32 - Konfrontasi
Drama pagi ini rupanya belum usai. Sarina jadi banyak bicara di ruang makan. Wanita itu terus memuji Syakira, membicarakan langkah-langkah selanjutnya seperti persiapan bertemu dengan keluarga besar Syakira. Tanpa peduli dengan perasaan Melisa.
Kebalikan dari Sarina, Melisa mendadak jadi pendiam. Apalagi, suaminya tidak mengeluarkan suara sama sekali. Saat Sarina bicara, tak ada pembelaan dari Candra. Kecewa, sih. Akan tetapi, percuma saja mengharapkan Candra berani di depan ibunya. Oh, tidak baik bergantung pada orang lain. Melisa harus mandiri.
"Saya sudah mengatur pertemuan dengan bibi kamu, buat bahas pernikahan kalian."
"Belum ada sebulan kenalan, masa udah mau pertemuan keluarga? Satu rekan kerja itu bukan jaminan, Bu." Melisa melayangkan protes. Enak saja buru-buru. Dulu saat dirinya mau menikah, ada saja alasan Sarina. Jadwal Candra penuh, lah. Belum cari bingkisan, lah. Belum ini-itu sampai Melisa bosan mendengarnya.
Jangan sampai jalan si perempuan genit ini dimudahkan oleh Sarina. Dia harus melewati penataran dulu dari Melisa.
"Niat baik itu harus disegerakan. Kasihan kalau kelamaan."
Niat baik dari mana? Memaksakan kehendak itu termasuk niat baik? Wah, Melisa baru tahu! "Ibu jangan lupa sama apa yang Mel omongin semalam. Syarat pernikahan poligami itu harus ada persetujuan dari pihak istri pertama. Lah, aku belum kasih izin, kok."
"Mau ada izin atau nggak pernikahan ini harus tetap berjalan. Lagian, surat-surat seperti itu bisa dimanipulasi tanpa harus minta ke kamu dulu."
Mata Melisa melebar. Gusti Allah ... astaga naga dragon, nauzubillahiminzalik, Sarina ini titisan setan apa, ya? Kok, bisa kepikiran manipulasi surat pernyataan menikah lagi demi mendapatkan cucu.
Hebatnya, Candra sama sekali tidak bereaksi apa pun setelah mendengar ucapan ibunya, dan itu membuat Melisa geregetan sendiri. Sabar Melisa. Orang sabar dapat Lamborghini.
"Ya itu namanya mau masukin anak ke penjara, Ibuuu. Mel kasih tau, ya, secara hukum, suami harus minta izin dulu ke istri kalau mau nikah lagi. Nah, kalau suami menikah lagi tanpa persetujuan istri pertama, istri boleh melapor dan suami dikenakan pasal 279 KUHP dengan ancaman kurungan penjara paling lama lima tahun. Ibu mau anak kesayangannya mendekam di bui cuma gara-gara nikah lagi?"
Sebelum melanjutkan ucapannya, Melisa menegakkan tubuhnya, lurus menghadap Syakira. "Itu kalau mau nikah resmi, ya. Emang betul secara agama sah-sah aja, tapi emang mau pernikahannya nggak diakui negara? Terus, gimana nasib anaknya nanti kalau orang tuanya nggak ada berkas pernikahan dari negara? Kalau aku, sih, mendingan nggak usah nikah sama suami orang."
Semoga saja setelah mendengarkan ini, perempuan genit di hadapannya sekarang bisa berpikir seribu kali untuk mendekati suami orang. Bisa dibilang, ini langkah pertama yang Melisa ambil untuk mempertahankan rumah tangannya. Jangan dikira kehadiran Syakira membuatnya takut. Tidak akan.
Sampai kemudian, denting sendok terdengar memenuhi ruangan.
"Kamu ini nggak sopan sama tamu!" hardik Sarina.
Melisa mendengkus. "Bu, Mel ini membicarakan fakta. Makanya kalau mau bikin keputusan, cari tahu dulu latar belakangnya, terus pikirin risikonya. Jangan main ambil keputusan sendiri, jangan melibatkan orang lain sebelum tahu konsekuensinya."
"Melisa ada benarnya, Bu," sela Syakira. "Lebih baik untuk saat ini saya dan Captain Candra kenalan dulu. Kalau cocok baru lanjut ke tahap selanjutnya."
Entah harus senang atau marah, yang jelas Melisa sedikit lega Syakira mau bersuara. Ya, walaupun itu pasti untuk mencari muka. "Tuh, perempuan ini aja pinter."
"Baik kalau kamu maunya begitu, tapi jangan lama-lama, ya. Ibu udah nggak sabar mau punya cucu dari kamu."
Melihat wajah Sarina yang dibuat-buat, Melisa mencibir. Dasar, pada pintar cari muka.
Beres sarapan, Sarina mengajak Candra dan Syakira duduk bersama di ruang tamu. Melisa? Sarina justru menyuruhnya membereskan meja makan. Apakah Melisa menurut? Jelas tidak. Ia hanya meletakkan piring dan gelas kotor ke wastafel, lalu masuk ke kamar untuk ganti baju, berias, dan memakai wewangian.
Melisa turun, bertepatan dengan Syakira melangkah keluar. Sarina masih saja mengajak ngobrol perempuan itu. Lalu, Melisa mendengar mertuanya menyuruh Candra mengantarkan Syakira pulang.
"Dia tadi datang sendiri, kenapa pulangnya harus diantar?" Candra berusaha menolak perintah ibunya.
"Perempuan itu nggak baik di jalan sendirian, Candra. Sebagai calon suaminya, kamu harus sigap menemani dia."
Candra ingin melayangkan protes lagi, tetapi Sarina menatapnya tajam. Akhirnya, lelaki itu menghela napas berat.
Mobil pun dikeluarkan dari garasi. Syakira masuk dan duduk di sebelah Candra. Sebelum mobil itu melaju, Melisa mengambil kesempatan dengan menerobos masuk, mengambil tempat di bagian penumpang. Tentu saja tindakan itu berhasil memancing Sarina.
"Melisa! Ngapain kamu masuk?"
Melisa menurunkan kaca mobilnya sampai setengah. "Sekalian aku mau berangkat kerja. Biar irit ongkos."
"Kamu! Turun nggak!"
Bukannya menurut, Melisa justru menepuk bahu suaminya. "Jalan, Mas!"
Tanpa disuruh dua kali, Candra langsung menekan pedal gas, membuat Sarina gagal menarik keluar menantunya.
Melisa melambaikan tangan, tersenyum penuh kemenangan. Ya, ia tidak akan membiarkan Candra dan pramugari genit ini berduaan di dalam mobil. Tidak masalah dirinya duduk di belakang, yang penting masih bisa memantau kelakuan gatal perempuan itu.
"Kalau kalian mau ngobrol nggak apa-apa. Aku nggak akan ikut campur."
Melisa mengeluarkan ponsel serta headset untuk kamuflase, supaya dua manusia di depan itu memercayai ucapannya. Namun, sudah beberapa menit melaju, Candra tidak angkat suara meski Syakira mengajaknya bicara.
Hingga Melisa merasakan mobil berhenti. Ia mengangkat kepala, lalu mengernyit bingung. Pasalnya, mobil berhenti di pinggir jalan. Melisa pikir, sudah tiba di rumah Syakira.
"Kamu sudah tahu jawaban saya, kan?"
Candra membuka mulutnya. Melisa pun memasang telinga baik-baik, tidak mau melewatkan momen ini.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menduakan Melisa. Saya nggak mau menikah lagi. Jadi, sebelum kita melangkah jauh, sebaiknya kamu mundur. Karena apa pun usaha kamu, tidak akan mengubah keputusan saya."
Di belakang, Melisa tersenyum lebar meski hanya sebentar sebab matanya bertemu dengan mata Syakira di kaca depan.
"Saya tahu, Capt. Itu juga tidak akan mengubah saya. Selagi masih ada kesempatan, saya akan berusaha mendapatkan hati Captain. Kita lihat saja nanti siapa yang akan menyerah."
Perempuan gila! Jujur saja, Melisa ingin menghantam wajah Syakira saat itu juga. Akan tetapi, ia terus menahan tangannya. Tidak boleh gegabah. Kalau dirinya bar-bar, Syakira pasti merasa menang.
"Kamu turun di sini."
"T-tapi, Capt, rumah saya masih jauh."
"Kamu bisa sambung dengan naik taksi. Saya mau mengantar Melisa ke tempat kerjanya."
Melisa bersorak dalam hati. Sukurin. Siapa suruh menantang Melisa!
Melihat Syakira keluar dengan wajah cemberut, Melisa makin kegirangan. Sudah jelas, kan, istri sah tidak akan terkalahkan.
"Mel."
"Y-ya?" Melisa mendongak, pura-pura tidak mendengar.
"Aku tahu headset kamu nggak bunyi. Keliatan pas aku manggil kamu langsung denger."
Melisa meringis. Suaminya sudah tahu kebiasaan Melisa yang satu ini. Kalau pakai headset, volumenya selalu di luar nalar manusia. Sampai suara kentut pun tidak dengar.
"Ayo, pindah ke depan."
"Dengan senang hati!"
03 September 2022
•••
Sama-sama nggak mau kalah, bakal gimana jadinya? 🤔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro