Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

41. Brush fire

Mulmed chosen by jihansyahranie passs banget sama part ini huks.

Kalo ada yang belom follow, follow dl yok.

Kasih tau kalo ada typo ya, aku belom cek ulang.

Vote n komen juseyo.

.
.
.

Peribahasa mengatakan, bahwa hanya seekor keledai yang dapat jatuh pada lubang yang sama. Tentu saja di sini Yoongi bukanlah seekor keledai dungu yang akan terperdaya untuk kedua kalinya. Lagi pula, dia 'kan kucing salju.

Kenyataannya, Yoongi memang terlalu sering terperdaya oleh Yuri mengingat satu tahun lamanya hubungan yang terjalin di antara mereka. Tidak dapat dipungkiri, silabel yang baru saja menyapa rungunya memberikan efek kejut luar biasa. Sebuah plot twist yang tidak pernah sekali pun bercokol pada sirkuit otaknya. Yang benar saja? Jihye dan Yuri bersaudara? Kedua pribadi itu begitu bertolak belakang dengan daya pikat berbeda. Yoongi tentu tidak bisa mempercayai dan menelan bulat-bulat informasi tersebut, terlebih hal itu terlontar dari mulut wanita licik seperti Yuri.

Yoongi belum sempat menimpali saat pribadi dalam balutan bathrobe itu menghilang di balik pintu. Jika asumsi Yoongi benar, wanita itu tengah begitu ketakutan dan sedang menyelamatkan diri.

Yoongi duduk tepekur mencoba memahami dan hal itu malah semakin membuat kepalanya berdenyut. Malam ini semuanya harus clear pria itu terlalu lelah dengan berbagai asumsi tanpa sekali pun bertanya pada Jihye tentang semua kebenarannya.

Maka, menyahut mantel dan kunci mobilnya, Yoongi bergegas pulang.
Meninggikan harapan, bahwa apa yang didengarnya hanyalah sebuah omong kosong tanpa bukti.

Awan kelabu menyembunyikan pendar bulan di atas sana. Pukul sepuluh malam, jalanan yang dilalui Yoongi pun tampak lengang seolah memuluskan jalannya untuk kembali bertemu dengan wanita kesayangannya. Hingga kakinya menapak di pintu apartemen dengan jari-jemari menekan password dalam ketergesaan.

"Hye!" panggilnya dengan manik menjelajah luasan apartemen mencari presensi sang istri. "Seo Jihye!"

Yoongi menautkan kedua alisnya sedikit heran, suasana begitu tenang bahkan terlalu tenang karena pada hari-hari normal yang dia dilalui, Jihye selalu menyambutnya penuh suka cita bila dia tidak sedang sibuk di dapur.

"Hye!" panggil Yoongi sekali lagi, tetapi hanya sahutan geming yang mengudara hingga dirinya memilih untuk membuka pintu kamar mereka. Namun, dia tetap tidak mendapati sosok Jihye di mana pun.

Helaan napas dengan beberapa kali menyugar rambutnya kasar, pria itu segera meraih ponsel dan mencoba menghubungi wanita itu. Namun, lagi-lagi Yoongi harus mendengkus kesal, karena suara dering benda pipih itu terdengar di arah meja dapur. Di layarnya tertera nama Kucing Salju Sayang diikuti ikon hati berwarna ungu. Yoongi tertegun dan tersenyum tipis, jika mereka dalam keadaan tanpa masalah, sudah dipastikan pria itu akan protes dengan pemilihan nama Kucing Salju sebagai nama kontaknya.

"Kemana dia? Apa dia pergi?"

Setelah sia-sia mencari ke setiap sudut apartemen, tidak ingin banyak berasumsi, Yoongi memilih keluar mencari Jihye ke tempat-tempat yang memungkinkan disinggahi wanita tersebut.

***

Jihye merasa beruntung tatkala mendapati kedai daeji galbi--iga sapi panggang yang di masak a la barbekyu--yang ditujunya tidak terlalu ramai. Sebenarnya, ini sesuatu yang janggal karena dia tiba-tiba saja sangat menginginkan daeji galbi saat melihat seorang female lead memakannya di dalam drama favoritnya.

Pokoknya harus makan di tempat tidak mau pesan antar.

Walau beberapa kali menyecap tanya akan perilaku janggalnya, kakinya tiba juga di sana. Mengambil tempat duduk di sisi kanan di ujung kedai dan segera memesan daeji galbi dengan penuh suka cita.

Sejurus kemudian, kepulan iga sapi segar yang bersentuhan dengan alat pemanggang berdifusi di udara, menghasilkan asap beraroma khas yang membuat Jihye meneguk salivanya tidak sabar.

Satu potong meluncur nikmat menuju lambung bersama kunyahan-kunyahan penuh rasa syukur dan kelegaan. Aneh, sungguh aneh, Jihye tiba-tiba saja bersikap berlebihan.

Ini tidak mungkin aku hamil, 'kan? Kenapa aku menginginkan daeji galbi sampai seperti ini? Lagi pula hasilnya tadi invalid, dua garis tapi salah satu garisnya samar. Aku akan mencobanya lagi besok pagi.

Wanita itu mengangguk-angguk menyetujui apa yang baru saja diniatkannya, lantas menatap botol soju yang tersaji di meja.

Lebih baik aku tidak minum, siapa tahu benar-benar hamil.

Dalam kegiatannya melahap kembali satu potong daging, tiba-tiba saja rasa getir menyeruak mencekat napasnya. Ada sendu yang mulai mendominasi yang berhasil membuat kelopak matanya memanas. Berusaha mengatur napas dengan baik adalah suatu yang sia-sia saat ini terlebih karena lakrimalisnya kini bekerja keras menghasilkan bulir-bulir bening yang kini meluncur bebas di kedua pipi.

Ya, semakin Jihye tidak peduli pada keadaan semakin ia menyakiti dirinya. Dia tidak baik-baik saja jika menyangkut Yoongi, wanita itu terlalu takut pria itu meninggalkannya. Ketahuilah, ditinggalkan itu sangat menyakitkan.

Dalam sengguk tangis, rasa sesak begitu mendominasi tatkala dia berusaha mengais oksigen di sekitarnya, hingga dia beberapa kali memukul dada berharap hal itu akan sedikit membuat lega. Beberapa tamu yang datang pun menatap iba. Beruntung, wanita pemilik kedai berusaha menenangkannya.

Satu jam berikutnya Jihye baru meninggalkan kedai tersebut, setelah meyakinkan kepada wanita pemilik kedai bahwa dia dalam kondisi mental yang sangat baik dan tidak sepercik pun terlintas dalam benaknya untuk melakukan tindakan bunuh diri. Astaga, yang benar saja, bahkan daftar impiannya saja belum semua terceklis.

Langkah gontai mengiringi setiap embusan napas wanita yang kini berdiri di ambang pintu apartemen, menatap keheningan dan kembali menyesap sepi serta sesak yang menyergap. Jihye jelas tidak menyangka bahwa kisah hidupnya akan serumit ini. Akhir-akhir ini berusaha bersikap tangguh seakan kian sulit.

"Aku harus bagaimana kalau suamiku tidak mau kembali?" Pada sekon yang menapak, bayangan-bayangan mengerikan itu semakin memperburuk keadaan, jangan lupakan layar hitam yang terpampang pada layar ponselnya yang kehabisan daya. Sungguh tidak ada harapan bahwa sang suami akan menghubunginya.

Ah, takdir memang sungguh lucu, di sini Jihye tidak menyadari sedikit pun bahwa sang suami baru saja singgah di sana untuk menemuinya. Wanita itu mendengkus lantas merebahkan diri di atas lautan busa empuk dengan harapan segera dibuai dalam mimpi indah.

Berbeda dengan malam-malam sebelumnya yang dia lewati dalam ketenangan, malam ini Jihye benar-benar gelisah. Berbagai mimpi kelam yang selalu berujung sang suami meninggalkannya benar-benar membuatnya kacau. Pukul tiga pagi dia benar-benar terjaga. Terbangun dalam peluh yang membanjiri seluruh tubuh dengan napas tersengal yang berderu tak beraturan.

Tangannya bergerak kacau, menyahut air di gelas dan menenggaknya cepat. Kembali dia menangis dan Jihye membenci hal ini.

Semua pertanyaan yang bercokol dalam sirkuit otaknya, segala bentuk penghakiman yang ditunjukkan Yoongi padanya sedikit demi sedikit mengikis ketegarannya untuk berdiri kokoh. Hingga dua garis biru yang diperlihatkan alat tes kehamilan di tangannya menerbitkan senyum penuh rasa syukur.

"Oppa! Aku hamil! Mini-mini kita sudah hadir!" pekik Jihye bahagia.

Luasan apartemen yang beberapa hari ini sendu mendadak terasa cerah, wanita itu bahkan dapat membayangkan bagaimana buntalan yang kini bersemayam di rahimnya itu tumbuh, berlarian kecil, bergelayut manja pada sang ayah dengan sesekali merengek minta es krim.

Ah, bayangan yang indah.

Jihye tersenyum dengan tatapan menerawang penuh haru, lantas memasukkan alat tes itu ke dalam sebuah kotak persegi dan membungkusnya, berharap ini akan menjadi kejutan pada sang suami yang akan membawa mereka pada ketenangan hidup berumahtangga.

Pagi hari yang cerah walau dengan embusan angin dingin. Pukul delapan, Jihye bahkan sudah berpakaian sangat rapi dengan sedikit membubuhkan riasan tipis pada wajahnya. Hari ini dia akan ke rumah besar untuk memenuhi panggilan dari Bu Ahn, menurut beliau acara ini sangat penting dan seluruh anggota keluarga Min diwajibkan hadir.

Kembali meninggikan harapan berharap akan bertemu Yoongi di sana, Jihye melangkahkan tungkai menuju lobi di mana mobil jemputan yang dikirim Bu Ahn sudah datang. Jangan lupakan tungkai yang berayun begitu pelan itu, sejak dini bahkan Jihye sudah sangat berhati-hati menjaga embrio dalam rahimnya. Keturunan keluarga Min sungguh sebuah anugerah yang tidak dapat diukur dengan apa pun.

***

Rumah besar tampak gagah seperti biasa, kokohnya pilar-pilar yang menjulang tinggi di bagian depan selalu menguarkan aura kejayaan keluarga Min yang tidak terkalahkan.

Wanita itu berjalan menapaki satu per satu anak tangga menuju pintu utama dan sempat berhenti untuk mendongak pada sebuah balkon kamar di lantai dua, di mana sang nenek biasanya menghabiskan sorenya dengan menyesap teh di sana. Mengingat tawa ceria wanita tua itu saja selalu sukses membuat pandangannya mengembun.

Di pintu depan, Jihye disambut oleh Bu Ahn yang langsung mempersilakannya ke ruang keluarga. Di sana sudah ada Jimin yang menyapanya ceria. Pria baik hati itu masih sama dan begitu bertolak belakang dengan sang ibu yang lagi-lagi menatapnya jijik alih-alih ramah.

Maniknya memperhatikan sekeliling dan harus kembali menyesap kecewa tatkala tidak mendapati presensi sang suami di sana. Di sana duduk seorang pria asing paruh baya yang Jihye tidak ketahui namanya.

"Tidak bersama, Hyung?" tanya Jimin sambil menyesap kopinya.

"Ah, dia sedang ada urusan," jawab Jihye buru-buru sambil menatap si pria asing di ruangan itu.

"Ini Pengacara Jang yang akan membacakan surat warisan nyonya besar. Itulah kenapa aku memanggil Anda kemari," jelas Bu Ahn.

Jihye mengangguk sopan lantas mendaratkan bokongnya di sebelah Jimin.

Satu jam berlalu, bahkan Pengacara Jang dan Jimin yang sedari tadi melakukan konversasi telah kehabisan bahasan. Pria paruh baya itu menilik pelukan jam di tangannya lantas menatap Bu Ahn penuh tanya.

"Bisa kita tunggu sebentar lagi? Sepertinya Tuan Min sedang dalam perjalanan," ucap Bu Ahn setelah saling bertukar pandangan dengan Jihye. Wanita itu tahu betul perihal Yoongi dan sikapnya rumit akhir-akhir ini.

Pengacara Jang mengangguk dengan roman yang jelas sekali terganggu dengan jenis keterlambatan ini.

Demi apa pun, kini Jihye kembali diliputi rasa khawatir, bahkan dia mulai menggigit bagian dalam bibirnya guna menahan sesak yang kembali memenuhi rongga dadanya.

Sialan! Oppa, kau di mana?

Rupanya, Tuhan tidak menyukai ketika seorang wanita hamil mengumpat karena tepat setelahnya, pintu ruangan terbuka menampilkan sosok kusut Yoongi yang menatap nanar.

"Maaf terlambat," ucapnya tak acuh. Langkahnya sedikit terhuyung kentara sekali dari bau alkohol yang serta merta menguar dari arahnya. Manik pekat pria itu sempat menyorot ke arah Jihye dan segera memutusnya tanpa sekali pun menyahut binar sang istri yang tampak bersemangat. Jangan lupakan dengkusan kesal Minkyung dengan gerutuan yang kentara sekali terdengar oleh rungunya.

"Kau pikir waktu semua orang senggang, ya?"

Yoongi tentu saja enggan menimpali. Tubuhnya begitu letih karena mencari sang istri dan berakhir mabuk di tempat Jingoo hingga semburat fajar pertama menyingsing.

Tidak perlu menunggu waktu lama, setelah semua berkumpul Pengacara Jang memulai acara pembacaan surat warisan yang dibuat Min Sunhee.

Awal dari pembacaan surat tersebut berlangsung penuh ketenangan, kata demi kata yang tertulis di sana didengarkan setiap orang dengan saksama, jangan lupakan reaksi lebay Minkyung yang tergugu dengan sesekali mengesat air matanya dengan sapu tangan. Ah, sudahlah wanita itu memang juara kalau harus bersandiwara.

Dalam surat wasiatnya Sunhee mengatakan bahwa keluarga Min tidak bisa memecat Bu Ahn dan Pak Ong, wanita tua itu, hal tersebut diamini oleh semuanya.

Berikutnya giliran pembacaan pembagian warisan. Di sana kentara sekali Minkyung melebarkan matanya dengan mengaitkan anak rambut ke belakang telinga seperti tidak ingin melewatkan satu kata pun yang dibacakan Pengacara Jang.

Sunhee memberikan sebuah unit apartemen mewah di daerah Hannam Hill untuk Minkyung, membagi dua sama rata kepemilikan rumah besar antara Yoongi dan Jimin, terakhir membagikan seluruh saham yang dimilikinya.

"Setelah melalui pemikiran panjang dan rumit, maka tiga puluh persen saham yang aku miliki di Min Geum Corp akan aku berikan pada Seo Jihye," ucap Pengacara Jang dengan intonasi jelas dan tegas. "Semoga kalian bisa menggunakannya dengan sebaik-baiknya tanpa ada sedikit pun rasa kecewa terhadapku."

Jihye yang semula menunduk kini mendongak dengan mata terbelalak dan mulut sedikit terbuka. Ini sih tidak lucu, nenek kalau bercanda suka kelewatan dan Jihye tidak ingin menjadi bagian dari prank jika itu menyangkut perihal harta. Kau tahu itu sangat berisiko pada ketenangan jiwa dan raga, terlebih ada nenek sihir haus harta yang sejak dulu mengincarnya. Jihye menoleh pada Pengacara Jang dengan sorot keheranan. "Ma-maaf Pengacara Jang, ini pasti ada kesalahan," ucap Jihye penuh keraguan.

Pria paruh baya itu menatap Jihye lurus dengan binar penuh tanya. "Anda bisa membacanya sendiri, Nyonya," ucapnya sambil menyodorkan kertas di tangan.

Jihye baru saja akan memastikan dengan membaca surat itu tatkala Yoongi tiba-tiba berdiri. "Sudah selesai, kan?" ucapnya seraya pergi meninggalkan ruangan dengan raut gusar yang begitu kentara.

Sebuah fakta baru kini terkuak dan terus berdiam diri di sana sepertinya hanya akan menambah rasa sesak oleh sebuah kemarahan dalam dirinya.

Yoongi memilih menenggelamkan diri dalam kamar daripada harus mengamuk dan merusak semua barang yang ada di sana. Lagi pula ada satu hal yang belum pasti, tetapi kenapa rasanya hal itu seakan sudah pasti?

Sementara itu, tidak ingin kehilangan jejak sang suami, Jihye memilih undur diri untuk menyusul Yoongi, bagaimanapun dia harus mengetahui kabar kehamilan itu dan semuanya harus clear hari ini.

"Oppa!" panggil Jihye lembut tatkala melihat sang suami duduk di pinggir ranjang dengan kedua tangan menutup wajah.

Jihye menarik sebuah kursi dan duduk menghadap pria itu seraya mengulurkan tangan untuk meraih salah satu tangan Yoongi. Sayangnya, niatannya itu terasa sia-sia tatkala Yoongi menolaknya dan menatapnya dengan sorot begitu dalam.

Senyum hangat yang baru saja terpeta di wajah Jihye perlahan memudar berganti denyar sendu menyakitkan. Wanita itu tidak tahu apakah dia akan kembali menyesap sendu atau bahagia. Pemberian Sunhee terlalu besar dan Jihye ketakutan dengan reaksi semua orang, dan sepertinya ini memang terjadi.

Luasan kamar yang terakhir mereka pakai untuk sesi make out itu terasa dingin.

"Oppa ke mana saja selama ini?" tanya Jihye lirih.

"Hye, bisakah kau jawab jujur?"

Sejemang, Jihye menilik wajah sang suami yang tampak dingin. "Ya?"

"Apa kau bersaudara dengan Bae Yuri?" Entahlah, alih-alih sebuah pertanyaan, silabel yang keluar dari bilah sang suami lebih terasa pada sebuah tuduhan.

Jihye bergeming mencoba memilah jawaban yang paling tepat seraya menatap kedua manik pekat itu teduh. Benaknya berkata bahwa bersikap tenang adalah pilihan paling baik saat ini.

"Bisa kau jawab aku Seo Jihye? Diammu ini mengasumsikan sesuatu." Tangan pucatnya mencengkeram kedua lengan atas Jihye tidak sabar.

Jihye mengembuskan napas berat sebelum bertutur, "Iya ... dia kakak kandungku."

Pada awalnya Yoongi tentu berharap jawaban yang dia terima adalah tidak, tetapi lagi-lagi Tuhan menggariskan takdirnya begitu rumit. "Ha ... wow!" kekeh Yoongi seraya bertepuk tangan. "Kau akhirnya mendapatkan tangkapan paling besar, ya? Tiga puluh persen saham itu nilainya sangat besar, lho? Mungkin akan memenuhi keserakahanmu untuk beberapa generasi."

"Apa maksud Oppa?" kata Jihye menumpuk berbagai macam spekulasi penuh kehati-hatian.

Yoongi mengeraskan tawanya atas kenyataan menyakitkan ini. "Kau sama dengan Bae Yuri, ya? Mendekati pria-pria kaya untuk menguras hartanya? Kau bahkan memperdaya nenekku agar memberimu saham. Dengan wajah polosmu kau berhasil melakukan semua Seo Jihye. Selamat!"

"Aku tidak mengerti dengan semua yang Oppa katakan. Kau bahkan tidak pulang berhari-hari, mengabaikan semua panggilanku dan kini kau menuduhku yang tidak-tidak. Aku bahkan ingin memberimu ini!" Tangan wanita itu merogoh tasnya dan mengeluarkan kotak persegi yang telah dibungkusnya kemarin. "Kau harus melihat ini." Jihye menurunkan intonasinya, sedikit memohon agar Yoongi mau membuka kejutan besarnya itu.

Well, saat ini benar-benar bukan waktu yang tepat. Yoongi mengambil paksa kotak persegi tersebut dan melemparkannya ke luar jendela. "Aku bahkan tidak peduli apa yang akan kau perlihatkan. Kau telah menipuku Seo Jijye! Menipu keluarga Min, kau bahkan tidak berhak menginjakkan kaki di rumah ini!"

Jihye jelas terperangah dengan apa yang dilakukan Yoongi. Matanya memanas dengan gemuruh sesak yang kembali datang menghampiri rongga dadanya.

"Oppa! Apa yang kau lakukan! Apa aku tidak mempunyai hak untuk menjelaskan semuanya? Bisakah kau dengarkan aku dulu?"

Yoongi berdecih remeh. "Kau memiliki waktu yang banyak selama ini kalau kau memang berniat mengatakannya. Kau menyia-nyiakan waktumu, Seo Jihye. Dan sekarang kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. DASAR WANITA ULAR!"

Kata-kata penghakiman tak berdasar itu menghunjam relung Jihye begitu telak. Sungguh miris bahwa apa yang dia upayakan agar terpelihara dengan baik kini hancur berkeping-keping tanpa sedikit pun menyisakan kesempatan baginya untuk memperbaiki.

Jihye meremas roknya mencoba mengesampingkan getir yang ada. "Apa kita benar-benar sudah berakhir, Oppa? Bagaimana kalau mini-mini akhirnya hadir?" Perkataannya lirih tetapi masih bisa ditangkap telinga Yoongi.

Pria itu menatap Jihye tajam. "Kalau pun hadir, aku sangsi apakah itu benihku atau pria lain."

Oke, perkataan Yoongi adalah final bagi Jihye dan itu sangat menyakitinya. Maniknya menatap sang suami begitu dalam berusaha mencari setitik cinta yang mungkin masih berdenyar di sana. Tidak ada, Jihye hanya melihat luka, kecewa dan amarah.

Mengesat air mata yang mulai membasahi kedua pipi, Jihye berkata,"Ucapanmu sangat keterlaluan. Semoga kau tidak akan menyesal di kemudian hari."

Wanita itu segera ke luar dari kamar, berusaha kembali menjadi Jihye yang tegar. Netranya mencari presensi Pengacara Jang dan sedikit mempercepat jalannya guna menghentikan sang pengacara yang sudah masuk ke dalam mobil.

"Pengacara Jang! Aku ingin membicarakan sesuatu? Di dalam mobil saja."

***
.
.

Ada yang mau berteori?

KATA UNTUK PART INI?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro