13. Soap opera
Hallo aku up lagi nih ... selamat membaca ^^
Vote dan komen jika berkenan.
Btw ada yang live captionnya "manusia salju" ... hm ... manusia apa kucing salju nih wkwkwk.
Kasih tau kalau ada typo
Tiba di apartemen, Yoongi sudah ditunggu oleh Pak Ong yang berdiri di depan pintu dengan menggenggam sebuah amplop cokelat. Yoongi tampak lega dan mereka langsung menenggelamkan diri dalam ruangan kerja. Sementara Jihye yang masuk aparteman beberapa saat kemudian--karena sang suami tidak menahan liftnya--tampak kebingungan harus bersikap seperti apa. Tangannya masih mengusap-usap kepala, merasa aneh dengan sikap Yoongi yang selalu penuh kejutan.
"Apa dia cemburu, Jingoo mengacak rambutku?" monolognya lirih. "Kucing salju itu kenapa, sih? Benar-benar membuatku bingung, tapi senyumnya kenapa bisa seimut itu, astaga jantungku ... kenapa pula degupnya harus sekencang ini."
Pipi Jihye masih merona ketika Yoongi menatapnya dari balik pintu ruang kerja. "Jagi, bisa tolong buatkan sarapan?"
Bisa dibilang Jihye itu memiliki radar kelewat baik, dia dapat menyimpulkan dengan tepat perihal sang suami yang tiba-tiba memanggilnya Jagi.
"Ada siapa, Oppa?"
"Ada Pak Ong."
"Baiklah, aku buatkan nasi goreng kimchi, ya?"
"Nae, gomawo ... saranghae," jawab pria itu lembut.
Astaga yang benar saja? Apa harus ada kata saranghae di belakangnya? Jihye memutar bola matanya malas seraya menggeleng tak habis pikir.
Setelah berkata seperti itu, Yoongi masih mengulum senyum tampak lebih ceria saat membuka amplop cokelat yang diserahkan Pak Ong. Hal tersebut tentu mengundang kekehan tertahan dari tangan kanannya itu.
"Yak! Kau lihat apa, Pak?" ucap Yoongi ketika memergoki Pak Ong tertawa.
"Anda lupa. Kalau tidak perlu berpura-pura di depanku, Tuan"
"Anggap saja kau tidak tahu, aku sedang mengerjainya," jawab Yoongi sewot.
Pak Ong mengangguk penuh pemakluman dan Yoongi melanjutkan senyum dan mulai membaca berkas di tangannya.
Mungkin Yoongi harus bersyukur karena Jihye adalah pribadi sederhana, semudah itu membalikkan mood-nya yang sudah dia hancurkan kemarin, karena sewaktu dia meminta disiapkan sarapan, wajah cantik Jihye sudah berbinar kembali dengan ceria yang membuat Yoongi tak bosan menatapnya.
Bila ditilik kembali, apa yang dia lakukan dan ucapkan tadi dalam mobil benar-benar spontan. Bayangan lelaki bernama Jingoo yang tampak begitu menyayangi Jihye dengan mengacak lembut rambutnya, melecut sisi posesif Yoongi. Jihye adalah miliknya—istrinya--kenapa singa betina itu begitu menurut dan berubah seperti anak kucing lucu di hadapan Jingoo?
Jihye berbeda dengan sang mantan, Yuri adalah wanita dewasa yang selalu berpenampilan berkelas dengan kesan anggun dan sensual, tidak pernah menunjukkan sisi manja yang dapat memunculkan rasa ingin melindungi dari Yoongi.
Sementara Jihye, Yoongi dapat menilai, dia memang pribadi mandiri dan itu terjawab dari berkas yang diberikan Pak Ong. Gadis itu telah hidup sebatang kara sejak kelas tiga sekolah menengah atas. Ayahnya yang seorang buruh, meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Namun hebatnya, dia tidak patah semangat, terbukti dari jenjang pendidikan yang ditempuhnya hingga ke bangku universitas. Kuliah dan bekerja adalah sesuatu yang luar biasa dan Jihye sukses melakukannya hingga akhir.
Di balik hidup keras Jihye, ajaibnya Yoongi selalu mendapati kehangatan dalam manik gadis itu. Sejak dia meminta turun dari mobil dan memborong semua jeruk seorang nenek tua, hati kecil Yoongi menyadari bahwa Jihye berbeda. Hanya saja, tembok kokoh kecurigaan yang menjulang tinggi di hatinya memilih mengubur fakta tersebut.
"Jadi, Jihye masih punya ibu dan seorang kakak?" tanya Yoongi dengan manik masih terpaku pada kertas yang dibacanya.
"Saya masih mencari kebenaran fakta tersebut, Tuan," jelas Pak Ong.
Yoongi mengangguk, menautkan jari-jemarinya atas meja, mengingat hal yang diigaukan Jihye tempo hari saat kejadian bathtub.
Dia merindukan mereka, ya?
Tangan pucat dengan otot-otot kebiruan yang menyembul itu mulai membuka lembar lain dan mendapati berkas pendidikan Jihye.
"Jadi, Jimin itu satu tempat kuliah dengan Jihye?"
"Ya, Tuan."
"Apa mereka pernah berpacaran?" Ada gelenyar panas yang terasa tatkala dirinya mengucap kalimat berpacaran. Berharap jawaban yang dia dengar bertolak belakang dengan apa yang dipikirkannya.
"Mereka hanya dekat, tetapi tidak pernah berpacaran."
"Apa informasi ini valid?"
Pak Ong mengangguk tatkala sebuah ketukan lirih mengudara, diikuti ucapan berintonasi lembut dibaliknya. "Oppa, sarapannya sudah siap."
"Lebih baik makan dulu, nanti kita teruskan," ucap Yoongi.
Pak Ong benar-benar terhibur menatap interaksi kedua orang di depannya itu, mempertontonkan adegan romansa yang dia ketahui dengan jelas bahwa semua itu palsu. Ah, mungkin tidak palsu, karena salah seorang dari mereka memang terlihat begitu menjiwai hingga nyaris terlihat jatuh cinta dengan sempurna.
"Jagi, temani aku makan. Aku tidak suka makan sendiri," ucap Yoongi menahan Jihye yang baru saja beranjak hendak mencuci piring.
"Oppa 'kan ditemani Pak Ong."
"Aku ingin makan sambil menatap wajah cantikmu."
Jihye melirik Pak Ong, meminta maaf atas drama ke-uwuan yang tidak jelas itu lewat tatapannya.
"Oppa, malu ada Pak Ong," ucap Jihye masih mempertahankan intonasi semanis madunya.
Pria paruh baya itu tertawa. "Pengantin baru memang seperti itu Nyonya Min. Aku memakluminya, silakan dilanjut."
Jihye berdecak lirih lantas berpangku sebelah tangan menatap Yoongi yang saat ini memperlihatkan senyum imut sialannya itu lagi.
"Baiklah aku temani. Apa Oppa mau disuapi juga?" ucapnya terlanjur terjerumus pada opera sabun murahan mereka.
Yoongi masih tertawa, merasa gemas bukan main menatap wajah kesal Jihye. Namun, memilih mengangguk sebagai jawaban.
Boleh tidak, sih, Jihye memasukkan suaminya itu ke dalam karung. Bukannya mengalah, pria itu malah terus saja menggodanya seolah menantang ke permainan dengan level lebih tinggi. Yoongi menggeser piringnya ke arah Jihye lalu membuka mulutnya sambil berkata, "Aaa ...."
Jihye bahkan membayangkan mengutuk suaminya itu menjadi sebenar-benar kucing salju. Bisa-bisanya pria berumur lebih dari seperempat abad itu membuatnya kesal dan gemas dalam waktu bersamaan. Sementara di sebelah mereka, Pak Ong berkata, "Anggap saja aku tidak ada."
Yoongi bahkan tidak menyangka jika niat menggoda Jihye itu berimbas pada perasaannya yang tiba-tiba menghangat--hampir mengingatkannya pada Olaf si manusia salju yang menyukai musim panas. Tatapan tajam yang Jihye berikan padanya menyembunyikan binar kelembutan yang tersembunyi. Jihye memang sejujur dan sepolos itu, sosok sederhana yang sedikit banyak mulai memupuk rasa kagum dalam diri Yoongi.
Sendawa kelewat besar dari Pak Ong mengakhiri geming romantis di meja makan tersebut. "Nasi goreng buatan Nyonya benar-benar enak, anda beruntung mempunyai istri yang pintar memasak, Tuan," pujinya.
"Itulah kenapa aku selalu suka makan di rumah dari pada di restoran," jawab Yoongi seraya menangkup tangan Jihye dan meremasnya lembut. "Aku memang seberuntung itu."
"Kamsahamnida," ucap Jihye seraya menyembunyikan anak rambutnya ke belakang telinga. "Pak Ong, sering-seringlah mampir kemari, nanti aku siapkan masakan spesial."
"Kamsahamnida, Nyonya." Pak Ong membungkuk sopan, "oiya Tuan, apa anda sudah mengecek semua proposal panti asuhan yang akan menjadi kandidat donasi untuk acara ulang tahun kantor tahun ini?"
Yoongi menggeleng. "Aku masih fokus pada proposal smart city, minggu depan akan aku pilih, tolong ingatkan."
Mendengar pembicaraan di depannya, tentu Jihye memberikan atensi penuh dan mau tidak mau ikut dalam konversasi tersebut. "Maaf, apa masih bisa mengirimkan proposal untuk panti asuhan itu?"
Yoongi otomatis menatap Jihye heran. "Wae? Ada panti asuhan yang mau kau rekomendasikan, Jagi?"
Jihye mengangguk. "Ada di dekat tempat tinggalku dulu. Mereka luput dari perhatian pemerintah, padahal didikan ibu panti terhadap anak-anak di sana baik sekali. Kalau masih bisa menyusul, aku akan meminta proposal pada mereka."
Yoongi menatap Pak Ong dengan anggukan samar seolah berkata ikuti semua kemauan dia.
***
Tidak ada yang lebih nyaman dari kaos kebesaran dan celana pendek, beruntung hari ini akhir pekan, jadi gadis itu tidak harus melakukan banyak hal. Sesuai poin-poin yang Jihye tambahkan dalam perjanjian mereka, dia meminta hari Sabtu adalah hari bebas beres-beres.
Maka memilih bergelung di atas sofa nyaman yang menghadap televisi besar, Jihye menghadiahi dirinya dengan setumpuk camilan. Dia cukup bersyukur karena Yoongi ada janji bermain golf dengan salah satu calon investor. Itu berarti dia akan terbebas dari presensi sang suami setidaknya sampai waktu makan malam tiba.
Tahu tidak, suaminya itu berbuat apa sebelum pergi? Dia berkata, "Aku akan pulang sebelum makan malam nanti, pastikan kau memasak makanan spesial." Itu memang kata-kata yang biasa dia lontarkan dengan intonasi sedatar papan, tetapi sesuatu yang benar-benar membuat pipi Jihye sukses memanas adalah kecupan. Ya, kecupan singkat di bibirnya yang sontak membuat matanya membola dengan dramatis.
Kenapa sandiwaranya depan Pak Ong berlebihan sekali!
***
Jihye meyakini, bahwa imbas dari melewatkan makan malam dan memilih menenggak beberapa botol soju kemarin berakibat bereaksinya hipotalamus pada suhu tubuh.
Dia baru menyadari tubuhnya demam menjelang siang tadi, jangan lupakan kilasan kecupan yang membuatnya kepanasan setengah mati. Apa hipotalamus bereaksi pada gelenyar merah muda juga?
Jihye bersumpah akan mempertanyakan hal ini pada Yoongi dan memberikan penalti pada pria itu.
Memakan obat, setelah sebelumnya memakan roti yang ada di meja, Jihye memasrahkan tubuhnya bergelung dengan selimut menutupi sampai leher. Dia yakin cara itu cukup ampuh untuk mengurangi demam saat terbangun nanti.
Matahari awal musim gugur masih bersinar begitu cerah di sore hari, menelisik sela-sela gorden tipis yang menutupi jendela kamar Jihye. Gadis itu masih menggigil merasa denyutan di kepalanya semakin menjadi, sampai suara alarm yang dia pasang pada ponselnya membangunkan tepat pukul enam.
Jihye menggeliat malas, merasakan persendiannya begitu sakit pun dengan tatapannya yang buram walau beberapa kali dia mengerjap mencoba fokus.
"Jihye gadis kuat nan cantik, kenapa bisa demam begini, eoh?" monolognya seraya menempelkan telapak tangan di kening lantas mencoba bangkit dari ranjangnya. Bagaimana pun dia harus memasak untuk sang suami.
Sungguh ajaib, karena kepulan uap panas dari dalam panci yang menguar bersama aroma kaldu sapi begitu memanjakan hidung—jika saja kedua hidung Jihye tidak mampet. Dalam keadaan kepala yang semakin berat dan berdenyut, tiga puluh menit cukup baginya untuk menyelesaikan satu panci sup iga dengan beberapa banchan. Yoongi itu sangat menyukai hidangan yang berbahan dasar daging dan Jihye selalu mengimbanginya dengan banchan yang terbuat dari sayuran. Sebertanggungjawab itu Jihye memosisikan diri sebagai seorang istri dalam mengatur pola makan sang suami, walau pernikahan itu hanya sandiwara.
Setelah menyimpan sebuah catatan di atas meja, Jihye memilih menenggelamkan dirinya di dalam kamar, kembali pada pelukan selimut, berharap demam dan berat di kepalanya segera hilang.
Pukul tujuh lebih lima belas menit, Yoongi tiba di apartemen dengan kurva manis yang terus tercetak di wajahnya. Bagaimana tidak, calon investor itu tampak memberikan tanda-tanda positif pada sebuah kerja sama di masa depan dan hal ini tentu di dukung oleh mood-nya yang sejak pagi begitu baik.
Manik sehitam jelaga itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan tidak mendapati presensi Jihye di mana pun selain hidangan yang tersaji menggugah selera di atas meja.
Yoongi benar-benar ingin membagi kebahagiaannya dengan Jihye dan berniat untuk memakai kartu penaltinya besok dengan mengajak gadis itu jalan-jalan ke tempat mana pun yang dia inginkan.
Namun, dia harus berakhir menautkan alisnya begitu dalam tatkala menemukan sebuah catatan kecil di meja makan.
Min Yoongi-ssi, maaf aku tidak menemanimu makan. Aku istirahat di kamar.
"Apa dia marah karena aku kecup?" ucapnya lirih. "Mungkin aku harus memberinya waktu sendiri dan meminta maaf besok."
Maka Yoongi memilih menghabiskan makan malamnya seorang diri.
***
Ini benar-benar di luar kendalinya, seolah sang hati memilih untuk membiarkan gelenyar merah muda terus menghunjam dinding kokoh kecurigaan yang selama ini bercokol di sana. Hal ini tentu merenggut waktu tidurnya berganti dengan sosok imajiner Jihye yang terus tertawa begitu menggoda dalam lobusnya. Berkali-kali pria itu mengubah posisi tidurnya hingga akhirnya menyerah dan membiarkan senyum terus mengembang pada wajahnya, membuai alam bawah sadarnya untuk lebih bergumul dengan raut cantik yang tanpa dia sadari akhir-akhir ini merenggut malam-malamnya.
PRANG ....
Sebuah pecahan kaca terdengar begitu keras mengurai keheningan malam. Yoongi yang baru saja memejamkan matanya berapa menit langsung berhambur keluar dan mendapati Jihye berjongkok dengan pecahan gelas di bawahnya. Melihat hal itu Yoongi panik bukan main.
"Hye, apa yang terjadi? Kau kenapa!"
Gadis itu membuka matanya perlahan lantas berkata lirih, "A-aku haus, maaf membangunkanmu, aku ceroboh."
Yoongi mengernyit heran, menatap presensi sang istri yang tampak kusut, jangan lupakan atmosfer panas di sekitar Jihye saat Yoongi ikut berjongkok untuk membantu membersihkan pecahan kaca.
"Kau demam," ucap Yoongi khawatir saat tangannya menyentuh kening panas Jihye.
"Tidak, aku baik ...." Jihye hendak berdiri saat tubuhnya terhuyung tidak seimbang.
Mencoba tidak mendebat karena Yoongi tahu sekeras kepala apa Jihye, dia memutuskan untuk mengangkat tubuh sang istri, menempatkan tangan dibawah leher dan lipatan lututnya, mengangkat gadis itu hati-hati menuju kamar.
"Aaaa ... a-aku baik-baik sa ...."
"Aku pakai kartu penaltiku, kalau kau keras kepala," potong Yoongi tegas.
Jihye menyerah untuk melawan, memasrahkan dirinya pada tubuh sang suami yang begitu nyaman.
"Kenapa tidak bilang kalau kau sakit Hye ...." Hati-hati Yoongi membaringkan tubuh Jihye, lantas mengambil ponselnya untuk menghubungi Junho, sialnya pria itu tidak mengangkat. "Kita ke rumah sakit."
Jihye sukses menggenggam tangan Yoongi erat seolah itu adalah kekuatan terakhirnya. "A-aku benci rumah sakit, di sini saja ... jebal ...."
Yoongi mengangguk, cukup kaget melihat kekuatan hati Jihye yang terpancar lewat binarnya.
Malam itu Yoongi benar-benar merawat Jihye, mengompres dan menggenggam tangan gadis itu erat, tatkala bilah tipis itu terus meracaukan suatu hal yang sepertinya sangat menakutkan, hingga sesuatu menarik atensi pria itu.
Boleh minta komennya untuk part ini?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro