Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

56. Fact

Maaf SPAM NOTICE subuh2 keunpub GAES ....

Dah pada baca cerpen servus amoris-ku? Kerasa ga feelnya?

.
.
.
Happy reading
.
.
.

Pelukan itu berlangsung lama dan Jihye tidak segan-segan membenamkan tubuhnya pada dekapan Hoseok yang senyaman rumah. Mencoba membaurkan kelesah dengan afeksi yang selalu tercurah dari pria menyenangkan itu.

"Nyonya Janda, sepertinya mantan suamimu melihat kita. Mau bersenang-senang sedikit?" bisik Hoseok yang sudah menangkap presensi Yoongi dengan visusnya di depan sana.

Jihye tertawa samar lantas menjawab, "Seru sepertinya."

Maka, seperti itulah. Saudara persepupuan ini saling mencubit pucuk hidung yang diiringi bentangan senyum dan tatapan sendu penuh afeksi. Siapa pun akan menyangka mereka adalah pasangan romantis yang sedang beradegan mesra, dan pria di ujung sana tampak stagnan dengan kepalan tangan dan rahang mengerat sempurna. Astaga, cemburu menguras hati tampaknya.

Ah, tentu saja Yoongi tidak akan membiarkan patah hatinya berkali-kali lipat lebih menyakitkan dan tidak akan membiarkan pemandangan yang memantik gelombang panas tersebut berlangsung lama. Pria itu segera menjejak lantai tergesa mendekati mereka dengan sebuah dehaman yang terdengar lebih keras dari yang dia inginkan.

"Ekhem!" Desibel yang terlontar dari bilah Yoongi tentulah menarik atensi keduanya, dan berhasil mengurai pelukan mereka yang membuat sosok imajiner di dalam otak pria itu bertepuk tangan. "Jiyoon sudah tidur," ucapnya ke arah Jihye.

"Oppa, kalau begitu aku ke sana dulu," ucap Jihye undur diri yang dibalas anggukkan dari Hoseok. Sungguh hanya dengan mendengar Jihye memanggil pria lain dengan sebutan oppa saja hal itu sukses membuat relung Yoongi perih.

Kedua pasang netra itu memperhatikan Jihye yang menjauh dan menghilang di perpotongan tembok. Keheningan mengudara selepas wanita itu pergi dan Hoseok memilih menyahut botol air mineral di depannya dan mengguyur kerongkongannya sebelum melakukan konversasi dengan si pria pucat.

"Aku menemukan Jihye dalam kondisi hamil muda. Kau tahu seberapa sulitnya posisi yang kau berikan padanya?" tanya Hoseok dalam mode seriusnya.

Mulut Yoongi seakan terkunci dalam tatapan nanar penuh sesal.

"Dia menjalani kehamilannya seorang diri dengan label wanita murahan tersemat di dirinya. Puluhan malam dia habiskan dengan menangis mencoba mengesampingkan rasa kecewanya padamu. Apa kau masih menempatkan persepsi sesatmu tentang wanita sebaik Jihye? Aku bahkan tak habis pikir bagaimana kinerja otakmu itu Tuan Min. Menanam benih lalu tak mengakuinya, kau ini pria atau bukan, eoh?" Hunjaman dari setiap kata yang terlontar dari Hoseok sungguh benar adanya.

"Maaf." Hanya kata itu yang mampu Yoongi ucapkan seakan untaian silabel yang telah dia susun dalam lobusnya kembali tenggelam dalam kubangan rasa bersalah.

"Selama kehamilannya dia tidak pernah meminta apa pun, hingga suatu hari dia sangat ingin bertemu denganmu dan memilih melihatmu dari jauh." Hoseok terkekeh miris tatkala merepetisi sebuah reminisensi menyedihkan yang dialami sang adik sepupu. "Setelah hari itu dia benar-benar berubah. Namun, satu hal yang aku ketahui dengan pasti, dia sangat menderita dan aku tidak bisa berbuat banyak untuk mengobati lukanya." Hoseok masih menatap Yoongi dengan kilatan menuduh penuh penghakiman tampak ingin sekali melayangkan satu dua pukulan di wajah tampan itu.

Yoongi masih menunduk dan hanya bisa pasrah menerima semua tuduhan itu. Ya, dia akui, dia menang seberengsek itu.

"Itu adalah kesalahan terbesarku dalam hidup. Aku memang bersalah dalam hal ini dan aku menyesal. Tapi tolong beri aku kesempatan untuk menebus semua kesalahanku. Aku berjanji akan ikut merawat Jiyoon dan memenuhi semua kebutuhannya. Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu rumah tangga kalian." Sumpah, berkata seperti itu efeknya beribu-ribu kali lebih menyakitkan. Kenyataan bahwa merajut kembali benang takdir bersama sang wanita yang selama ini dicarinya adalah sesuatu yang mustahil jelas mengoyak relung.

Tawa Hoseok menggelegar saat mengetahui sandiwaranya dengan Jihye beberapa saat lalu begitu tepat sasaran.

"Sepertinya kau terlalu rendah menilai adikku itu, Tuan Min. Apa dia terlihat mudah jatuh cinta dan sibuk menempatkan dirinya di barisan pria-pria kaya?"

Yoongi masih menunduk sebelum menatap Hoseok kelewat cepat. "Adik?"

Hoseok berdiri dalam kekeh cemooh, sementara Yoongi masih mencerna, mencoba mengumpulkan fragmen-fragmen berserakan dalam memorinya. Jihye adalah adik pria ini?

Serta-merta Yoongi membawa tungkainya untuk berdiri saat Hoseok mengayunkan satu kepalan tepat ke rahangnya. Beberapa orang yang berada di kafetaria tersebut sontak berteriak manakala mendapati tubuh Yoongi tersungkur dengan kursi yang ikut terjungkal.

"Sebenarnya aku enggan membiarkan adik dan keponakanku bertemu lagi dengan jenis pria sepertimu. Sayang sekali mereka membutuhkamu," ucap Hoseok dalam sengal napas memburu. "Sekali lagi kau menyakiti mereka. Aku tak akan segan-segan membunuhmu dengan tanganku sendiri."

Begitulah, Hoseok mengakhiri konversasinya dengan Yoongi kelewat epic. Pria itu melenggang ke luar tanpa sedikit pun merasa bersalah karena telah menimbulkan kegaduhan.

Mungkin pukulan itu setimpal.

***

Itu bukan ancaman, melainkan sebuah restu yang tengah Pria Jung itu berikan pada Yoongi. Setidaknya itu yang Yoongi genggam dalam pemahamannya. Hoseok masih menancapkan tatapan tajam sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Yoongi yang kini membentangkan senyuman kelewat lega. Menghiraukan beberapa perawat yang mencoba membantunya berdiri, pria itu segera berlari menuju ruangan VVIP-7 dalam asa terbarukan.

Pintu kayu itu kembali bergeser, menyibak presensi Jihye yang saat ini terduduk memandangi sang buah hati. Obsidian sepekat jelaga itu menatap sang wanita penuh tegun sebelum akhirnya mengikis jarak dalam ketergesaan.

"Hye, aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu dan Jiyoon lagi. Tolong beri aku kesempatan," ucap Yoongi, bersimpuh di hadapan sang wanita seraya merangkum kedua tangan Jihye di atas paha, sedikit mendongak dengan denyar kesungguhan. "Kumohon, Hye. Jiyoon memerlukanku sebagai ayahnya."

"Kau bisa melepaskan tanganmu? Kau bisa menemui Jiyoon kapan saja. Aku tidak akan melarangnya," kata Jihye sembari berusaha melepas rematan tangan Yoongi yang semakin keras.

"Apa kau tidak memberi kesempatan padaku?

Untuk beberapa saat netra mereka kembali terkunci. Jihye bahkan bisa melihat lebam kebiruan yang kini menghiasi wajah tampan sang mantan suami, hingga dia meneguk salivanya tanpa sadar. "Aku memaafkanmu Min Yoongi-ssi, aku tidak membencimu, tapi tidak untuk kembali ... aku rasa--"

"Kau membalas ciumanku, Hye? Aku masih bisa merasakan, kau--"

Silabel yang Yoongi keluarkan tiba-tiba terpotong tatkala sebuah tamparan mendarat di pipi membuat kepalanya bergerak refleks ke arah kanan. "Aku bukan Seo Jihye yang dulu, kau tidak berhak atas hidupku. Bukankah aku sudah mengembalikan harta keluarga Min? Apa itu tidak cukup untuk menebus semua hutangku, eoh?"

Yoongi hanya bisa menunduk, menyadari betapa dalamnya luka yang sudah dia torehkan di hati Jihye. Dan keheningan itu terurai tatkala suara serak Jiyoon kembali terdengar.

"Mma ... ppa!" Tangan mungil itu menarik tangan Jihye, lantas menarik tangan Yoongi dan menempatkannya di atas tangan Jihye. Oke, wanita itu harus percaya sekarang kalau dua lelaki ini memang tengah berkonspirasi. Terlebih senyum manis yang menarik pipi gembilnya kini terlihat menggemaskan sekaligus melemahkan.

"Iya, Appa akan berjuang agar Eomma-mu mau menerima Appa kembali."

Jihye hanya bergeming. Rasanya masih begitu sulit dan saat ini dia sedikit menyesal karena telah menampar Yoongi karena dia kini berkutat dengan kassa dan alkohol untuk mengobati luka pria itu di sana.

Mau disebut peduli, Jihye tidak sepeduli itu, sih. Sebutlah itu empati, elaknya dalam hati.

***
Walau kondisi Jiyoon sudah sepenuhnya membaik, dokter menganjurkan untuk opname malam ini dan kini Jihye mau tidak mau harus menjadi saksi tatkala Yoongi begitu telaten merawat sang anak.

Masa sih dia pintar merawat anak? Aku yakin ini pasti sandiwara.

Kedua lelaki itu tampak bahagia terlebih lelaki yang mungil terlampau sering tertawa gemas kala mendengar apa pun yang si lelaki dewasa lontarkan. Apa keberadaan Jihye tidak dibutuhkan di sini? Kenapa dirinya harus merasa cemburu sekarang, terlebih tatapan si lelaki mungil itu tampak sendu nyaris memuja. Memangnya sehebat apa sih sang ayah di mata Jiyoon? Apa Yoongi terlihat seperti Iron Man?

Jihye hanya bisa berdecih sebal dan memutuskan untuk memejamkan mata di sofa yang tersedia di sana.

Menjelang dini hari, wanita itu mati-matian berusaha mempertahankan pejaman mata erat tatkala tubuhnya terangkat dan memantul lirih di atas permukaan busa empuk.

"Maaf mengganggu tidurmu, aku hanya ingin kau tidur dengan nyaman," ucap Yoongi lirih sebelum mendaratkan ciuman lembut di kening Jihye.

Rasanya triple sialan karena kini Jihye harus sibuk meredakan anomali jantungnya dalam keadaan terpejam.

Argh, sialan.

.
.
.

Yoongi udah ditonjok n digampar. Masih belum cukupkah???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro