Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

51 - Laut, Senja, dan Kamu


Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya Melisa dan Candra kembali memasuki pesawat. Keduanya sudah duduk di kursi masing-masing. Saat lepas landas pun berjalan mulus. Walau tetap saja Melisa merasa panik dan takut ada kejadian serupa ketika badan pesawat telah naik ketinggiannya.

Terlalu memikirkan itu, sampai-sampai perut Melisa melilit, kepalanya pusing, dan muncul keringat dingin pada telapak tangannya. Ia baru sadar setelah makan tidak minum obat anti mabuk perjalanan. Melisa mencoba menahan gejolak itu dengan memejamkan mata, barangkali dengan tidur tidak jadi muntah. Namun, tidak berdampak apa-apa. Yang ada sakitnya bertubi-tubi. Akhirnya, Melisa memilih melepaskan sabuk pengaman dan bangkit.

Candra yang menyadari pergerakan istrinya lantas bertanya, "Mau ke mana?"

"Ke toilet."

Setelah itu, Melisa melangkah cepat menuju toilet yang letaknya cukup jauh dari seat-nya. Beruntung toilet dalam keadaan kosong. Melisa tahu dari tanda hijau di langit-langit pesawat dan di bawah tulisan 'lavatory' yang letaknya di pintu toilet. Melisa segera masuk dan mengunci pintunya. Barulah setelah itu, ia mengeluarkan isi perutnya di wastafel.

Di rasa sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan, Melisa membuka keran untuk membersihkan mulut sekaligus muntahan yang tercecer di wastafel. Ya, meski berhasil muntah-muntah, kepalanya masih pusing dan badannya terus mengeluarkan keringat dingin. Sayang sekali tasnya tertinggal di kursi. Padahal di dalamnya ada  minyak angin yang bisa meredakan sakit kepala.

Terpaksa Melisa keluar dalam keadaan mengenaskan. Sama sekali tidak menoleh ke arah kursi penumpang lain.

Kedatangan Melisa membuat sang suami mengalihkan pandangannya dari jendela. Matanya melebar melihat wajah Melisa yang memucat.

"Kamu kenapa, Sayang?"

Dengan badan lemas, Melisa duduk di kursi. "Aku mabuk, Mas."

Oke, Melisa akui jarang melakukan perjalanan jauh, apalagi melalui jalur udara. Tidak seperti Candra yang berkali-kali naik pesawat. Cuma malunya itu, lho. Masa, sudah besar masih muntah-muntah di perjalanan.

"Kamu bawa minyak angin nggak?"

Melisa mengangguk. "Ada di tas."

Candra menggapai tas Melisa dan membuka kaitannya untuk mengambil minyak angin. Kemudian, ia mengoleskan minyak tersebut ke leher dan kening istrinya. Setelah itu, Candra meminta air teh pada seorang pramugari. Melisa hanya bisa menurut, yang penting pusingnya bisa hilang.

"Masih ada waktu 45 menit lagi, kamu mending tidur aja." Candra meletakkan tangannya di belakang supaya Melisa bersandar di bahunya. Lalu tangan satu lagi digunakan untuk memijat kening Melisa sampai matanya terpejam.

Pesawat mendarat mulus di landasan pacu bandara Ngurah Rai. Seluruh penumpang mengantre turun dan mengambil koper di bagian bagasi. Melisa tampak segar begitu keluar dari burung besi itu. Untuk perjalanan selanjutnya, Melisa terpaksa mengaktifkan ponsel karena sejak awal dirinya yang mengatur semua.

"Dari sini kita naik Grab dulu ke pelabuhan Sanur. Ke Nusa Penida-nya kita nyebrang laut," kata Melisa.

"Kenapa nggak dari awal aja naik kapal?"

"Ya nggak mau, lah. Nanti waktunya habis di kapal."

"Bukannya seru liburan di dalam kapal?"

"Nggak mau. Yang ada aku mabuk kayak tadi."

Sebenarnya Melisa malas melakukan perjalanan jauh seperti ini. Akan tetapi, mau bagaimana lagi. Ini demi misinya. Sarina tidak akan mengganggunya di sini.

Mobil pesanan Melisa akhirnya datang. Segera saja mereka melakukan perjalanan menuju pelabuhan Sanur. Tidak lama, kok. Hanya memakan waktu tiga puluh menit dari bandara Ngurah Rai. Waktu selama itu bisa Melisa gunakan untuk meluruskan kaki dan punggung. Jangan sampai mabuk lagi.

Tiga puluh menit kemudian, mereka sampai di pelabuhan. Dilanjutkan dengan melakukan check in tiket kapal. Sembari menunggu pengumuman keberangkatan, sepasang suami istri itu memutuskan untuk mengisi perutnya lagi.

"Jangan lupa minum ini biar kamu nggak mabuk laut."

Candra memberikan kaplet berwarna pink yang barusan ia beli di warung kecil. Seketika wajah Melisa memanas. Namun, tangannya menerima obat itu.

"Untung aku lagi nggak pakai seragam. Jadi nggak ketahuan kalau kamu istri pilot."

"Ih!" Melisa mendorong bahu laki-laki itu. Malu, tapi Candra bicara fakta. Semoga ini yang terakhir. Pas pulang nanti tidak ada kejadian memalukan lagi.

Sebelum menaiki kapal, Melisa mengganti sepatunya dengan sandal, menggulung celananya sampai bawah lutut, mengoleskan sunblock ke wajah, tangan, dan kaki. Terakhir, ia mengenakan topi dan kacamata hitam sebab cuaca di pelabuhan cukup terik.

Kapal kecil yang akan ditumpangi mereka telah siap. Melisa berjalan di belakang Candra yang nantinya akan mengurus tas serta koper bawaannya. Telapak kaki sampai bawah lututnya tertutup air laut. Ya, ini tujuannya ganti sandal karena sebelum naik kapal, jalan di air dulu.

Melisa dan Candra sudah naik ke kapal dan duduk di kursi. Ia masih harus menunggu penumpang lain yang mengantre naik. Sebentar lagi, mereka akan menempuh perjalanan selama 45 menit menuju Nusa Penida. Berbeda saat di pesawat, Melisa tampak ceria ketika kapal mulai melaju membelah lautan. Dari jendela, Melisa bisa melihat air laut yang jernih akibat pantulan cahaya dari matahari.

Jujur saja selama 25 tahun hidup, baru kali ini Melisa menyeberangi laut. Dari dulu ia memang tidak minat pergi ke luar pulau menggunakan kapal. Mendingan naik mobil atau motor, terus jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, atau hanya sekadar melihat sapi-sapi peliharaan Hartanto. Dulu, orang tuanya tidak memiliki rencana liburan seperti orang tua teman-temannya. Seluruh hari-hari mereka diisi dengan kerja. Namun, Melisa tidak keberatan sama sekali. Toh, yang penting masih bisa berkumpul di meja makan.

Setelah menikah dengan Candra, mau tidak mau Melisa mengikuti ritme hidup laki-laki itu. Kesederhanaan tidak ada dalam kamus hidup Sarina. Semuanya harus serba sempurna. Makanya, Melisa memilih tempat ini untuk liburan. Padahal kalau mau buat dedek, di hotel saja sudah cukup, kan.

Lamunan Melisa buyar saat merasakan tangannya digenggam. Ia lantas menoleh dan tersenyum lebar. Akhirnya momen ini terjadi. Ia bebas melakukan apa saja dengan Candra tanpa bayang-bayang ibu mertua.

Sebuah pulau dengan pasir putih mulai tampak di depan mata. Sontak Melisa kegirangan. "Itu tempat tujuan kita udah kelihatan, Mas!" serunya.

Candra tersenyum. Turut bahagia melihat wajah semringah istrinya. Ia akan memanfaatkan waktu lima hari ini untuk membahagiakan Melisa, sebagai ganti waktu yang terkuras saat menghadapi kelakuan Sarina.

Kapal mulai menurunkan jangkar saat mendekati pelabuhan. Ketika kapal itu berhenti, para penumpang dibolehkan keluar. Laut jernih berpadu dengan langit yang mulai menampakkan kemerahan saat Melisa turun. Ombak-ombak kecil menyapanya. Karena sudah sore, mereka berdua memutuskan langsung ke tempat penginapan. Dari pelabuhan, mereka harus menempuh perjalanan lagi menggunakan mobil. Melewati jalan aspal yang berkelok. Sisi kanan didominasi oleh lautan.

Tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di sebuah villa. Usai check in, seorang penjaga villa mengantarkan Melisa dan Candra ke kamar. Ruangan tersebut bergaya klasik dengan kayu serta pintu geser kaca yang menghadap kolam renang dan laut. Di dalamnya terdapat ranjang berukuran besar dengan kamar mandi dalam, satu buah lemari untuk menyimpan pakaian dan juga disediakan jubah mandi. Fasilitas di dalam kamar mandi juga lengkap, ada bathtub dan shower.

Melisa mendorong pintu geser dan melangkah keluar. Matanya terpaku memandang matahari tenggelam diiringi debur ombak. Sampai akhirnya ia merasakan tangan melingkar di pinggangnya. Siapa lagi yang bisa melakukan itu kalau bukan Candra.

"Mas suka nggak nginep di sini?"

"Suka, apalagi nginepnya sama kamu." Candra mengecup singkat pipi Melisa. "Makasih, ya, udah ajak aku ke sini."

"Jangan bilang makasih, kasih aku hadiah, dong."

"Hadiah apa?"

Melisa membuka kaitan di pinggangnya, lalu memutar tubuh. Setengah berjinjit ia meraih kepala Candra agar menunduk dan bibir mereka bertemu. Melakukannya sambil menikmati senja, sepertinya menarik.


22 Oktober 2022

•••

Baru aja nyampe, Mel. Udah ngegas aja 🤣🤣🤣

Kalo udah bisa update pagi, berarti jam nulisku udah balik normal 🙈

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro