Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

69 - Tumbang Lagi

Sakitnya semakin parah. Sudah lima hari Melisa benar-benar terkapar di kamar. Hampir setiap saat ia muntah-muntah hingga tidak ada satu pun cairan yang masuk ke tubuhnya. Tidak hanya mual muntah, kepalanya pun selalu nyeri. Terkadang matanya berkunang-kunang. Melisa tidak memberitahu kondisinya kepada Candra. Bahkan, panggilan video dari lelaki itu beberapa kali ia tolak. Melisa beralasan masih sibuk kerja, padahal aslinya rebahan di kasur.

"Lagi sakit itu banyak gerak, bukan malah tiduran di kamar! Jangan manja! Kamu pikir dengan tiduran sakitmu bisa langsung hilang?"

Yang paling menjengkelkan kalau sakit lalu tidak ada Candra ya ini, mulut tajam Sarina. Sepanjang hari wanita itu menyindirnya terus. Ini bukannya sembuh, malah membunuh secara perlahan. Apa mertuanya itu tidak berpikir kalau bisa bergerak, Melisa juga tidak mau di kamar terus! Lagi pula, yang membuatnya sampai sakit begini juga Sarina. Selama lima hari wanita itu mempersiapkan pernikahan untuk Candra dan Syakira. Melisa stres memikirkan bagaimana caranya mengatakan ini pada Candra.

"Mbak Mel, kan, nggak bisa makan, Bu. Mungkin badannya beneran lemes." Mbak Lala membela Melisa. Kondisinya sangat memprihatinkan begini, masa disuruh bangun. Sejak lima hari yang lalu, dirinya pula yang mengurusi Melisa.

"Ya, makanya itu, dia harusnya makan. Dipaksa kalo nggak bisa masuk. Begitu kalo dari kecil dimanjakan. Sekalinya sakit nggak bergerak. Manja!"

Mendengar keributan itu, Melisa menghela napas berat. Sungguh Sarina ini sebenarnya manusia apa bukan. Lagi pula, sekarang dirinya tidak sedang pura-pura sakit. Kepalanya benar-benar berat, perutnya perih sampai bibirnya kering begini, tenggorokan juga sakit. Apa tidak ada sedikit saja rasa empati di dalam hati mertuanya? Melisa benar-benar tidak bisa membayangkan seperti apa hidup suaminya selama bertahun-tahun ini.

Melisa akhirnya mencoba untuk bangkit dari tempat tidur. "Nih, aku udah bangun. Sekarang mau ke tempat kerja!"

Mbak Lala mengerjap tak percaya. "Mbak Mel ...."

"Udah, Mbak. Aku nggak apa-apa. Emang bener kata Ibu nggak boleh rebahan pas sakit."

Dengan tubuhnya sempoyongan, Melisa melangkah masuk ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, ia merapikan rambut serta pakaiannya di depan ibu mertua serta Mbak Lala. "Tuh, lihat. Aku bisa, kan?"

"Mbak Mel ...." Lagi-lagi Mbak Lala nelangsa. Merasa tak mampu melakukan apa pun ketika sang majikan telah bersuara.

Sarina melengos, meninggalkan Melisa dan Mbak Lala. Melisa tidak berhenti, ia tetap memasukkan peralatan kerjanya ke dalam tas dan memakai sepatu.

"Mbak Mel beneran mau pergi?" tanya Mbak Lala pelan.

Melisa mengembuskan napas. Jujur untuk berdiri saja kepalanya berputar-putar. Ini malah mau keluar. Semoga saja tidak jatuh di jalan. "Beneran, Mbak. Lagian, di sini nggak boleh ada orang sakit. Harus sehat terus."

"Omongan ibu jangan dimasukin hati, Mbak."

"Udah telanjur masuk. Kalau di rumah terus, yang ada sakitku nggak sembuh, Mbak. Terus, aku nggak enak juga sama temen ninggalin pekerjaan terus."

Mbak Lala tertegun. "Ya udah, kalau begitu saya buatkan sarapan, ya. Mbak harus makan."

"Nggak usah, deh, Mbak. Aku mau makan di luar, kali aja cocok."

Melisa mengangkat tasnya, kemudian melangkah keluar kamar. Melisa menggunakan jasa Pak Sarto karena tidak sempat memesan ojek. Ia tidak pergi ke rumah sakit atau klinik untuk memeriksakan diri, melainkan pergi ke kantor Yukata Books. Hanya di tempat itu, ia bisa beristirahat dengan tenang. Rencananya mau numpang tidur sejam. Di sana ia yakin bisa leluasa.

Benar saja Setibanya di sana, Melisa duduk di kursi, lalu melipat kedua tangannya di meja, meletakkan kepala di sana. Belum sempat terpejam, telinganya menangkap suara sepatu mendekatinya. Mau tidak mau ia mengangkat kepala. Menyambut Inayah yang masuk ke ruangannya.

"Ya Allah, Mel! Muka kamu pucet kayak gini ngapain masuk, sih?"

"Hah? Emang iya?" Melisa malah balik tanya pada Inayah. Dari tadi ia tidak sempat melihat kaca.

"Iya. Kamu udah makan belum?"

Melisa menjawabnya dengan gelengan. Matanya terpejam karena sakit kepalanya kembali mendera. "Aku capek di rumah, Nay. Ibu ngeselin banget."

"Ya, tapi kalo sakit pergi ke rumah sakit, bukan ke sini."

"Aku takut kalau dokter malah bilang yang nggak-nggak, Nay. Aku nggak pernah sakit parah selama ini. Sekalinya sakit malah gini."

"Ya, itu, kan, risiko, Mel. Namanya periksa ke dokter biar tahu sakit apa." Inayah geleng-geleng. "Emang apa yang kamu rasain?"

"Pusing, mual, muntah, pengen makan nggak bisa, badan remuk semua, perut kadang suka sakit, kepala pusing."

"Kamu udah telat mens belum?"

Melisa membuka mata untuk memandang wajah sahabatnya. "Kenapa kamu tanya begitu?"

"Kamu, kan, udah lama lepas IUD. Pasti ada yang jadi, lah!" Inayah mulai gemas. Bisa-bisanya masih tanya kenapa. Ciri-ciri yang disebutkan Melisa barusan persis seperti yang dialami kakaknya dulu.

"Nggak mungkin, Nay. Aku udah coba test pack hasilnya negatif. Mana aku udah beli dua pula."

"Dua-duanya udah kamu pake?"

"Belum."

"Mana coba aku mau lihat yang belum dipakai."

Melisa menurut. Ia membuka ritsleting tasnya, mengeluarkan sebungkus test pack dari sana. Inayah dengan cepat merebut benda itu. Membaca bungkusnya dengan teliti sampai berkali-kali. Setelah menemukan sesuatu, perempuan berkerudung kuning menghela napas. Tangannya terangkat ke atas, hendak menjitak kepala Melisa, tapi urung karena takut tambah sakit. Akhirnya gemas sendiri.

"Kamu beli ginian nggak cek dulu? Ini test pack udah kadaluarsa, Melisa!"

"A-apa?" Melisa meraih bungkus tes kehamilan itu lalu membacanya. Ternyata benar, tanggal kadaluarsanya sudah lewat sebulan yang lalu. Astaga, kenapa ia ceroboh seperti ini? Jadi, buat apa dia menangis di kamar mandi kemarin? Menangisi kebodohannya?

Kalau alat ini sudah kadaluarsa dan menunjukkan hasil negatif, itu berarti hasil sebenarnya adalah ....

"Mendingan sekarang kamu periksa ke rumah sakit biar tahu sebenernya kamu lagi hamil apa nggak. Nggak usah pakai test pack segala. Entar kamu beli yang kadaluarsa lagi," ucap Inayah kemudian. "Kamu belum minum obat apa-apa, kan?"

"Gimana mau minum obat, makan aja nggak bisa."

"Nah, bagus. Untung kamu nggak macam-macam. Kalau seandainya beneran hamil, kan, bisa bahaya buat kamu atau janinnya, Mel. Terus, kamu kalo ngerasa nggak sehat langsung periksa gitu, lho. Itu salah satu cara kamu sayang sama badan kamu. Emang kamu mau kayak gini terus?"

Melisa kembali membenamkan wajah. Mendengar suara Inayah membuat kepalanya makin sakit. Niatnya mau tidur malah dapat ceramah lagi. Kapan hidupnya bisa tenang?

Melihat itu, Inayah menghela napas. Merasa iba. "Mendingan sekarang kamu ke rumah sakit. Aku temenin."

"Nanti aja, Nay, kalau kepalaku udah nggak sakit."

"Lha, kok, nanti. Sekarang, Mel. Kamu udah sakit berapa hari coba? Makanya itu biar sakitnya hilang, kamu harus ke dokter. Udah, kamu tunggu sini, aku ambil tas dulu."

Inayah pergi. Saat itulah Melisa juga merapikan tasnya. Inayah benar, ia harus ke rumah sakit sekarang supaya tahu sebenarnya ada apa dengan tubuhnya.

Saat Melisa mencoba berdiri, kakinya tiba-tiba luruh dan pandangannya berubah menjadi hitam.

09 November 2022

•••

Aku sakit, tapi alhamdulillah udah punya tabungan bab sama lusa. Jadi tetep bisa update walaupun tepar.

Yang kemarin, aku beneran mau kasih hadiah, pulsa 10k untuk satu orang yang beruntung. Nah, buat nama di bawah ini, silakan DM aku ke instagram @pesulapcinta kalau mau diambil hadiahnya. Kalo nggak punya IG bisa DM ke wattpad ini, nanti aku kasih nomorku biar bisa sambung komunikasi lewat WA. Soalnya kalo di WP nggak bisa kirim gambar.


Yang belum dapet, nanti aku kasih tebak-tebakan lagi 🤭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro