Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 - Rencana Sarina


Bangun tidur, Melisa merasakan sakit pada perutnya. Setelah dicek, rupanya celana dalam yang ia kenakan terdapat bercak merah. Sempat sedih karena hari ini ia mendapat jatah menstruasi, tapi ia langsung teringat kalau hari ini Sarina mengajaknya ke rumah sakit.

Dewi keberuntungan masih berpihak pada Melisa. Hari ini ia tidak perlu memikirkan alasan untuk mencegah Sarina. Padahal, semalam ia sudah memiliki rencana, tetapi ternyata Allah berkata lain.

"Kamu kenapa senyum-senyum gitu?" Candra terbangun dan heran melihat Melisa keluar dari kamar mandi dengan wajah semringah.

"Aku datang bulan."

Candra mengerjap. "Kok, tiba-tiba?"

"Nggak tau, tapi emang udah waktunya, sih."

"Baru aja?"

"Iya. Ada untungnya, kan? Sekarang Ibu nggak bakal ajakin kita ke rumah sakit."

Melisa membuka lemari. Mengambil kemeja flanel oversize, kaus putih, dan celana kulot warna hitam. Saat melangkah ke kamar mandi, Candra memanggilnya.

"Kamu beneran datang bulan?"

Pertanyaan itu merontokkan kegembiraan Melisa. Menyebalkan sekali, bukan? Bukannya senang, malah tidak percaya. Memang benar, buah itu, jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Melisa mendekati suaminya yang masih terduduk di pinggir ranjang. "Jadi, Mas kira aku ini bohong, gitu?"

"Nggak gitu, maksud aku---"

Ucapan Candra terputus lantaran Melisa menarik tangannya masuk ke kamar mandi. Lalu, Melisa menyodorkan celana dalam yang belum sempat ia bersihkan bercak darahnya.

"Masih nggak percaya?"

Candra menurunkan tangan Melisa yang memegang pakaian dalam itu. Tubuhnya bergidik ngeri. Jujur saja, ia takut dengan darah. "Iya, Sayang, maaf. Udah, itu dibersihin dulu."

"Makanya kalau istrinya ngomong, tuh, percaya."

"Iya-iya. Aku kira kamu lagi bikin rencana bohongi Ibu. Nggak taunya beneran."

Melisa mencebik. "Udah sana keluar. Aku mau mandi."

"Nggak mandi bareng?"

"Nggak. Kita nggak pernah mandi bareng, ya, tapi main di kamar mandi. Sekarang aku nggak mau, lagi haid dan perutku sakit!"

Sebelum pergi, Candra mengacak rambut istrinya yang memang masih berantakan, juga sempat mencuri ciuman di bibirnya, membuat Melisa mencak-mencak.

Setelah Melisa, gantian Candra yang mandi. Usai mengeringkan rambut, Melisa mengambil kompres perut, kemudian berbaring. Setiap haid hari pertama, selalu seperti ini. Maunya rebahan di kasur. Kalau di rumah, Ratna akan membiarkannya, tapi kalau di sini, beda cerita.

Sepuluh menit kemudian, Candra keluar dengan mengenakan kaus oblong dan celana panjang. Rambutnya basah diusap-usap menggunakan handuk. Kakinya bergerak mendekati ranjang yang ditempati istrinya.

Candra duduk di belakang istrinya yang posisinya miring ke kana. Lalu, tangannya menyeka anak rambut Melisa di dahi. "Sakit, ya?"

"Sedikit."

"Kamu sarapan di sini aja. Nanti aku bawain dari bawah."

"Nggak usah, Mas. Aku bisa turun ke meja makan, tapi nanti."

"Nggak usah, nanti aku yang ambilin."

Sebenarnya, sih, tidak masalah, justru Melisa senang diperhatikan oleh suaminya. Kapan lagi, kan, romantis? Nah, sayangnya itu tidak berlaku untuk Sarina. Orang tua itu pasti cerewet. Eh, tapi, biarkan saja. Melisa ingin drama pagi ini.

Candra akhirnya turun ke ruang makan. Di sana sudah ada Sarina yang sedang menata buah-buahan. Pakaian wanita tersebut sudah rapi dan rambutnya dipasangi sanggul. Menandakan bahwa ibunya siap untuk pergi.

"Mana Melisa?" Suara Sarina terdengar setelah Candra mengambil cangkir.

"Di kamar, lagi sakit. Hari ini haid pertamanya."

Sebelah alis Sarina menukik. "Sakit? Bukannya semalam baik-baik saja? Paling anak itu pura-pura sakit biar nggak jadi ke dokter."

Ucapan ibunya seperti menyindir Candra. Baru saja ia mencurigai istrinya gara-gara rencana ke rumah sakit itu. "Melisa nggak bohong, Bu. Dia beneran sakit."

"Biar Ibu lihat sendiri."

Candra ingin mencegah. Namun, kaki Sarina telanjur menyentuh anak tangga. Posisi meja makan memang dekat dengan tangga, sehingga mudah bagi Sarina untuk segera memasuki kamar sang putra.

Sementara itu, Melisa masih tiduran. Begitu mendengar pintu terbuka, Melisa menegakkan tubuhnya. Ia pikir Candra yang datang membawakan sarapan, ternyata salah besar. Justru wanita berlipstik merah yang berdiri di ambang pintu. Melisa yakin, wanita itu akan memulai dramanya pagi ini.

"Selamat pagi, Bu." Melisa memasang senyum paling lebar. Sebuah reaksi yang bertolak belakang. Harusnya Melisa menunduk ketakutan setelah ketahuan masih rebahan, ini malah memasang wajah menantang. "Kok, Ibu yang ke sini? Mau bawain aku sarapan atau mau nengokin aku yang lagi sakit?"

"Kamu pasti bohong biar kita nggak jadi ke rumah sakit, kan?"

Tuh, kan, benar.

"Ya, nggak, lah, Bu. Aku itu beneran lagi datang bulan, hari pertama, badan sakit semua. Ibu dulu pernah, kan? Pasti tahu, dong, rasanya kayak gimana."

"Ibu nggak akan percaya sebelum lihat langsung. Ayo, ke kamar mandi."

Tanpa aba-aba, Sarina mencekal tangan Melisa, menariknya ke kamar mandi. Langkah Melisa terseok mengikuti laju kaki ibu mertuanya. Akibat tarikan yang super mendadak itu, selimut serta guling terkapar di lantai. Ponsel Melisa juga ikutan jatuh. Awas saja kalau rusak, Melisa akan minta ganti rugi ke Sarina.

Apa yang dilakukan Sarina juga disaksikan oleh Candra yang baru saja masuk. Pria itu ingin menyusul, tetapi pintu kamar mandi tertutup rapat, dikunci dari dalam.

Kini, Sarina dan Melisa berada di dalam kamar mandi. Melisa tampak tenang walau diberi tatapan intimidasi dari sang mertua.

"Buka celanamu!"

"Hah?" Mata Melisa membulat. Eh, lho, maksudnya gimana? Dia buka celana di depan Sarina begitu.

"Celanamu diturunin! Kalau kamu lagi haid pasti kelihatan, kan!"

Ya Gusti ... rasanya Melisa ingin pindah saja ke Jupiter kalau di Bumi dapat mertua modelan Sarina. Barangkali di sana ia bertemu dengan ibu alien yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. Hidup Melisa akan damai sejahtera.

"Ayo, cepat!"

Mau tidak mau, Melisa menurunkan celananya sampai pembalut yang ia kenakan terlihat. Sarina hanya melirik sebentar, kemudian menyuruh Melisa menaikkan celananya lagi.

"Aku nggak bohong, kan?"

Sarina tidak menggubris. Justru ia memutar anak kunci, mendorong daun pintu hingga cukup untuk ukuran tubuhnya, dan ternyata Candra menunggu di depan pintu.

"Sampai kapan kayak gini terus?" Sarina memandang wajah sang putra. "Ibu udah tua, mau punya cucu. Kamu tahu nggak, temen-temen Ibu, cucunya udah dua. Bahkan, ada yang baru nikah langsung hamil. Kok, Melisa nggak?"

Melisa mendengar itu karena posisinya berada di belakang Sarina. Wajahnya masih tampak tenang, apalagi setelah menerima kemenangan pagi ini. Sisanya biarkan saja Candra yang menghadapi.

"Anak itu, kan, tergantung Allah, Bu. Lagian, ada yang nikah lima tahun, tapi belum dikasih keturunan."

Di belakang, Melisa memutar bola matanya. Duh, Mas, jangan lembek di depan Ibu, dong.

"Terus, Ibu harus nunggu lima tahun lagi, gitu? Ya, Ibu nggak mau. Udah jelas, lho, Melisa ini nggak bisa kasih kamu anak, dia itu mandul!"

Melisa mendelik. Saat ingin membuka suara, Candra memberi isyarat supaya mau diam. Akhirnya mulut Melisa hanya terbuka.

"Ibu tahu dari mana kalau Melisa mandul? Kan, kita nggak jadi ke rumah sakit. Jangan bilang yang aneh-aneh dulu, Bu."

"Lho, kalau nggak mandul, harusnya sudah dari dulu dia hamil. Ya, gimana mau hamil, wong disuruh makan buah sama sayur aja nggak mau. Pantas badannya kurus gitu!"

Sungguh, Melisa ingin menyumpal mulut mertuanya dengan handuk, atau menceburkannya ke bathtub sekalian biar kehabisan napas. "Ibu ini udah kayak Tuhan aja. Tahu harus begini dan begitu. Lagian kalo kita nggak mau punya anak, masalah buat Ibu?"

Biar, Melisa sudah tidak mampu menahan mulutnya. Masa bodo mendapat tatapan tajam dari suaminya.

"Oh, jadi kamu nggak mau punya anak?"

"Iya," jawab Melisa lugas walau hati menentang keras. Entahlah, apa ini namanya melindungi aib suami?

"Baik, kalau begitu Ibu akan berencana mencari istri kedua untuk Candra."


19 September 2022

••••

Wah, ibu ngadi-ngadi nih. Masa anaknya disuruh nikah lagi 🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro