Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

59. Start Again (LAST)

"Ke-kenapa kita ke sini?" Itu adalah sebuah pertanyaan sekaligus konversasi pertama yang mengudara di dalam mobil.

Jihye melihat sekeliling, mengamati basemen tempat Yoongi menghentikan mobilnya. Dia terlampau hafal dengan tempat ini. Tempat yang begitu banyak menghadirkan kenangan. Basemen dari sebuah apartemen tempatnya dan Yoongi menghabiskan masa pernikahan dulu.

"Hye, maaf kalau kau tidak keberatan kita istirahat dulu di sini, sepertinya Jiyoon memerlukan tempat tidur yang nyaman."

Menatap sang putra yang kini tertidur pulas karena kenyang menyusu, Jihye mengangguk setuju. Yoongi pun mengangguk, mengulas senyum tipis yang Jihye tahu benar tidak sampai matanya.

Pria itu keluar dari mobil dan membuka pintu untuk sang wanita seraya mengambil alih Jiyoon. Di balik wajah yang kembali datar itu Jihye tetap bisa menerima kehangatan karena satu tangannya yang terbebas dari menahan tubuh Jiyoon, menggenggam tangan Jihye begitu erat walau tanpa sepatah kata pun terlontar.

"Selamat datang kembali," ucap Yoongi lirih seraya menyibak pintu di depannya.

Luasan apartemen itu masihlah sama, tetapi ketidakberadaan beberapa barang dan ornamen di sana sedikit banyak mengundang tanya di benak Jihye.

Beberapa lukisan tampak hilang dari tempatnya, hanya ada satu foto pernikahan mereka yang masih terpajang apik di dinding ruang TV. Jihye tentu saja menarik asumsi bahwa telah terjadi sesuatu di tempat ini.

"Aku akan tidurkan Jiyoon di kamar," ucap Yoongi seraya mengusap lembut punggung Jiyoon."

"Biar aku pakaikan pelapis tambahan dulu di kasurmu sebelum kau tidurkan Jiyoon." Jihye membuka tas peralatan sang anak dan mengeluarkan alas ompol bergambar robot lalu cepat-cepat memasangkannya di sana.

Setelah keduanya menatap sang buah hati yang tampak pulas dengan kebanggaan tersirat begitu dalam, kedua pasang netra itu bersirobok dalam geming seolah saling bersahutan melemparkan kata dalam sorot mereka. Jihyelah yang pertama kali memutus tatapan.

"Kau punya minuman yang aman bagi ibu menyusui tidak?" ucapnya berusaha membawa intonasinya dalam bisik yang masih bisa terdengar seraya menarik tangan Yoongi agar keluar kamar.

"Eh? A-apa?" kata Yoongi sedikit terperanjat atas apa yang Jihye lakukan, tetapi mengikuti langkah sang wanita ke luar kamar.

"Apa kau punya minuman yang aman bagi ibu menyusui?" ulang Jihye membalikkan tubuh, menatap lurus ke arah Yoongi dengan senyum yang tiba-tiba tampak begitu menggoda di mata sang pria.

"Ah, itu ... minuman, ya? Ada teh, cokelat, uhmmm--"

"Boleh aku pinjam dapurmu?" potong Jihye.

"Tentu."

Reminisensi manis itu kini kembali terpeta di hadapannya, kala Yoongi memilih mendaratkan bokong di atas kursi, berpangku dagu sambil menatap bagian belakang tubuh Jihye yang kini sibuk mengolah bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.

Suara pisau yang bersinggungan dengan permukaan konkret di bawahnya kala mengiris bawang menjadi backsound keheningan yang tercipta di sana. Diam-diam ada pilu yang menyusupi relung Yoongi yang membuat pelupuknya mengembun.

Sementara di sisi lain, Jihye tak kalah tersiksanya, bagaimana letak semua peralatan dapur itu masih dia ingat dengan jelas dan masih berada di tempat yang sama. Beruntung, dia sedang mengiris bawang jadi dia dapat mengkambinghitamkan isak yang sekonyong-konyong dia udarakan.

"Kau kenapa, Hye?" tanya Yoongi saat mendengar isak dari tubuh gemetar Jihye.

"Perih sekali, astaga!" seru Jihye sambil tertawa di tengah tangisnya, "bawangnya membuat mataku perih." Jihye segera menyeka air mata itu dengan punggung tangannya sesekali meloloskan tawa yang terlihat semakin bertambah aneh. Yoongi sampai turun tangan karena Jihye masih saja terus mengucek matanya.

Jari-jemari dengan otot maskulin itu segera meraih kedua sisi wajah Jihye, mengesat bulir bening yang mengalir di sana dan meniupnya perlahan. "Kalau perih lebih baik kalau kita delivery makanan saja, bagaimana?" ucapnya dengan tatapan sendu berusaha menyelami manik cokelat Jihye yang masih setia mengeluarkan muatannya.

"A-aku tidak apa-apa kok," ucap Jihye masih mempertahankan tawa kikuknya.

"Kau itu tidak pintar berbohong, Hye. Sini aku peluk," ucap Yoongi seraya membenamkan sang wanita dalam pelukannya.

Kalau dibeginikan Jihye bisa apa? Karena memang jiwa kurang belaiannya kian meronta saat apa yang dia butuhkan selama ini akhirnya terwujud.

Terlebih pelukan senyaman rumah yang Yoongi berikan saat ini benar-benar melecut sisi emosionalnya.

Jihye merindukan semuanya, momen manis yang terajut di tempat ini seakan mendesaknya untuk mengingat semua hal. Ya, semua hal tanpa terkecuali. Setiap tawa, desah, rajuk, cemburu hingga tangis dan memilih pergi kini membawanya membenamkan diri semakin dalam di dada pria itu.

"A-aku mengingat semua kenangan di tempat ini," ucap Jihye tergugu dengan tangan melingkar erat di pinggang sang pria.

Yoongi tidak mampu menimpali selain menggerakkan tangannya di punggung Jihye lembut karena kini relungnya pun tengah membadai.

"Ma-maaf aku cengeng sekali."

Cukup lama mereka berpelukan, saling menguatkan dalam balutan afeksi dan berakhir Jihye mengurainya saat menyadari sesuatu di bawah sana ada yang mengeras.

Bisa tidak itu tidak bereaksi, gagal romantis ini.

Jihye mendongakkan wajah menatap lurus Yoongi dalam tautan alis begitu dalam seolah sedang mempertanyakan perihal yang di bawah sana.

"Euhhmm ... sepertinya delivery saja lebih baik. Mau kubuatkan espresso? Atau teh?" Jihye memilih menghindari posisi tidak nyamam itu dari pada mereka akan berakhir dengan melakukan adegan iya-iya.

Yoongi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mengumpat dalam hati atas reaksi si junior yang tak tahu malu. "A-aku bir kalengan saja," ucapnya lirih seraya berjalan mundur dan menyahut ponselnya, "mau pesan apa?"

"Ayam goreng," ucap Jihye bersemangat.

Jadi, sementara mereka menunggu delivery ayam goreng. Jihye menghampiri Yoongi dan memasrahkan tubuhnya di atas sofa empuk di samping pria itu. Memberikan bir kalengan dan meletakkan cangkir teh hangatnya di atas meja.

"Hari yang panjang," ucap Jihye melirik Yoongi dan menyamankan posisi dengan memiringkan tubuh dan menarik satu kakinya ke atas, melipat satu tangannya di punggung sofa untuk memangku dagu. Memindai pergerakan Yoongi dengan ulasan senyum teduh. "Kau masih mau mendengar jawabanku tidak? Sepertinya kita akan membahas banyak hal."

"Dari tadi aku bahkan menunggumu mengucapkan hal ini." Yoongi ikut menyamankan posisinya menghadap Jihye.

"Apa kau tidak keberatan dengan fakta bahwa aku adalah adik kandung bekas kekasihmu?" tanya Jihye menuntut jawaban lewat tatapan manik yang menyorot dalam.

"Yang terpenting dari semuanya, karena kau adalah ibu dari anakku. Persetan dengan Bae Yuri."

Jihye berdecak remeh. "Bae Yuri, aku bahkan baru mengetahui dia mengganti nama dari Seo Eunji menjadi Bae Yuri sejak rapat pertama Smart City. Kau tahu tidak bagaimana perasaanku saat itu? Lega karena kakakku terlihat hidup dengan baik, sekaligus takut jika kau akan kembali ke pelukannya. Aku benar-benar menyedihkan kala itu."

Yoongi membawa satu tangan Jihye memberikan remasan lembut seolah menyemangati sang wanita untuk mencurahkan segala kelesahnya.

"Saat itu Bae Yuri sengaja menjadikanku asisten, untuk memperlihatkan padaku betapa menyenangkan hidupnya dengan ibu setelah meninggalkanku dengan appa. Kau tahu apa yang aku rasakan? Aku hanya menelan semua kemarahanku dalam diam, terlebih mereka begitu sering menceritakanmu. Ibuku bahkan menyesal Yuri tidak pura-pura mengandung anakmu setelah mengetahui kau menjadi pewaris Min Geum Corp. Dan semua itu mereka ceritakan di depanku tanpa mengetahui bahwa aku adalah istrimu. Miris bukan?" Jihye mengesat air mata yang sekonyong-konyong menuruni pipinya.

"Hye--"

"Biar aku meneruskan ceritaku, kau dengarkan saja," potong Jijye mendaratkan telunjuknya di bibir Yoongi.

Yoongi mengulas senyum tipis dan mengangguk penuh pemahaman.

"Setelah kau mengumumkan pernikahan kita, ibu memanggilku ke apartemen Yuri dan menyuruhku untuk melepaskanmu. Sejak itu aku berpikir keras dan menyimpan kelesah seorang sendiri karena tahu pasti Yuri tidak akan tinggal diam." Jihye menyahut cangkir tehnya menyesap sebentar sebelum melanjutkan, "hari itu, hari di mana nenek masuk rumah sakit. Aku sudah bermaksud menceritakan semua rahasiaku. Sayang sekali, cerita kita harus berbeda."

Jihye menatap Yoongi dalam tatapan penuh luka, sementara Yoongi yang sejak tadi memfokuskan diri pada setiap untaian silabel yang memilukan itu. Pria itu menangis, menarik tubuh Jihye dan membenamkannya dalam dekapan.

"Maafkan aku, Hye. Aku memang tidak pantas dimaafkan. Tapi tolong beri aku kesempatan untuk menebus semuanya. Ayo kita mulai semuanya lagi dari awal."

Persetan tentang harga diri, Yoongi benar-benar menangis di depan Jihye. Dia tidak ingin melakukan kesalahan untuk kedua kalinya dan berharap sang wanita mau memberinya kesempatan.

"Aku dan Yuri memang saudara kandung, tetapi mereka membuangku. Mereka bahkan tidak pernah menganggapku ada. Apa kau percaya padaku?" Jihye mengurai pelukan, memilih menatap lurus ke dalam manik sehitam jelaga milik Yoongi, menyelaminya, menuntut jawaban pasti.

"Aku percaya."

"Apa tidak ada lagi keraguan di hatimu?"

"Aku tidak ragu sama sekali."

"Jangan pernah menuduhku atas hal yang tidak pernah aku lakukan. I-itu menyakitkan."

"Tidak akan pernah."

"Apa kau menerima kenyataan bahwa aku adalah saudara kandung dari wanita yang dulu kau cintai?"

"Cintaku padamu bahkan jauh berjuta-juta kali lipat. Aku sudah melupakannya, Hye. Di hatiku hanya ada kau dan Jiyoon."

Jihye masih memandang lekat manik itu, mencoba mencari setitik binar keraguan di sana, tetapi Jihye tidak mendapatkannya sama sekali. Yoongi sangat bersungguh-sungguh.

Maka dengan tegukan saliva guna membasahi kerongkongannya yang mendadak kering, menilik sekali lagi kesungguhan dalam manik itu. Mencoba percaya pada intuisi yang bertalu berisik.

Jihye berkata, "Ya, aku terima lamaranmu."

"Benarkah?" ucap Yoongi dalam intonasi suka cita dengan binar haru, pelupuk monolidnya mengerjap beberapa kali sebelum sukses mendaratkan likuid bening.

Jihye pun sama, dia mengafirmasi jawabannya dengan anggukan yang diikuti air mata yang kini terjun bebas.

"Hye, terima kasih. Aku benar-benar bahagia. Terima kasih." Pria itu meninju udara dengan bentangan senyum penuh suka cita. Melompat ke sana kenari, lantas melakukan selebrasi dengan menarik tubuh Jihye berdiri dan memeluknya, berputar dan berakhir memagut bilah sang wanita lembut. Senyum bahkan senantiasa mengembang tatkala ciuman itu semakin intens dan dalam.
.
.
.

Akhirnya aku tamatin juga. Gak gantung lagi ya.

Kalau kalian sudah sampai di bagian ini. Bisa tulis kesan dan pesan kalian di sini tentang ICEBERG? Pembaca baru would you mind?

Memberikan kesenangan padaku dengan vote dan ulasan di sini. Aku akan sangat berterima kasih

.
.
.
Apa yang kamu dapat di NOVEL VERSI CETAK?

- Banyaknya halaman 550

-Part tambahan di awal (yang bakalan bikin kalian keki banget sama Yoongi)

-Part tambahan sebelum lamaran (Mau tau Jihye galak2 ambyar, di sini nih)

-Part tambahan setelah part ini ampe mereka nikah (Uwu-uwu mereka mulai lagi, pastinya ada bulgosseu juga wkwkwk)

-Part tambahan tentang uler-uler (nasib yuri n emaknya)

Total ada 12 part tambahan yang aku kupas tuntas.

Akhir kata, terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan di work ini.

Borahae.
Ranesta13

18062021

*untuk next project melipir ke Romancing Rhapsody yuk, ada JK di sana. Dan JK di sini sama dengan di sana.

PS: mau SHORT STORY GRATIS? DM me di IG

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro