Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. That day


*

**

VOTE dan KOMEN bila MAMPU 


***

BTW lagi musim angin ya, selain coronceu naik lagi ... stay safe kalian ^^



Sebulan lalu, apa yang dikatakan dr. Kim cukup membuat suasana hati Yoongi saat itu menjadi buruk. Kesehatan sang nenek yang mengalami penurunan terutama pada bagian daya ingat membuatnya mau tidak mau harus bersiap untuk mengemban tugas tertinggi di Min Geum Corp.

"Ini baru gejala awal, tetapi aku menyarankan agar Nyonya Min segera pensiun dari dunia kerja untuk menghindari beban kinerja otaknya. Sudah waktunya kau menjadi pimpinan, Yoon." Kim Junho--sahabat sekaligus dokter pribadi keluarga Min--menepuk pundak Yoongi pelan lantas melenggang ke arah coffee maker di sudut ruangan.  

Yoongi memijat pelipisnya dan mendengkus kasar, membayangkan beban baru yang benar-benar berat itu. "Apa tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya?"

"Demensia tidak bisa disembuhkan, hanya bisa diperlambat. Sebisa mungkin hindari segala sesuatu yang membuatnya stress. Bahagiakan dia, ikuti semua keinginannya dan jangan pernah tinggalkan dia sendiri."

Kepala Yoongi kian berdenyut. "Salah satu syarat menjadi pimpinan adalah menikah. Aku belum siap, begitu pun Yuri."

"Apa kau akan membiarkan Jimin menggantikan posisimu, eoh? Kau lihat sendiri bagaimana dominasi ibunya di rumah besar."

"Jimin juga belum menikah," bela Yoongi.

"Anak penurut seperti Jimin tentu akan mengikuti apa yang dikatakan sang ibu, aku yakin Choi Minkyung akan melakukan apa pun agar posisinya kuat." Kim Junho mengaduk dua cangkir kopi di hadapannya lantas memberikan salah satunya pada Yoongi. "Aku hanya memperingatkanmu sebagai seorang sahabat," imbuhnya.

Yoongi membayangkan wanita bernama Choi Minkyung itu tertawa di atas kertas-kertas saham Min Geum Corp dan langsung bergidik ngeri. Kenapa juga sang ayah--Min Haejun--harus melakukan affair dengan sekretaris pribadinya hingga mengandung seorang anak. Menurut cerita Pak Ong--mantan tangan kanan sang ayah yang kini menjadi tangan kanannya--keadaan di rumah besar saat itu sangat kacau, sampai-sampai untuk menutupi aib keluarga Min, wanita itu dinikahkan dengan pria bermarga Park supaya anak itu memiliki nama keluarga. Setahun setelah ibu kandung Yoongi meninggal, Min Haejun menikahi Minkyung dan membawa wanita itu beserta anaknya--Jimin--masuk ke rumah besar.

Pengingat yang baru saja dilontarkan Junho tentu saja benar, sejak kematian sang ayah tiga tahun lalu, tensi perusahaan meningkat terlebih karena bergabungnya Choi Minkyung ke dalam perusahaan sebagai pemegang saham sebanyak dua puluh persen. Jangan lupakan posisi Jimin yang memegang divisi keuangan, sungguh sangat meresahkan. Maka, sekuat dan selama apa pun Jimin berusaha untuk akrab dengannya, sekuat dan selama itulah Yoongi membangun benteng permusuhan di antara mereka.

***

Sapuan kuas semesta di ufuk barat kini berwarna jingga, mengantarkan sang perkasa Helios untuk bertukar peran dengan si anggun Artemis. Namun, seindah apa pun pertukaran itu tidak berhasil mengundang pria yang kini berkutat dengan tumpukan berkas itu untuk menoleh ke arah jendela yang menjadi latar belakangnya.

Matanya memicing penuh konsentrasi mempelajari berlembar-lembar proposal yang dikirimkan beberapa perusahaan untuk proyek terbaru. Minggu ini benar-benar sibuk karena tugas yang biasa diemban oleh sang nenek kini dibebankan ke padanya untuk sementara.

Drrt ... drrt ....

Sebuah notifikasi pesan muncul pada benda pipih miliknya, mengundang birai tipis itu terangkat ke atas. Sungguh, pesan itu bisa menjadi salah satu alasan untuknya beristirahat  sejenak.

Yoon, bisakah kau meluangkan waktu untukku malam ini, sebentar saja? Pukul delapan di kafe biasa?

Isi dari pesan tersebut sedikit banyak menyentil relungnya. Bagaimana tidak, sudah seminggu ini dia tidak menemui wanita yang sudah setahun ini menghiasi hidupnya, bahkan untuk berbagi pesan pun dirasa sulit karena padatnya jadwal yang harus dia tuntaskan.

Tentu, Sayang. Aku akan selesaikan pekerjaanku malam ini dan menginap di tempatmu, ya?

Ya.

Jawaban singkat dari sang kekasih itu membuatnya tertawa getir dan menyadari bahwa kesibukkannya mulai membentangkan jarak di antara mereka. 

Yoongi benar-benar bekerja keras hari itu, menyelesaikan pekerjaan demi sang kekasih yang tengah merajuk meminta perhatian.

Menghenyakkan punggungnya nyaman di sandaran kursi, Yoongi melirik laci di pinggir meja kerja lantas menarik pegangannya dan mengeluarkan sebuah kotak biru berlapis kain beludru. Ucapan Junho benar-benar membuatnya berpikir keras dan ya, sekarang mungkin saat yang tepat untuk melamar sang kekasih. Sudut bibirnya terangkat ke atas membayangkan sang kekasih akan terharu menerima kejutan lamaran ini.

Jalanan menuju kafe tempat janji temunya begitu lengang seolah menyegerakan pria itu untuk melepas rindu. Hanya butuh dua puluh menit, Yoongi sudah berhasil  memarkirkan mobilnya di pelataran parkir lantas bergegas masuk ke dalam kafe.

Wanita itu tampak anggun dengan balutan dress berwarna peach dengan rambut wavy yang tergerai cantik membingkai wajahnya.

"Sudah lama?" tanya Yoongi, mendaratkan kecupan singkat di pipi sang kekasih.

"Baru lima menit yang lalu." Bae Yuri mengulas senyum menatap Yoongi dengan tatapan sulit diartikan.

"Mian, aku akhir-akhir ini sangat sibuk sampai kurang waktu untukmu." Tangan pucatnya merangkum jari-jemari Yuri yang secara perlahan ditarik wanita itu. Tentu hal itu membuat Yoongi menautkan kedua alisnya. "Jagi-ya?"

"Maafkan aku, Yoon ...." Wanita itu menunduk, berusaha menjeda kata-katanya lantas menghirup napas panjang seakan mencari keberanian atas apa yang akan dia ungkapkan. "Aku ingin mengakhiri hubungan kita."

Rasanya seperti musim dingin datang lebih awal, bentangan senyum yang semula terpeta seiring luruhnya rasa rindu yang menumpuk itu kini hancur tersapu badai salju. Yuri sukses membuatnya terkejut bukan main, wajah pucat itu memaku menatap sang kekasih, menunggu ucapan atau sikap lanjutan seperti aku hanya bercanda atau wanita itu akan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi lucu Yoongi. Namun, Yuri tampaknya bersungguh-sungguh kali ini.

"Aku ingin kita putus, Yoon." Manik  dengan softlens berwarna hazel itu menatap Yoongi tanpa keraguan.  

"K-kau pasti bercanda, Jagi." Yoongi menolak percaya dan kembali merangkum jari-jemari Yuri yang lagi-lagi ditepisnya.

"Aku bosan, kau terlalu sibuk, setahun hubungan kita, aku tidak merasakan adanya cinta. Maafkan aku." Tanpa ada kalimat lanjutan, wanita itu pergi meninggalkan Yoongi yang diam terpaku menatap punggung sang kekasih menjauh. Gelombang kejut yang menerpa lewat silabel yang mengudara itu sukses membuatnya bergeming. Rasa sakitnya mulai menyeruak pada ceruk relung, menyisakan asap kelewat pekat yang mulai membuat perih kedua pelupuknya.

Yuri ... apa benar tidak ada kebahagian yang kau rasakan saat bersamaku? Apa selama ini aku mencintai sendirian?

***

Gadis itu berjalan gontai menyusuri pagar pembatas tepi  jembatan Banpo dengan kedua pundak merosot bersama dengan dengkusan kasar yang mengiringi setiap langkahnya. Kelelahan? Tentu. Hal seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari Jihye dan hari ini adalah puncak dari segalanya. Kerja kerasnya selama tiga bulan di restoran cepat saji harus terhenti karena kebijakan perusahaan yang memangkas pengeluaran dengan pemecatan pegawai. 

"Kalian akan menyesal memberhentikan karyawan kompeten sepertikuuu!" Jihye berteriak mengeja setiap nama binatang demi mengeluarkan segala kelesahnya tanpa sedikit pun malu pada beberapa pasang mata yang menatap. "Lihat saja, aku akan sukses suatu hari nan ... aww!"

Seseorang melemparkan sesuatu tepat ke kepalanya membuat gadis itu gusar setengah mati. Dia membalikkan badan menatap satu per satu orang yang berada di sekitar, memicing dengan tatapan tajam lantas melirik benda apa yang dilemparkan padanya. 

Sebuah kotak berwarna biru tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri, dengan tautan alis yang semakin dalam, tangan lentik itu meraih benda tersebut dan membukanya.

"Aigoo!" Sebuah cincin sederhana bermata biru tersemat di dalam kotak itu, "indah sekali, tetapi ini milik siapa?" Mengedarkan pandangan berusaha mencari pemilik cincin itu, Jihye berakhir tersenyum dan berasumsi bahwa si pemilik cincin memang membuang benda tersebut. "Pasti bukan cincin mahal, kan? Ah ... andai saja seseorang melamarku di Santorini dengan cincin seperti ini." Gadis itu terkikik geli lantas memasangkan cincin itu di jari manisnya. "Yes I do," ucapnya lirih pada pria imajiner di hadapannya.

Setelah puas tertawa sendiri, gadis itu segera menarik benda pipih di saku mantelnya dan mengetik sebuah pesan pada seseorang.

Jingoo-ya kalau ada yang membutuhkan supir pengganti malam ini, tolong hubungi aku. 

Kenapa? Kau kehilangan pekerjaan lagi, eoh.

Tidak usah banyak tanya! Aku pusing.

Meminta pekerjaan dadakan pada Jingoo--tetangga sekaligus sahabat baiknya--yang berprofesi sebagai bartender memang tidak pernah mengecewakan, setiap harinya selalu ada seseorang yang minta dicarikan supir pengganti karena terlalu mabuk. Jihye sering melakukan pekerjaan ini, terlebih saat dirinya benar-benar membutuhkan uang tambahan.

***

"Mana orangnya?" Jihye segera pergi ke kelab itu saat Jingoo mengabari ada yang membutuhkan supir pengganti.

Jingoo menggerakkan dagu menunjuk ke arah pria dengan mansuit hitam yang tampak sangat kacau dengan tubuh terkulai di table bar. "Sepertinya dia orang kaya, pasti dia akan membayar dengan ongkos mahal."

"Kau terbaik, Jingoo-ya, gomawo," ucap Jihye menyengir memainkan jempol dan telunjuknya membentuk hati untuk pemuda itu.

"Memang," jawabnya memainkan kedua alisnya naik turun.

"Bantu aku angkat dia ke mobil." 

Susah payah Jingoo dan Jihye membopong pria itu ke dalam mobil dan tentu di sini Jihye harus menelan salivanya. 

"Mobil mewah ... bagaimana aku mengemudikannya, eoh? Kenapa orang kaya seperti dia bisa tersesat sampai ke kelabmu. Aigoo ... dan ini ... Min Yoongi ... tempat tinggalnya pun di kawasan elit, astaga ... jiwa miskinku meronta," ucap Jihye histeris sambil menatap kartu nama yang diberikan Jingoo padanya. 

"Yak! Kau ini kenapa berbicara terus seperti nenek-nenek, siapa tahu dia jodohmu 'kan, dan aku telah mengantarkan jodoh untukmu agar kau tidak jadi perawan tua," jawab Jingoo asal.

"Aish, pikiranmu itu terlalu jauh. Lagi pula ada kau yang tidak akan membiarkan sahabatmu yang cantik dan memesona ini jadi perawan tua, 'kan?"

Jingoo memukul kening Jihye. "Dasar konyol." Kedua sahabat itu tertawa. 

Penuh kehati-hatian Jihye mulai menjalankan mobil, sesekali maniknya melirik pria pucat di jok belakang yang terus-menerus meracau. "Yuri jangan tinggalkan aku."

"Tuan Min, apa harus seperti ini putus cinta? Lihatlah dirimu, kau sangat tampan pasti banyak yang mengantri setelah ini. Kenapa malah menghancurkan diri dengan mabuk-mabukkan." Jihye berusaha mengeluarkan tips panjang lebar cara mengatasi patah hati, yang tentu saja tidak didengarkan Yoongi. 

Sampai di basemen apartemen, susah payah Jihye membopong tubuh Yoongi dengan cara mengalungkan salah satu tangan kekar itu di pundaknya. Terseok-seok dengan peluh yang mulai bermunculan membanjiri pelipis, Jihye masih harus menimpali setiap racauan pria itu dengan jarak wajah yang terbilang terlampau dekat. 

"Ja ... gi ... sa-sarang ... hae ... hik ...."

"Nado, nado," ucap Jihye tak sabaran. "Unitmu di lantai berapa, Tuan?" Tak mendapat jawaban, Jihye meminta bantuan pada sekuriti di sana yang dengan senang hati mengantarnya sampai ke lantai 17--tempat unit pria itu berada. 

Butuh waktu cukup lama hingga akhirnya Jihye berhasil membujuk pria itu menekan password unitnya. Hati-hati gais itu melepaskan Yoongi yang langsung terhenyak di atas sofa empuk di ruang tengah, lantas mulai kebingungan dengan cara apa pribadi itu akan membayarnya. 

Jihye terduduk seraya berpikir, tidak mungkin 'kan dia mengeluarkan dompet pria itu lalu mengambil uangnya, itu sangat tidak sopan. Setelah terpekur cukup lama akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan tulisan yang menyebutkan nomor rekening agar pria itu mentransfer biaya jasanya. Merasa idenya brilian Jihye membentangkan senyum dan berbisik pada pria itu. "Semoga harimu setelah ini indah, Tuan Min. Jangan lupa transfer aku banyak-banyak, ya." 

Jihye bangkit, berniat untuk pulang saat Yoongi meraih pergelangan tangannya. Demi apa pun, Jihye merasa jantungnya mencelus ke dasar perut saat mendapati Yoongi sudah mengurung dirinya. "Yuri ... kau menerima lamaranku, kan? Kau bahkan memakai cincinnya. Gomawo ...." Manik sehitam jelaga itu menatap Jihye dengan tatapan sendu membuat gadis itu mematung dengan beberapa kali meneguk saliva.

Tangan pucat Yoongi mengelus lembut wajah Jihye lantas menautkan jari-jemari mereka dan mengecup punggung tangan gadis itu dengan senyum getir yang merontokkan hati siapa pun yang melihat.

Oke, ini tidak baik bagi sebuah organ yang bersemayam di dada kirinya. Perlahan Jihye berusaha membebaskan diri dari kungkungan pria itu, memosisikan diri di sebelahnya, tersenyum dan berkata lirih, "Kau harus istirahat."

"Jangan tinggalkan aku," pinta Yoongi.

"Tidak akan."

Ini kemanusian tidak pakai nafsu, Jihye berusaha meyakinkan diri.  Tertegun menatap pribadi rapuh yang kini masih mengaitkan jari-jemarinya, Jihye tidak tega meninggalkannya begitu saja. 

Maka dengan niat kelewat suci. Jihye memilih menemani Yoongi di sana, yang tentu saja keputusan itu akan berakhir kacau pada pagi harinya, karena nenek dari pria itu tiba-tiba datang dan memintanya menjadi cucu menantu keluarga Min. 

Gimana masih mau lanjut? Udah agak jelas dong ya skr

Sudahkah VOTE dan KOMEN

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro