan sikap defensif yang begitu kentara. Sungguh dia tidak menyukai berada di posisi layaknya penjahat di sini.

Netra cokelat besar itu mengerjap, meloloskan satu bulir bening yang memang sudah tidak bisa dibendung. Ada semu yang mulai merambati kedua pipinya tatkala wajah polos menggemaskan itu meneleng ke arah Yoongi. "Jadi, a-aku ... k-kita tidak ...."

Yoongi mengangguk dan langsung kembali menampilkan wajah datarnya. "Memangnya tampangku seperti penjahat kelamin, apa?"

Pria itu mencondongkan tubuh, menarik laci yang terdapat di nakas dan mengeluarkan 6 buah kartu yang bertuliskan penalti. Jihye merasa Yoongi benar-benar mempersiapkan agreement ini dengan sangat matang. "Ini kartu penalti. Ada enam pelanggaran yang kau lakukan. Seperti yang sudah kita sepakati aku bisa memakai kartu ini kapan saja dan tanpa bantahan."

Jihye tampak pasrah, tetapi kemudian bertanya poin apa saja yang telah dia langgar.

"Poin 1, 2, 3, 4, 5 dan 7," jawab Yoongi enteng.

Jihye mengangguk. Namun, tiba-tiba memekik kaget. "Tunggu! Poin 5? Apa maksudmu?" Tentu gadis itu mempertanyakan karena poin 5 itu berbunyi walau tanpa didasari rasa cinta, kedua belah pihak harus menjaga kesetiaan selama pernikahan berlansung.

"Kau kedapatan bermesraan dengan pria lain." Yoongi mengucapkan hal itu dengan raut tidak terbaca.

Jihye mengernyit. "Aku? Dengan siapa? Aku tidak ...."

"Karyawan yang level ketampanannya jauh di bawahku, di kantin menepuk-nepuk pundakmu dan kau sering tertawa dengannya. Apa itu bukan pelanggaran, eoh?" potong Yoongi sengit.

Kernyitan di kening Jihye semakin dalam mencoba mengingat siapa saja karyawan yang sering berinteraksi denganya. "A-apa maksudmu ... Minhyuk?"

Yoongi mengedikkan bahu tak peduli. "Mana aku tahu? Tidak penting, yang pasti kau sudah kedapatan berselingkuh dan 6 kartu penalti ini akan aku gunakan dengan senang hati."

Jihye berdecak. "Aku tidak menerima kalau kau sebut aku berselingkuh hanya karena mengobrol dengan lawan jenis. Astaga ... apa kau cemburu Min Yoongi-ssi?"

"Kau tidak sadar, ya? Kalau pria itu sering sekali mencuri pandang dan tersenyum di belakangmu?" Jeda Yoongi sambil tertawa remeh. "Dan kau jangan terlalu percaya diri menyebutku cemburu, kau bukan tipeku," imbuhnya.

Masih dengan decakan, Jihye merebut satu kartu yang berada di tangan Yoongi. "Sudah aku bilang kau juga bukan tipeku, 'kan? Dan aku benar-benar protes jika hal itu kau sebut selingkuh." Jihye berjalan cepat mencapai pintu meninggalkan Yoongi yang sudah siap dengan argumennya.

"Yak, yak, yak ... Seo Jihye-ssi, aku belum selesai bicara dan air di bathtub-nya ini sudah dingin .... kau mau kena penalti lagi, eoh!" Yoongi berteriak berharap gadis itu akan muncul lagi di kamarnya. Namun, harapannya sia-sia.

Pria itu terkekeh geli. Seo Jihye kau ... membuatku gila.

***

Suasana hati gadis itu sedikit membaik, di dalam mobil menuju rumah besar beberapa kali Yoongi memulai konversasi yang Jihye timpali dengan hati ringan, memang bukan konversasi manis layaknya pasangan pengantin yang baru memulai romansa indah menjalani bahtera rumah tangga. Hanya sebatas tolong pindahkan frekuensi radionya ke lagu up beat, hal sederhana seperti itu sudah membuat Jihye senang, setidaknya tidak ada obrolan tak berfaedah yang selalu membuat hatinya dongkol.

Sudah setengah jalan Yoongi mengemudikan Mercedez Benz-nya, saat tiba-tiba netra gadis itu tergerak oleh sesuatu dan langsung menuntut Yoongi untuk memberhentikan laju mobilnya.

"Bisakah kau menghentikan mobilnya?" pinta Jihye dengan penuh semangat.

"Wae?"

"Sebentar saja."

Sejurus kemudian Jihye segera berlari mendekati seorang wanita tua penjual jeruk, entah apa yang mereka bicarakan, gadis itu terlihat begitu bersemangat dengan sesekali membentangkan senyumnya, tak ayal hal itu menerbitkan kuriositas di diri Yoongi. Pria itu turun dari mobil dan memperhatikan apa saja yang tengah dilakukan Jihye.

"Aku akan membeli semuanya dan membawa dua dus saja. Nenek akan membantuku membagikannya? Aku akan menuliskan di sini, jeruk gratis silakan ambil lima buah setiap orang. Bagaimana?"

Wanita tua itu tidak menjawab tetapi memeluk Jihye erat disertai tangisan lirih penuh syukur. "Mungkinkah kau malaikat yang diturunkan untuk menjawab doaku, Nak."

Gadis itu mengerjap lantas menepuk punggung wanita tua itu lembut. "Aku bukan malaikat, Nek. Aku hanya gadis biasa yang mencoba menolong."

kedua tangan keriput itu menangkup kedua pipi Jihye. "Semoga hidupmu bahagia selalu, Nak."

"Terima kasih, Nenek juga, ya."

Jihye segera mengangkat jeruknya ke dalam mobil yang langsung diprotes Yoongi. "Ya! Apa-apaan kau ini?"

"Aku ingin memasukkan jeruk ini dan membawanya sebagai oleh-oleh ke rumah besar."

"Kau ingin mengotori mobil mahalku dengan jeruk murahan seperti itu, eoh?"

"Ish ... lagi pula jeruknya manis. Aku akan membawanya dipangkuanku, jadi tidak akan mengotori mobilmu sama sekali, ok?"

"Kenapa kau mau repot seperti ini?"

"Kau harus tahu, kau akan merasa hatimu menghangat sesudah menerbitkan senyuman pada wajah orang lain."

Yoongi hanya mengedikkan bahu mendengar jawaban Jihye.

***

Jihye tidak menyangka bahwa kedatangannya ke rumah besar disambut oleh sebuah acara. Terdapat berstan-stan makanan dengan hiasan bunga menyebar di bagian hall rumah itu. Setelah diselidiki ternyata itu pesta Choi Minkyung yang akan mengadakan reuni dengan para istri rekan bisnis suaminya dulu.

Tidak mendapati siapa pun dalam hall, Jihye berjalan ke arah dapur guna menyimpan jeruk yang dia bawa. Menyerahkannya pada asisten rumah tangga sekaligus menanyakan keberadaan Sunhee.

"Nyonya besar tadi saya lihat ke arah danau, Nyonya," jawab salah satu pegawai yang sedang berada di dapur. Jihye mengangguk lantas segera berbalik untuk menemui Sunhee. Di perjalanan gadis itu bertemu dengan Minkyung yang memberikan aura penyambutan tidak ramah sama sekali. Jujur, bahkan sejak awal dirinya menginjakkan kaki di rumah besar, Jihye sudah tahu bahwa wanita paruh baya dengan tatapan angkuh itu tidak menyukainya.

"Ah ... kau sudah datang, Jihye-ya. Sebaiknya nanti kau bergabung sebentar di acara reuni-ku, akan aku kenalkan kau dengan teman-temanku," ucap Minkyung dengan nada cenderung dingin disertai ulasan senyum yang bahkan tidak sampai mata.

Jihye membungkuk sopan, mencoba abai pada tengkuknya yang meremang akibat rasa kelewat dingin yang dipancarkan ibu mertuanya itu. Kalau saja dia tidak mengetahui silsilahnya mungkin Jihye akan menyangka bahwa Minkyung itu benar ibu kandung Yoongi, karena vibe yang menguar dari sikap mereka sama-sama sedingin es.

"Nae, Eommonim," jawab Jihye sesopan dan selembut mungkin.

Masih dengan tatapan dingin dan tajam, wanita paruh baya itu melewati Jihye menuju dapur, dan baru saja gadis itu membalikkan badan untuk melangkah. Terdengar teriakkan Minkyung. "Astaga, jeruk macam apa ini. Buang! Kita tidak biasa memakan buah-buahan yang dibeli di sembarang tempat."

"Baik Nyonya," jawab salah satu pegawai yang tadi berbicara dengan Jihye.

"Pastikan, buah itu tidak menampakkan diri di pestaku. Astaga, murahan sekali persis seperti yang membawanya." Gerutuan Minkyung tentu saja merangsek masuk ke dalam rungu Jihye yang kali ini berdiri di balik tembok yang terhalang.

Apa yang di dengarnya sungguh menyakitkan, tetapi Jihye berusaha tegar dan mulai membalikkan tubuh hendak melanjutkan apa yang tadi menjadi tujuan saat sebuah tangan menelusup mengisi ruas-ruas jarinya.

"Ayo kita ke danau menemui nenek." Manik pekat itu menatapnya teduh terkesan sedang menahan ledakan emosi Jihye dan itu tentu membuat gadis itu yakin seratus persen kalau Yoongi mendengar apa yang dikatakan ibu tirinya di dapur. Sungguh Jihye tidak suka dikasihani, tetapi siapa yang akan menolak jika sikap sang suami yang biasanya dingin itu terlihat melunak.

"Kau melanggar poin 6, Yoongi-ssi," ucap Jihye lirih.

"Aku menggunakan kartu penaltiku kalau kau berpikir begitu," jawabnya enteng dengan tatapan lurus ke depan masih menggenggam tangan Jihye erat.

"Apa kau kasihan padaku?"

"Kau tahu apa peraturan penggunaan kartu penalti, 'kan? Diam dan turuti semua mauku tanpa bantahan."

***

Persiapan pesta sudah rampung, Sunhee yang kelelahan karena menghabiskan waktu nyaris seharian dengan Jihye memilih tidak bergabung dalam pesta, sementara sang cucu menantu kesayangannya memilih untuk hadir sebentar demi menghormati permintaan sang ibu mertua.

Jihye tidak berpikir sampai sejauh ini, tetapi keberadaan stylist di kamarnya yang membubuhkan make up pada wajah di depan cermin itu menandakan bawah pesta kalangan atas memang tidak pernah main-main. Semuanya harus serba sempurna, dari mulai make up, dress dan perhiasan benar-benar membuat penampilan Jihye setara dengan seorang dewi.

Masih dengan tangan yang dibebat, Sunhee menarik Yoongi ke dalam kamar, memaksa cucu kesayangannya itu untuk melihat apa yang membuat dia sangat senang.

"Kau harus melihat betapa cantiknya istrimu ini."

Barangkali, respons yang diberikan Yoongi sangat terpeta jelas di mata Sunhee. Untuk beberapa saat geming lebih mendominasi di ruangan itu seakan bilah tipisnya sulit untuk berucap, binarnya mencerminkan takjub akan presensi wanita di hadapannya.

Dress berwarna dusty pink yang membungkus tubuh sempurna Jihye seakan membungkam segala bentuk standarisasi wanita cantik menurutnya. Telisiknya begitu dalam hingga Jihye merasa tidak nyaman. Namun, dibalik itu semua, ada satu hal yang lagi-lagi harus Yoongi akui.

Jihye sangat cantik melebihi Yuri-nya.

Hayolooohh bukan tipenya nih ... yakin???

Lanjut jangan???

Btw ini tampilan cincin dan tangan bantet Jihye ya ... hehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro