Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

80 - Kehilangan Sayap


Dua puluh lima tahun yang lalu.

Seorang anak laki-laki berlarian setelah turun dari mobil. Di tangannya terdapat kertas berisi ulangan matematika yang mendapatkan nilai 98. Ia akan memberikan kertas tersebut pada ibunya, sebagai bukti bahwa semalam dirinya benar-benar belajar.

Melintasi ruang tamu, anak itu mendengar samar-samar dua orang dewasa saling berteriak. Laki-laki dan perempuan. Ia mengenali dua suara itu, ayah dan ibunya. Semakin dekat, suara mereka terdengar sangat kencang. Anak itu kemudian memilih bersembunyi di balik dinding, tetapi matanya menyaksikan adu mulut yang diperankan oleh kedua orang tuanya.

"Kamu ini apa-apaan, sih? Seenaknya memasukkan Candra ke banyak les. Dia masih kecil, butuh main dan istirahat! Kalau semua waktunya digunakan untuk belajar, gimana sosial dia? Gimana kesehatan dia? Kamu mikir nggak, sih?"

"Aku cuma mau anakku pintar, Mas! Salah aku kayak gitu?"

"Aku juga mau punya anak pintar, tapi tidak dengan merebut waktu bermainnya! Kita nggak boleh zalim. Candra butuh sosialisasi, Sar. Kalau setiap hari dia belajar, belajar, belajar, ya lama-lama jadi bosan. Terus apa tadi kamu bilang, mau masukin Candra ke kelas karate? Gila kamu!"

"Candra harus bisa bela diri. Lihat anak temen-temenku, ada anaknya yang bisa karate padahal usianya masih kecil."

"Ya, kamu tanya dulu ke anaknya mau apa nggak. Kalau Candra nggak mau ya percuma, bela dirinya nggak akan masuk!"

"Candra harus mau, Mas. Itu demi kebaikan dia!"

"Astaga, Sarina! Kita bisa melakukan kebaikan untuknya, tapi libatkan juga hatinya. Kita nggak pernah tahu apa Candra senang atau sedih dengan tindakan kita kalau tidak bertanya."

"Oh, jadi Mas Tama nggak mau ngikutin kemauan aku?"

Wanita berambut panjang itu menatap nyalang. Di balik dinding itu, tubuh Candra mengerut saking takutnya. Akhir-akhir ini ia sering mendengar keributan ayah dan ibunya. Candra tidak paham apa yang membuat mereka selalu marah-marah, terutama ibunya. Bukannya setiap hari Candra datang ke sekolah, rajin mengikuti les, kenapa ibunya masih marah-marah?

Jujur, Candra ingin main dengan anak-anak lain di sekitar rumah. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya makan es krim di jalan, atau berlarian mengejar layangan. Sayangnya, harapan itu harus musnah. Ibunya selalu marah-marah jika dirinya berani keluar. Masa kecilnya direnggut secara paksa.

Di usianya yang masih kecil, Candra sudah banyak mengikuti kegiatan. Pagi sekolah, siang sampai sore menghadiri les matematika, bahasa Inggris, hingga panahan, malamnya ikut kursus piano dan mengerjakan PR. Semua kegiatan itu berulang setiap hari. Tidak ada kata libur bahkan di hari Minggu karena di hari itu, Sarina akan mengajaknya bertemu guru renang.

Pernah sekali Hutama mengajaknya pergi ke kebun binatang, padahal harusnya Candra berangkat les. Mengetahui itu, jelas Sarina murka. Candra dikurung di dalam kamar selama satu hari. Kedua orang tuanya bertengkar hebat saat itu. Hutama mengatakan tidak apa-apa jika Candra tidak ikutan les, tapi Sarina tidak terima.

"Mas lupa ayahku yang bikin Mas jadi seperti sekarang. Mas cuma ikuti kataku aja nggak mau!"

"Selalu seperti itu! Kamu selalu mengungkit kebaikan ayah kamu. Aku sudah tahu itu. Tapi, ini anak kita, Sar. Dia berhak menentukan apa yang dia suka."

"Dia masih kecil, mana tahu kalau bukan kita yang menuntunnya? Kalau ternyata yang dia pilih itu salah gimana?"

"Ya, makanya itu, libatkan dia. Jangan main asal masukin anak ke tempat yang nggak dia inginkan. Kita cuma bisa mengarahkan. Kamu paham nggak, sih?"

Tidak tahan melihat situasi itu, Candra akhirnya memberanikan diri muncul di hadapan ayah dan ibunya. Sontak kedatangan sang anak menghentikan keributan itu.

"Ibu, jangan marahin Ayah lagi. Ini aku selesai ngerjain ulangan, Bu." Dengan wajah semringah, Candra memberikan kertas ulangannya pada Sarina. Namun, bukannya senang, Sarina justru membanting kertas itu ke lantai.

"Cuma dapat segini? Kamu ini nggak belajar apa gimana, sih?" hardik wanita itu.

Melihat anaknya menunduk takut, Hutama memungut kertas ulangannya. Rahangnya mengeras saat itu juga. "Ini Candra dapet nilai tinggi dan kamu masih protes? Kamu pikir anak kamu robot?"

"Kamu nggak ngerti, Mas. Kalau Candra dapat nilai segitu, artinya ada satu orang di atasnya. Aku nggak mau!"

"Kemarin dia udah dapet seratus, wajar kalau sekarang menurun. Kamu jangan bikin anak kamu takut."

Sarina menatap tajam ke arah Candra. "Pokoknya ibu nggak mau tahu. Kamu harus belajar biar nilaimu bisa seratus lagi! Ibu akan tambah waktu les kamu."

"Sarina—"

"Diam!" pekik Sarina. "Kalau kamu masih mau jadi ayahnya, ikuti aturanku di sini!"

Setelah Sarina pergi, Hutama menyejajarkan tubuhnya, lalu memeluk erat tubuh Candra, mengusap punggungnya berkali-kali.

"Maaf, ya. Ayah sama Ibu berantem di depan kamu. Besok-besok kalau denger suara Ayah sama Ibu, kamu langsung masuk ke kamar, ya."

Keributan itu memang berhenti, tetapi suara-suara itu masih terus terngiang di kepala Candra meski sudah lama terjadi. Di usianya yang masih kecil, ia harus mengikuti semua perintah ibunya. Di usianya yang masih kecil, ia harus melihat ayah dan ibunya bertengkar. Hanya Hutama yang bangga dengan apa pun hasil yang diperoleh Candra. Hanya Hutama yang memeluknya seraya berkata semua akan baik-baik saja. Terkadang, Candra merasa tersiksa. Diam-diam ia menyimpan tangisnya di balik buku tebal. Menyembunyikan keinginannya dengan mencoret-coret kertas.

Hingga tibalah hari yang menakutkan bagi Candra. Kata perpisahan itu keluar dari mulut ayah dan ibunya.

"Kamu yakin mau pisah sama aku? Untuk bekerja saja kamu masih mengandalkan bantuan ayahku?"

"Akan aku buktikan kalau aku bisa hidup dengan kaki sendiri. Kamu lihat saja nanti, setelah aku berhasil, aku akan ambil Candra dari kamu!"

Hari terus berganti. Tahun bergulir. Candra masih pada harapan yang sama, yaitu kembalinya sang ayah. Walau kenyataannya sang ibu terus mengotori pikirannya, terus memaksanya melakukan sesuatu yang tidak suka. Candra terbelenggu dalam asa. Berharap Hutama mengeluarkannya dari sangkar ibunya.

"Kamu di sini dulu, ya, sama ibu. Nanti kalau ayah sudah punya uang yang banyak, ayah akan ajak kamu main ke mana saja. Ayah pergi biar kamu nggak dengerin ayah sama ibu adu mulut."

"Beneran, Ayah?"

"Iya. Ayah kerja dulu, ya. Kamu rajin belajar, selalu dengerin ibu. Nanti kalau sudah sukses, ayah akan pulang."

Kata-kata dari ayahnya terus ia genggam. Memang benar, setelah ayahnya pergi, keributan itu berkurang. Bahkan, nyaris tidak ada. Namun, mengapa ayahnya tidak pulang? Kenapa ayahnya lama sekali perginya? Sukses itu apa? Mengapa ayahnya baru akan pulang ketika sudah sukses?

Tahun terus berganti, tapi Hutama tidak pernah datang. Sang ayah menghilang dari radarnya. Candra kesepian. Ia kehilangan.

"Ayah kamu nggak akan pulang. Dia itu laki-laki yang nggak bertanggung jawab. Kamu nggak usah nungguin ayah lagi."

Candra mendengarkan Sarina, seperti yang pernah ayahnya katakan sebelum pergi. Sejak saat itu, Candra membuang harapan. Perlahan melupakan sosok ayahnya. Hingga umurnya mulai beranjak remaja, Candra baru tahu kalau ternyata ibu dan ayahnya telah berpisah.

20 November 2022
•••

Indonesia menjadi urutan ketiga di dunia sebagai negara yang anak-anaknya tumbuh tanpa sosok ayah (fatherless country). Entah itu ayahnya meninggal, orang tuanya cerai terus tinggal sama ibu, anak-anak yang lahir di luar nikah, atau yang paling parah ayah itu ada wujudnya, tapi secara peran dia nggak hadir untuk anak-anaknya.

Dan itu udah terjadi sejak dulu yang mana di sini kita menganggap kalau ayah itu tugasnya cari nafkah, sedangkan ibu di rumah. Padahal sebenernya, membesarkan anak itu ya tugas dua-duanya. Pas bikin berdua, kan?

Makanya Candra bilang nggak mau punya anak karena pekerjaannya itu, padahal masih bisa diatur, ya, hehe. Nah, semoga aja pikirannya semakin terbuka.

Btw, tinggal 10 hari lagi, lho 🤭

Yang punya Karyakarsa dan mau baca spesial chapter-nya, bisa copas link ini.

https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-special-part

https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-special-part-2

Murah kok, cuma 20 kakoin kalian bisa nikmati spesial chapter-nya ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro