Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

82 - Kedatangan


Rutinitas Melisa setiap pagi semenjak hamil adalah muntah-muntah, apalagi kalau sedang gosok gigi. Walau tidak separah sebelumnya. Yang kemarin-kemarin malah hampir setiap saat, mau pagi, siang, sore, sampai malam. Selain itu, Melisa kini sering memperhatikan perutnya di depan cermin. Ia akan sangat bahagia ketika pakaian lamanya ada yang sudah mulai kesempitan.

"Sebentar lagi kaus-kaus mama nggak muat. Saatnya kita menguras uang papa."

Melisa mengambil ponsel. Kemudian, membuka aplikasi belanja online. Kemarin dirinya sudah memilih beberapa potong baju yang bisa dipakai ibu hamil sampai menyusui. Pakaian, kan, hanya digunakan sebentar. Jadi, uang lainnya bisa dipakai untuk keperluan lain seperti biaya pemeriksaan, vitamin, lalu biaya melahirkan. Melisa sudah merancang semua. Tinggal menguras dompet si bapak bayi ini.

Perutnya keroncongan. Melisa meninggalkan ponselnya di kamar. Perempuan itu bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan. Ah, lebih tepatnya mengambil sarapan karena Ratna sudah lebih dulu membuatkan. Berbeda ketika masih di rumah Sarina. Boro-boro ibu mertuanya masak. Pagi-pagi disambut dengan ribut.

"Gimana keadaan kamu, Sayang?" tanya Ratna.

"Lumayan enteng. Mel mau mulai olahraga lagi biar nanti kalau udah lahiran, badan Mel balik kayak masih gadis."

"Emangnya sebelum ini kamu udah olahraga?"

"Udah." Melisa menggigit roti sandwich buatan Ratna. Mengunyah sebentar. "Ya, cuma jalan kaki, sih. Rencananya aku juga mau rutin renang lagi, terus mau nyoba yoga."

Ratna yang sedang menuangkan sayur bening ke dalam mangkuk tersenyum. Sangat bangga dengan perubahan anaknya. "Mama boleh tanya sesuatu?"

"Tanya apa?"

"Waktu Candra ke sini, kamu apain? Kok, cuma sebentar?"

Sebelum menjawab, Melisa menyesap susu dari gelas. Ia sudah menebak Ratna akan membahas ini. "Aku usir."

"Kamu emangnya nggak mau masalah ini selesai? Padahal kemarin ada kesempatan, lho. Kamu masih mau sama dia nggak?"

"Aku masih mau, Ma. Tapi, Mas Candra nggak mungkin pilih aku. Dia pasti pilih ibunya."

"Mel, kamu harus tahu, anak laki-laki akan tetap jadi milik ibunya meskipun sudah menikah. Jadi, jangan suruh dia memilih karena mama yakin buat Candra, kamu dan ibunya itu sama-sama berharga."

Melisa melanjutkan makannya sembari mencerna ucapan Ratna. Kalau situasi dibalik, tentu Melisa tidak akan mungkin bisa. Orang tuanya merupakan harta yang paling berharga. Mereka yang menemani dari kecil. Mungkin itu juga yang dirasakan Candra.

"Kalau kamu sudah tenang dan Candra datang, selesaikan semuanya. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Bicarakan apa yang jadi keinginan kamu."

Candra pasti datang lagi dan Melisa sudah menyiapkan sederet hukuman untuk balas dendam. Ia sudah memaafkan pria itu, tapi entah kenapa rasanya Melisa masih benci melihat wajah suaminya. Apa itu yang dinamakan mood swing saat hamil? Kalau tiba-tiba Melisa ingin laki-laki itu melakukan sesuatu, apakah Candra akan marah?

"Ma, dulu pas hamil pernah ngerjain papa nggak?" tanya Melisa. Ia ingin tahu apa perasaannya salah atau tidak.

"Pernah, dong. Dulu waktu mama hamil Mas Ahsan, mama pengen lihat papa kepalanya botak, padahal waktu itu rambut papa lagi bagus-bagusnya. Waktu hamil abang, mama pengen lihat papa naik histeria. Nah, waktu hamil kamu, agak kalem mama. Waktu itu mama cuma pengen papa beliin makanan."

"Berarti aku nggak salah, kan, kalau tiba-tiba pengen sesuatu? Kayak kemarin, aku tiba-tiba pengen bakso tapi harus Mas Candra yang beli. Aku ngerasa aneh."

"Ya, nggak salah. Asal jangan keterlaluan. Sebisa mungkin kalau keinginan kamu di luar akal sehat, jangan diutarakan. Selama hamil itu nggak perlu ngelakuin yang macam-macam. Lagian, yang penting ibu dan bayinya sama-sama sehat."

Melisa setuju dengan Ratna. Semoga saja setelah hukuman itu, Melisa kembali seperti semula.

Selesai sarapan, Melisa kembali ke kamar untuk mengambil ponsel. Di layar terdapat notifikasi pesanan Melisa sedang dikirim dan baru saja transit di Yogyakarta. Melisa mengerutkan kening. Harusnya tidak perlu sampai sana, tapi kenapa ...

Rupanya Melisa baru sadar dirinya belum mengubah alamat penerima. Alamat yang tercantum masih tertulis rumah Sarina. Sudah semalaman, jelas saja paket itu sudah mulai dikirim.

"Ya ampun! Gimana, nih? Bisa dibatalin nggak, ya? Mana udah bayar pula!"

Melisa berinisiatif menghubungi penjual. Berharap penjual mau membatalkan pengiriman supaya Melisa bisa mengganti alamatnya. Namun, respons dari penjual justru membuatnya jengkel. Penjual justru marah-marah setelah mendapat aduan Melisa.

"Segala kesalahan ditanggung pembeli. Awas aja besok-besok nggak bakal beli di sini lagi!"

Telanjur kesal, Melisa berhenti menghubungi penjual. Ia pasrah dengan paket yang kemungkinan besar akan mendarat di rumah Sarina. Waktu masih di sana, Melisa pernah sesekali belanja online. Tentu saja ibu mertuanya membuka sesi ceramah setiap kali Melisa menerima paket.

"Kalau paketnya beneran nyampe sana, tinggal minta Mas Candra aja yang ambil. Aku malas ke sana lagi. Atau palingan entar dibuang sama ibu."

Benar, Melisa malas berurusan dengan Sarina. Setidaknya sampai bayi ini lahir. Ia tidak mau wanita itu mengacaukan pikirannya seperti kemarin. Ia ingin bayinya berkembang dengan baik. Tentunya si ibu harus berada di lingkungan positif. Buktinya semenjak di sini, Melisa bisa makan banyak.

Pintu kamarnya diketuk dari luar. Melisa bergegas membukanya. Ia kira Fyan yang hendak masuk karena kebiasaan pria itu mengetuk pintu dulu. Namun, ternyata yang muncul wajah suaminya.

"Sayang ...."

Belum sempat melangkah, Melisa lebih dulu mencegahnya dengan menutup pintu. Tak lupa dikunci. Setelah itu terdengar suara berat suaminya sembari mengetuk pintu.

"Mas ngapain lagi ke sini?"

"Aku udah bilang bakal ke sini lagi. Kamu juga katanya mau bakso, ini udah aku beliin."

Mendengar itu, Melisa tertegun. Memang benar di tangan Candra ada kantung kresek yang ia yakini adalah bakso. Pasti di antara Ratna, Hartanto, atau Fyan yang memberitahu suaminya.

"Aku udah nggak pengen. Mending dibuang aja! Lagian, aku mau baksonya kemarin, tapi HP Mas nggak aktif!"

"Iya, maafin aku, ya, habis landing nggak langsung buka HP."

"Terus, Mas kenapa baru sampai sini? Kalo cuma empat landing harusnya semalam Mas udah nyampe."

"Aku dapat penerbangan pagi, Sayang."

"Ya, kan, bisa pakai kendaraan lain, nggak harus pesawat, kan?"

"Iya, aku minta maaf. Kamu buka dulu pintunya sekarang, Sayang."

"Ngapain? Aku nggak mau ketemu Mas!"

"Mel ...."

Perutnya bergejolak lagi. Melisa baru ingat belum minum obat pereda mual sebelum makan. Tidak tahan, Melisa bergegas masuk ke kamar mandi. Mengabaikan Candra yang menggedor pintu kamarnya. Roti dan susu yang baru saja masuk itu kini beralih ke lubang wastafel.

Ketika perutnya tenang, Melisa membersihkan mulutnya, kemudian mengelapnya dengan handuk. Tiba-tiba saja pintunya dibuka dari luar. Melisa terperanjat melihat Candra dan Ratna. Kenapa mereka bisa masuk kamarnya?

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Candra sembari memegang wajah dan bahu Melisa. Namun, Melisa segera menepisnya.

"Ngapain Mas masuk?"

"Kamu nggak ada suaranya barusan. Aku pikir kamu kenapa. Makanya minta kunci cadangan ke Mama."

"Aku lagi muntah-muntah. Udah, sekarang Mas keluar."

Bukannya keluar, Candra justru menarik tubuh istrinya, membawanya ke pelukan. Melisa tentu saja berontak dengan terus memukul dada suaminya.

"Lepasin, Mas!"

"Nggak mau."

"Mas!"

"Maafin dulu baru aku lepasin."

"Nggak mau!"

"Melisa."

"Lepasin, Mas. Perutku mual lagi!"

Candra melonggarkan pelukannya. Saat itu juga, Melisa kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini mengenai pakaian Candra.


22 November 2022
•••

Apes banget nasibmu Mas 🤣😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro