26. Love struck
Jangan lupa ramaikan dengan komen dan vote kalian yaaa ^^
HAPPY READING
.
.
.
Akhir pekan berlalu dengan tingkat ke-uwu-an naik drastis di antara sepasang suami istri tersebut. Yoongi dapat dengan mudah melingkarkan tangannya di pinggang Jihye, menghilangkan guling yang menjadi pembatas tidur mereka kendati Jihye selalu membahas penalti yang akan Yoongi dapatkan dan pria itu hanya menjawab, "Ya, ya berikanlah penalti sebanyak yang kau mau, dengan senang hati aku akan menerimanya." Jihye sampai kehabisan kata-kata menanggapinya.
Jihye sebenarnya sangat penasaran bagaimana cara takdir membawa hubungan mereka sampai ke tahap ini. Gelenyar merah jambu yang sering kali hinggap memenuhi relungnya kini kian intens. Rasanya cukup asing karena di sini dia merasa mulai terikat, terikat secara emosional dengan sang Kucing Salju. Bongkahan es besar yang biasanya menjulang tinggi di antara mereka perlahan mencair. Apakah Jihye akhirnya menyerah dengan ketakutannya dan jatuh cinta?
Jihye tidak mengerti apa yang dia rasakan, terlalu takut untuk jatuh cinta. Karena berapa banyak pun cinta yang akan dia beri pada Yoongi kelak, apa itu dapat menjamin pria itu akan selalu ada di sampingnya? Terlebih kenyataan sang kakak yang merupakan mantan terindah dari sang suami itu cukup membuat Jihye insecure.
Cuaca pagi ini begitu cerah, secerah senyum Yoongi yang terus mengembang. Mereka dalam perjalanan menuju kantor, beberapa kali pria itu melirik sang istri yang kini tampak sibuk dengan layar ponselnya. Suasana hatinya begitu baik, tiga malam menghabiskan waktu menginap di rumah besar benar-benar menyadarkannya bahwa dia sudah jatuh cinta ke pada gadis yang dinikahinya empat bulan lalu itu.
"Hye ...." panggil Yoongi lembut.
"Hm ...?"
"Kira-kira selesai haidnya kapan?"
Mendengar pertanyaan tersebut Jihye sukses terbatuk-batuk kecil dengan kuping yang mulai memerah.
Kedua mata besar itu menatap Yoongi yang saat ini terkekeh geli. "Me-memangnya kenapa?" Jihye balik bertanya penuh antisipasi.
"Ayo kita berkembang biak. Nenek 'kan ingin mini-mini Yoongi dan Jihye."
Jihye menatap Yoongi tidak percaya, dari banyak istilah seks yang ada, kenapa pria pucat itu harus memilih kata berkembang biak? Memangnya mereka sedang membicarakan varietas baru antara sapi wagyu dan sapi lokal?
Tawa Jihye meledak, bagaimanapun istilah berkembang biak menurutnya begitu lucu. Apa suami kucingnya ini tidak punya sisi romantis? Ini urusan ranjang lho, bahkan Jihye akan kehilangan sesuatu setelahnya.
"Wae?" tanya Yoongi keheranan.
"Apa begini caramu mengajak seorang wanita ke atas ranjang?" Jihye tiba-tiba memelankan suaranya saat kelebatan wajah angkuh Yuri terpeta dalam lobusnya, dia yang berbicara dan dia sendiri yang merasa perih.
"Percayalah ... hanya padamu aku mengajak membuat yang mini-mini," jawab Yoongi tampak serius.
Yoongi teramat peka dengan apa yang tengah Jihye pikirkan. "Kalau kau belum yakin denganku, aku akan menyakinkanmu sampai kau percaya bahwa aku memang mencintaimu."
Jihye tertawa lirih, lantas menyahut ponselnya yang kini bergetar.
"Yeoboseyo, Bujangnim."
"Jihye, hari ini kau jadi asistenku."
"Baik ...."
Jihye menutup sambungannya lantas memfokuskan tatapannya ke arah depan.
"Yuri menyuruhmu jadi asistennya hari ini?" tanya Yoongi tampak khawatir.
"Ya, pasti menyenangkan." jawab Jihye berusaha terlihat senang.
"Dengarkan aku ... dia masa laluku. Apa pun yang akan kau dengar dari dia hari ini. Semua tidak ada hubungannya dengan hatiku saat ini. Mengerti?"
***
Bae Yuri menatap presensi Jihye yang mendekat dengan tatapan angkuh. Besarnya ruangan yang disediakan untuknya tampak terasa dingin, terlebih pribadi yang duduk di belakang meja berpelitur cokelat itu kembali menilai penampilan Jihye.
"Akhirnya kita berada dalam satu ruangan, ya, Adik. Kau ingin melihat sebesar apa IQ kakakmu ini, kan?"
Mendengar penuturan Yuri, Jihye sukses tertawa. Kakaknya sama seperti dulu, memiliki jiwa pendendam yang begitu kuat. Ah, salahkan Jihye mengatai Yuri ber-IQ rendah tempo hari dan saat ini dia harus menerima konsekuensinya.
Sesuai dengan apa yang Jihye pikirkan. Saat ini dia dihadapkan pada tumpukan berkas yang konon harus dia periksa dan tik ulang. Entahlah, sepertinya Yuri memang tengah melancarkan aksi balas dendam.
Tanpa banyak berbicara, gadis itu mengerjakannya dengan sebaik mungkin sementara Yoongi begitu sering ke ruangan Yuri hanya untuk memeriksa keadaan Jihye.
"Kau tahu? Sajangnim itu mantan kekasihku?" tanya Yuri di tengah acaranya memainkan kuku di kursinya. "Kami putus empat bulan lalu dan saat ini aku ingin mendapatkannya kembali. Rupanya dia mulai perhatian, kau lihat sendiri 'kan dia menanyakan sebuah berkas dan datang sendiri kemari. Apa tidak bisa menyuruh asistennya? Dia pasti ingin melihatku." Yuri terkekeh dengan penuturannya sendiri, sementara Jihye hanya bergeming tak percaya. Dia suamiku! Jelaslah dia ingin melihat istrinya!
Siang itu Jihye melewatkan makan siangnya, karena Yuri bersikukuh bahwa berkas-berkas tersebut harus selesai hari ini juga. Sungguh Jihye bahkan berpikir sang kakak adalah nenek sihir yang sedang cosplay karena saat dia pergi ke ruangan Jungkook untuk berdiskusi, Jihye mendekati salah satu perwakilan Glory Tech dan dengan mudah mereka memberikan soft file dari apa yang sedang dirinya tik ulang.
"Balas dendam yang sangat kampungan, dengan begini aku semakin yakin IQ-mu memang jongkok, eonnie," gumam Jihye lirih.
Sementara itu beberapa chat dari Yoongi ikut meramaikan hari sibuk Jihye. Pria itu menanyakan apa Jihye baik-baik saja berada dalam satu ruangan dengan Yuri.
Jawabannya tentu saja tidak. Kalau saja Jihye berada dalam pernikahan normal, dia pasti akan merajuk meminta dukungan sang suami. Namun sayang, posisinya sangat berbeda jika yang sedang menyiksanya itu adalah kakak kandung sekaligus mantan kekasih dari sang suami. Sungguh miris.
Maka dia membalasnya dengan kalimat. Aku baik-baik saja, terima kasih sudah perhatian.
Menjelang jam kerja berakhir, Yuri tampaknya belum bersiap melepaskan Jihye karena wanita itu mengajaknya ke sebuah mal untuk berbelanja dengan dalih ini adalah kencan sepasang kakak beradik yang sudah terpisah lama dengan harapan dapat memperbaiki hubungan mereka.
Jihye sama sekali tidak curiga sama sekali hingga dia berakhir di salah satu kafe menghadapi denyar bahagia dari seorang wanita paruh baya yang memperhatikan Jihye dengan penuh haru.
"Hye-ya ... apa kabar kamu, Nak." Dia Son Eunhee--ibu kandung Jihye--memeluk Jihye dengan penuh afeksi. Sialan, karena mau tidak mau pelupuk Jihye memanas karena pelukan tersebut.
Masih dengan geming karena terlalu shock menerima kejutan ini, Jihye akhirnya tersadar tatkala tangan wanita itu menyentuh wajahnya. "Kau cantik sekali, Nak. Eomma merindukanmu."
Jihye hanya mampu tertawa lirih.
"Ayo duduk, Eomma ingin mendengar kisahmu. Apa kabarmu dan ayahmu?"
"Setelah semua yang aku lalui, aku baik Eomma, bahkan sangat baik. Gomawo telah menanyakan." Jihye berusaha menjawab dengan nada normal walau sebenarnya dia mati-matin menjaga getar desibelnya. "Appa sudah meninggal saat aku SMA."
Eunhee kembali memperlihatkan roman kelewat khawatir, sementara Jihye lagi-lagi didera hari yang membingungkan, di satu sisi dia lega bahwa ibu dan kakaknya sehat dan hidup dengan baik, di sisi lainnya dia merasa perih hingga perasaan ditinggalkan kembali hinggap memenuhi relungnya. Tahu 'kah mereka kalau Jihye benci ditinggalkan? Kenapa mereka seolah bersikap baru saja meninggalkan Jihye kemarin sore?
Yuri yang sempat berkeliling mal kembali mendudukan bokongnya sebelah Eunhee bercerita panjang lebar bahwa dirinya menemukan baju yang cocok sesuai selera Yoongi. "Apa kau sudah berhasil mendekati Min Yoongi lagi, hm?" tanyanya.
"Yoongi saat ini berbeda, Eomma. Dia seperti menjaga jarak, hari itu hampir saja aku berhasil menciumnya jika saja Jihye tidak masuk ke ruangan."
Jihye kembali mendapatkan surprise. Apa benar kedua wanita di depannya itu mempunyai dekekatan biologis dengan Jihye. Gadis itu bahkan tidak bisa merangkum pemahaman akan konversasi yang tengah mereka bangun. Nama Yoongi menjadi topik utama dan mereka tidak tahu bahwa gadis yang duduk di hadapannya adalah istri sah sang CEO Min Geum Corp itu.
Konversasi itu terasa bagai dengung yang mengganggu rungu Jihye hingga dia lebih memilih memusatkan fokusnya pada minuman yang baru saja diantarkan seorang pelayan, sampai akhirnya sebuah kalimat mengundang wajahnya untuk mendongak.
" ... kenapa saat itu kau tidak pura-pura hamil saja, Yuri-ya."
"Bukannya menurut Eomma Yongjae lebih mempunyai kans besar menguasai perusahaan? Dua-duanya sudah aku dapatkan, sih. Sayang sebenarnya kalau aku harus melepaskan Yoongi kala itu, andai saja aku tidak diiming-imingi uang sebanyak itu." Yuri sukses menghentikan bicaranya tatkala melihat Jihye memicing. "Astaga maaf Hye-ya, aku lupa ada kau di sini."
Eunhee menampilkan senyum teduhnya kembali. "Hye, kau tahu Min Yoongi, 'kan? Kata Yuri kau kerja di perusahaannya. Tolong bantu Yuri mendapatkannya kembali, ya."
Jihye mengepalkan tangan, muak. Decihan remeh mau tidak mau kini menghiasi wajahnya. "Sejak dulu, kau tidak pernah berubah, Eomma." Embusan napas panjang mengalun sebelum gadis itu kembali berkata, "Namun aku senang kau terlihat sehat dan baik-baik saja. Aku pulang dulu."
Mati-matian dia mempertahankan pundaknya agar tetap tegak, Jihye tidak pernah berpikir akan mendapatkan kepahitan hidup seperti ini, rasanya merana sekaligus hancur secara bersamaan. Kedua wanita itu membicarakan Yoongi yang notabene adalah suaminya. Sungguh takdir yang miris.
Jika diibaratkan, mungkin otak gadis itu bagaikan benang kusut yang dipaksa dijejalkan dalam kepalanya, ruwet bukan main. Gadis itu tidak langsung pulang ke rumah, tetapi memilih berkunjung ke kelab tempat Jingoo bekerja. Malam baru saja tiba, kelab belum terlalu penuh.
Jihye mendaratkan bokongnya di salah satu kursi di depan counter desk, memaksa Jingoo mengisi gelasnya dengan minuman yang paling keras.
"Kau kenapa, eoh? Tidak biasanya datang kemari, apa suami kayamu itu berulah. Aigo ... kenapa harus minuman keras seperti ini, Hye?"
"Hidupku sangat berat Jingoo-ya. Aku sudah menemukan ibu dan kakakku dan kau tahu? Kakakku adalah mantan kekasih dari suamiku. Seperti judul sebuah sinema bukan?" Jihye terkekeh geli.
Jingoo berhenti dari acara mengelap gelasnya lantas mencondongkan tubuhnya serius. "Benarkah? Bagaimana reaksi mereka setelah bertemu denganmu?"
Jihye terkekeh lantas mengedikkan bahunya. "Mereka bahkan mendiskusikan ingin mendapatkan Yoongi untuk mengeruk hartanya." Jihye menenggak minumannya dan kembali menuntut Jingoo mengisi kembali gelasnya. "Mereka tidak mau tahu keadaanku, Goo-ya."
Mendengar penuturan Jihye, Jingoo sukses melongo. Dia sangat tahu bagaimana Jihye begitu bersemangat ingin mengetahui keadaan ibu dan kakaknya itu dan hatinya ikut sakit mendengar penuturan sahabat kecilnya itu.
"Takdir kenapa senang sekali mempermainkanku, eoh? Kakakku bahkan menceritakan bahwa dia sudah mendapatkan suamiku dan nyaris berpura-pura hamil, itu bagian paling menyesakkan." Jihye memukul-mukul dada sebelah kirinya saat perasaan sesak, perih dan menyedihkan itu mulai mendominasi. "Aku cemburu, Goo."
Jihye terus meracau ditemani Jingoo yang sesekali menuangkan minuman untuk tamu lain. Sampai akhirnya dua botol minuman tandas dan Jihye masih memaksa Jingoo membuka botol ketiga.
"Jingoo-ya! Ayo beri aku minuman lagi. Aku akan membayar dua kali lipat. Yak! Jingoo-ya!" Jihye berusaha bangkit dengan tangan mencoba menggapai botol yang berjajar di depan sampai tubuhnya terhuyung saat pijakann di kursi bar yang tinggi tidak stabil.
Jihye berteriak sembari memejamkan mata menunggu debum menyakitkan yang akan mendera tubuhnya. Beruntung, adegan seindah drama terjadi. Sepasang tangan pucat penuh otot maskulin itu berhasil menggapainya tepat waktu, merengkuh tubuh rapuh Jihye dengan begitu erat.
Di depan counter desk, Jingoo terlihat khawatir sekaligus lega. Seperti biasanya pemuda itu akan menghubungi Yoongi karena sangat khawatir dengan keadaan Jihye.
"Ah ... gomawo ...," ucap Jihye sembari mendongakkan wajahnya, "kau suamiku, ya? Min Yoongi-ssi si Kucing Saljuku ...."
Dalam keburaman pandangan Jihye bahkan dapat melihat keseriusan sorot mata Yoongi. "Kau kenapa, Hye?"
"Dia mempunyai banyak masalah, Tuan Min. Aku harap kau bisa membahagiakan, Jihye. Dia gadis yang baik." Jingoo melayangkan tatapan miris pada Jihye seolah eksistensinya sebagai sad girl kian mengkhawatirkan.
"Masalahku ada padamu ... hik ... apa kau sungguh ... hik ... mencintaiku?" Jihye melingkarkan tanganna begitu erat pada tubuh Yoongi
Setelah membayar minuman dan memberikan uang tip yang sangat besar, Yoongi membawa Jihye pulang. Di perjalanan Yoongi sesekali melirik Jihye yang saat ini tertidur dengan racauan masih mengalun dari bilahnya.
"Hye, kau ini kenapa sebenarnya, hm?"
***
Sprei polos berwarna abu tua itu tampak kontras dengan kulit putih mulus Jihye. Dalam keadaan sadar dan tidak, gadis itu memilih bergelung manja dalam dekapan tubuh Yoongi. Sangat nyaman dan aku suka, aku merasa diinginkan dan disayangi, bisakah kau seperti ini terus, Min Yoongi-ssi?
"Hye ... mulai sekarang bisakah kau mempercayaiku? Jadikan aku rumahmu untuk berkeluh kesah. Saranghae ...."
Bahkan tubuh Jihye merespon dengan baik ucapan tersebut hingga berhasil menerbitkan senyuman manis yang terpeta jelas di wajahnya walau dalam keadaan mata terpejam.
.
.
.
Maafkan kalau kurang ngefeel ... moodku ilang.
Bagaimana part ini? Mau tau cara Yoongi berkembang biak? Hahaha ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro