Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

55 - Malam yang Romantis


Warna jingga mulai mendominasi langit. Suara ombak terdengar begitu keras saat menabrak bebatuan. Biasanya seperti itu kalau sore hari. Air berlomba sampai ke daratan. Kadang juga bersaing dengan angin hingga tirai-tirai beterbangan. Kalau sedang seperti itu, bukannya tutup pintu, Melisa justru berdiri di luar. Memandang matahari yang perlahan tenggelam. Meninggalkan cahaya kuning keemasan. Berkilauan.

Sementara itu, Candra sedang mandi. Melisa yang menyuruhnya karena sebentar lagi ia akan memperlihatkan sebuah kejutan. Sembari menikmati sunset, Melisa juga mengkonfirmasi ke pihak yang membantunya. Ya, di sini Melisa masih terpaksa menghidupkan ponsel sampai nomor Sarina diblokir sementara. Lagi pula, mau dalam keadaan menyala pun tetap susah gara-gara sinyal di sini lemah.

Semakin gelap sampai lampu-lampu mulai dinyalakan, Melisa memutuskan masuk. Saat yang bersamaan, Candra muncul. Suaminya itu mengenakan kemeja berwarna hitam. Sekali lagi, jangan berharap Candra pakai baju warna selain hitam putih.

"Mas tunggu di sini. Jangan ke mana-mana!"

Melisa masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, perempuan itu keluar dengan tubuh terbalut midi dress, berlengan pendek, berbahan brokat dari leher bagian leher sampai dada, sedangkan lapisannya berbahan satin sampai bawah. Warnanya senada dengan pakaian suaminya.

Melisa yang jarang memakai dress pun menyita perhatian sang suami. "Tumben pakai baju itu?"

Tangan Melisa terangkat, menggulung rambutnya sampai terlihat leher mulusnya. "Kan, aku mau kasih kejutan buat Mas."

Kemudian, Melisa mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam tas, melipatnya sebanyak empat kali hingga panjang. "Karena ini kejutan, mata Mas harus ditutup dulu. Oke?"

"Ya, nurut aja apa kata Tuan Putri."

Selanjutnya, Melisa berdiri di belakang Candra. Setengah berjinjit ia mengikat sapu tangan itu di belakang kepala.

"Terus aku jalannya gimana?"

"Aku pegangin. Kita jalan pelan-pelan."

Candra yang matanya tertutup meraba-raba dan meraih tangan Melisa, lalu mengikuti langkah istrinya. Kini, keduanya sudah berada di luar kamar. Melisa terus berjalan, menjauh dari villa. Kakinya mulai menapaki pasir dan terlihat sebuah meja bundar dengan lilin yang menyala di bagian tengahnya. Meja yang sudah dipesan Melisa untuk makan malam ini.

Meja tersebut semakin dekat jaraknya dan Melisa berhenti melangkah, membuat Candra juga ikut berhenti. Dari samping dan berjinjit, Melisa membuka ikatan di mata sang suami.

"Ini dia kejutannya!"

Setelah sapu tangan itu diturunkan, Candra membuka matanya perlahan, dan memandang takjub.

"Dari dulu aku pengen makan di deket pantai kayak gini. Makan sambil ditemenin ombak kayaknya asik gitu."

"Kamu yang nyiapin semua ini?" tanya Candra.

"Ya, bukan. Aku tinggal telepon, terus pihak restoran yang nyiapin semuanya."

Candra lantas meraih pinggang Melisa, merengkuh tubuh itu dengan erat. "Kenapa nggak bilang sama aku?"

Di pelukan suaminya, Melisa tersenyum. "Untuk apa bilang? Toh, nanti Mas bakal tahu. Lagian, selagi bisa sendiri, kenapa harus minta ke orang lain?"

Kali ini, Candra mengecup puncak kepala Melisa.

"Ayo, duduk! Sebentar lagi pelayan datang."

Pelukan itu terurai. Candra memundurkan, sedikit kursi kayu agar memudahkan istrinya. Melisa lantas mengucapkan terima kasih. Benar saja, beberapa detik setelah Candra duduk, dua orang pelayan laki-laki datang membawa nampan. Rupanya Melisa sudah memesan steak salmon sebagai menu utama, tiramisu sebagai dessert, dan jus alpukat serta air putih sebagai minuman.

Sepasang suami istri itu memulai makan malamnya dengan saling mengangkat gelas berisi jus.

"Cheers!"

Melisa menyeruput minuman itu, lalu meletakkan gelasnya di meja. Ia mulai menyantap potongan salmon yang dilumuri saus. "Seneng nggak makan di sini, Mas?" tanya Melisa usai menelan daging ikan itu.

Candra mengangguk, kemudian menyodorkan garpunya ke arah Melisa. "Buka mulutnya."

Tentu saja Melisa menerima suapan itu dengan senang hati. Kalau di rumah, kan, tidak mungkin berlaku seperti ini. "Enak, Mas. Dagingnya empuk."

Mereka berdua terus melanjutkan makan hingga piring Melisa yang lebih dulu kosong. Tidak ada yang sisa, bahkan potongan buncis dan wortel yang biasa ditinggal saat makan steak Melisa lahap semua. Mulai dari sekarang ia membiasakan lidahnya dengan sayuran.

Melisa menopang dagunya dengan salah satu tangan, matanya lurus memandang sang suami. "Mas, kalau Mas libur lagi, mau nggak jalan-jalan kayak gini?"

Candra mendongak, tersenyum ke arah Melisa. "Mau ke mana lagi?"

"Ke Laboan Bajo, mungkin. Atau ke luar negeri sekalian. Tapi, inget, jangan ajak ibu. Liburan berdua buat suami istri itu harus, Mas. Biar hubungannya awet."

"Kamu emang nggak apa-apa minta izin libur terus?"

"Kayaknya kalau kontrak udah habis, aku mau resign aja, Mas. Enakan freelance daripada menetap di kantor. Kalau freelance, kan, bisa dikerjain di rumah. Apalagi bentar lagi kita punya rumah sendiri, sayang rumahnya kalau ditinggal terus. Menurut Mas gimana?" Ini termasuk bagian rencana dari program bikin dedek. Melisa ingin mengurus anaknya sendiri tanpa bantuan pengasuh.

"Kamu nggak usah kerja juga nggak masalah, biar aku yang kerja."

"Enak aja. Aku masih mau kerja, tapi dari rumah."

"Ya udah, kalau menurut kamu itu baik, jalani aja."

Jawaban yang sama seperti papanya dan itu membuat Melisa senang. Tidak ada tuntutan harus begini dan begitu. Semuanya tergantung Melisa nyaman apa tidak.

Sebenarnya kalau dilihat lagi, Candra tidak mengadopsi cara asuh ibunya. Bukannya itu sebuah keberuntungan? Anak mereka nanti tidak merasakan apa yang dirasakan ayahnya dulu.

"Mas udah cocok, deh, jadi bapak-bapak," celetuk Melisa, bermaksud ingin memancing Candra. Namun, ia hanya mendapatkan senyum simpul. Tidak masalah. Sejauh ini kalau Melisa menyinggung soal anak, Candra tidak mengajaknya debat seperti sebelumnya.

Melisa merasakan kejatuhan sesuatu. Saat ia menengadah tangan, titik-titik air bermunculan. "Lah, hujan, Mas!"

"Ya udah, kalau gitu balik ke villa."

"Terus sisa makanan ini gimana, Mas? Dessert-nya belum sempat dimakan!"

"Tinggal aja. Udah bayar, kan? Besok kita beli lagi."

"Eh?"

Belum sempat Melisa melayangkan protes, Candra sudah menggamit tangan dan mengajaknya lari. Dalam sekejap, makan malam romantis itu berubah menjadi lomba lari di antara hujan.

Baju mereka setengah basah saat tiba di kamar villa. Melisa menyuruh Candra ganti baju duluan karena dirinya mendadak mendapatkan ide. Makan malam yang berantakan bukan berarti harus melalui malam ini dengan santai, bukan?

Setelah Candra keluar, Melisa masuk dengan membawa tas berisi pakaiannya. Usai mengunci pintu, Melisa membongkar benda itu, mengeluarkan lingerie merah, kuteks, parfum, dan peralatan mekapnya. Pertama, Melisa mengganti pakaiannya dengan baju cantik itu, tidak lupa mengurai ikatan rambutnya. Dilanjut dengan membersihkan muka, menyemprotkan parfum di seluruh tubuh, terutama di titik yang biasa dijamah suaminya. Terakhir, Melisa membuka tutup kuteks warna merah, mulai menggerakkan kuas aplikator ke kukunya.

"Sayang, kamu ngapain di dalam?"

Melisa terlonjak saat mendengar ketukan pintu disusul suara suaminya dari luar. Mulutnya meniup-niup kuteks supaya cepat kering. Saking terburu-burunya, Melisa menjatuhkan botol parfumnya.

Rupanya suara benda jatuh itu sampai di telinga Candra. Dari luar, laki-laki itu terus menggedor pintu. "Mel, itu apa yang jatuh? Kamu jatuh?"

"Nggak, Mas. Aku lagi BAB!" Melisa terpaksa berbohong karena tangannya masih sibuk mengoleskan kuteks di jari sebelah kanan. Tahu akan begini, lebih baik pakai kuteks setelah mandi tadi sore!

Dirasa sudah cukup, Melisa melangkah ke arah pintu tanpa merapikan isi tasnya. Masih ada hari esok, biarkan saja seperti itu.

Melisa menempelkan telinganya ke daun pintu. "Mas masih di situ?"

"Iya. Kamu kenapa nggak keluar-keluar?"

"Mas duduk di ranjang, dong. Aku mau keluar, terus Mas tutup mata, ya."

"Kenapa tutup mata lagi?"

"Pokoknya aku mau kasih sesuatu, tapi Mas nggak boleh lihat dulu. Cepetan pergi!"

"Iya, oke."

Tak lama, Melisa mendengar derap langkah suaminya yang menjauhi pintu. Merasa sudah aman, ia memberanikan diri membuka pintu, mengintip sedikit ke arah ranjang. Melisa melihat Candra menutup mata dengan kedua tangannya.

Dengan percaya diri, Melisa melangkah lebar. Saat tiba di depan Candra, ia duduk di paha laki-laki itu, saling berhadapan. Perlahan Melisa menurunkan tangan Candra, membiarkan Candra melihat penampilannya malam ini. Bola mata suaminya membesar. Tangan yang digenggam Melisa mendadak kaku.

Satu tangan Melisa membelai bulu halus di rahang suaminya. "Waktu bulan madu, kita selalu diganggu sama ibu. Sekarang cuma ada kita. Bisa kita mulai malam ini?"


26 Oktober 2022
•••

Kejutan dari Melisa nggak aneh-aneh kok. Cuma mau makan malam di dekat pantai 😂 eh, sekalinya keturutan malah hujan. Untung akal Melisa banyak 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro