Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

52 - Sarapan yang Manis


Udah punya KTP, kan?

•••

Saat Melisa membuka mata, tirai putih yang menutup pintu kaca sudah terbuka. Ia lantas menegakkan tubuh, menoleh ke samping yang rupanya kosong. Ketika menghadap pintu kaca, barulah terlihat tubuh suaminya mengapung di kolam renang. Melisa lantas turun dan menghampiri Candra.

Dari luar pintu kaca, Melisa memperhatikan Candra yang mendayung air menggunakan kedua tangannya. Melisa berdiri di situ sampai Candra selesai melakukan putaran dan berhenti tepat di hadapannya.

"Berenang, kok, nggak ajak-ajak?"

Candra mengusap wajahnya yang basah. Menatap istrinya lekat-lekat. "Kamunya tidur pulas gitu."

Melisa menggaruk kepalanya. Ya, memang benar, sih. Selepas makan malam, ia langsung tidur sampai pagi. Badannya sangat letih setelah melakukan perjalanan jauh. Namun, tetap saja merasa kesal lantaran Candra mencuri start. "Kan, bisa dibangunin. Kalau ada yang ngeliatin Mas gimana?"

"Sekarang kamu udah bangun. Sini langsung turun aja."

"Kalau aku ganti pakai bikini dulu gimana, Mas? Boleh, ya?" Melisa mengerlingkan mata. Sebenarnya ia tidak membawa bikini, bahkan tidak punya pakai itu walau bisa berenang. Pakaian renang miliknya masih tergolong sopan. Melisa bertanya seperti itu karena mau memancing suaminya saja dan ia melihat raut wajah suaminya berubah seketika.

"Nggak boleh."

"Kenapa nggak boleh? Kan, kita cuma berdua di sini."

"Jangan aneh-aneh. Aku nggak mau ada staf villa yang ngeliat kamu pakai pakaian terbuka."

Mendengar jawaban itu, Melisa tersenyum cerah. Kalau lagi begini, Candra mirip ketiga kakaknya. Melisa yang suka berenang itu harus dalam pengawasan para abangnya. Dulu mereka bertiga selalu memastikan Melisa berenang di kolam renang khusus wanita, bukan campuran. Meskipun mengenakan kaus dan celana pendek, mereka tidak mau tubuh adiknya menjadi tontonan gratis lelaki mata keranjang. "Oke, kalau gitu aku turun sekarang."

"Kamu ambil handuk dulu."

"Oh, ya." Melisa masuk ke kamar lagi untuk mengambil jubah mandi di dalam lemari. Karena pakai kaus, tidak mungkin, kan, jalan ke kamar mandi dalam keadaan basah.

Usai meletakkan jubah mandi di tepi kolam, Melisa mulai menurunkan kakinya. Sedikit demi sedikit, tubuhnya tertutup air.

"Mas, mau balapan nggak? Kita berenang sampai ujung sana."

"Apa hadiahnya buat yang berhasil sampai ke sana?"

Melisa berpikir sejenak, lalu menjawab, "Kalau Mas duluan yang sampai, Mas boleh cium aku. Kalau aku yang duluan, aku yang cium Mas."

"Oke."

Candra bersiap mengambil posisi, tapi Melisa menahannya.

"Ih, orang belum dihitung!" sergah Melisa. "Satu, dua ...."

Justru Melisa yang mendayung lebih dulu padahal belum menyebut angka selanjutnya. Kini posisi perempuan itu berada di depan Candra dan terus mendayung cepat. Jangan remehkan kekuatan Melisa. Saat masih SMP, dia rajin latihan renang, bahkan pernah menjuarai lomba. Sayang sekali setelah masuk SMA, Melisa sudah tidak pernah berenang lagi karena sibuk di organisasi.

Melisa hampir sampai di ujung kolam. Namun, ia merasakan kakinya ditarik dari belakang, dan Candra berhasil merebut posisinya. Melisa berdiri di air, lalu mengentakkan tangan hingga airnya menyemprot ke wajah.

"Mas Candra curang!" Melisa mengerucutkan bibir, sementara suaminya menyeringai.

"Kamu juga curang tadi."

"Ih, kan, aku bener. Habis nyebut angka dua langsung pergi."

"Harusnya bilang tiga dulu baru pergi."

"Terserah! Pokoknya Mas Candra tetep curang. Bahaya tau kalau tarik kaki kayak gitu. Kalo aku tenggelam gimana?"

"Kalau kamu tenggelam, aku bakal tangkap kamu, kayak gini."

Dalam hitungan detik, Candra berhasil mengurung tubuh Melisa. Salah satu tangannya membelai pipi perempuan itu. Saling berpandangan.

"Mas mau ngapain?" tanya Melisa saat Candra merapatkan dadanya yang tidak tertutup satu helai benang pun. Kening saling bersentuhan.

"Mau ambil hadiah aku."

"Eh, nggak bisa. Kan, Mas cu---"

Suara Melisa berhenti sebab Candra sudah menyentuh bibirnya. Mengundang sesuatu dalam diri Melisa. Tak ada celah untuk mundur. Justru Melisa melingkarkan kedua tangannya pada leher suaminya agar tidak terjatuh. Kolam renang yang harusnya dingin, berubah suhunya dalam sekejap. Melisa perlahan hanyut dalam permainan lelaki itu.

Melisa berharap segera berhenti. Namun, Candra terus bergerak. Satu tangan pria itu menyusup ke dalam pakaian Melisa. Si empunya sampai terbelalak. Tunggu, Candra tidak mungkin melakukannya di sini, kan?

Ekor mata Melisa menangkap seseorang dengan membawa floating breakfast berjalan ke arah kolam renang. Melisa segera memukul bahu Candra agar mau melepas ciumannya sebelum orang itu makin dekat. Beruntung laki-laki itu mau menurut. Ya, memang benar ia mau melakukan di mana saja, tapi, ya, nggak ditonton orang juga. Walau suami istri, tetap saja malu.

Untungnya orang itu hanya meletakkan nampan apung ke kolam. Melisa tidak tahu harus bersikap bagaimana setelah tertangkap basah.

"Makan dulu, Mas."

Candra akhirnya naik ke tepi, sedangkan Melisa tetap berdiri di dalam air. Melisa cukup senang dengan menu sarapan hari ini. Sepiring roti mentega dengan pelengkap sosis panggang, didampingi oleh segelas susu dan irisan buah. Sesuai dengan request-nya.

"Mas, aku mau nanya, boleh?" Melisa bersuara di sela-sela makan.

Candra menghentikan gerakan giginya. "Kamu mau tanya apa sampai minta izin begitu?"

"Bukan tanya, sih. Lebih ke seandainya. Seandainya ini, lho. Jangan dibawa perasaan." Melisa mengulum bibir. Kepalanya mendongak. "Seandainya, nih, aku tiba-tiba hamil, ya ... telanjur hamil, Mas nyuruh aku gugurin atau mau terima?"

Melisa bisa melihat raut wajah sang suami berubah. Mulutnya tertutup rapat setelah menerima suapan darinya. Sengaja Melisa bertanya seperti itu supaya kelak ia bisa menyusun skenario kalau akhirnya hamil. Setelah usahanya ini, nasibnya akan dipertaruhkan.

"Aku nggak tau," jawab Candra. Namun, matanya enggan menatap Melisa.

Melisa mengangguk. Kembali menggigit rotinya. "Ya, ini cuma seandainya, kok. Nggak usah terlalu dipikirin. Aku, kan, baru aja ganti, nggak mungkinlah kebobolan."

"Tapi, agak aneh kamu tanya gitu."

Perempuan itu tergagap. Kalau dipikir-pikir iya juga, tapi semoga Candra tidak curiga. "Kan, aku udah pernah bilang kalo KB itu nggak seratus persen mencegah. Ya ... kalau misalnya kita dikasih amanah itu, aku takut aja, sih, Mas suruh aku gugurin kandungannya."

"Aku nggak sejahat itu, Sayang."

Melisa mengerjap. Jadi, kalau dirinya hamil dan Candra tahu, tidak akan terjadi hal buruk, kan? Boleh Melisa senang dulu? Setidaknya dari jawaban itu, Melisa punya gambaran untuk masa depannya. "Oke. Aku bakal pegang omongan Mas. Siapa tau berguna. Lagian, nggak adil rasanya kegagalan yang kita alami jadi bayang-bayang menakutkan di masa depan. Mas tahu, kan, masa depan itu udah dirancang sedemikian rupa sama Allah. Jadi, Mas nggak perlu takut. Mas harus yakin kelak Mas akan jadi orang tua yang baik."

"Kamu yakin aku bisa?"

"Iya, tapi nggak harus sekarang. Mas bisa pikir-pikir dulu."

Setelah itu, Melisa melanjutkan makannya. Membiarkan Candra memikirkan semuanya. Inilah kesempatannya. Selama lima hari ini, Melisa akan meracuni pikiran laki-laki itu. Tanpa bayang-bayang Sarina tentunya.


23 Oktober 2022
•••

Gimana nasib Sarina setelah ditinggal liburan? Udah, nggak usah dipikirin. Kita seneng-seneng dulu sampai akhir bulan 🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro