Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

06 - Akhirnya Mudik


Sudah mengantongi izin dari sang suami, malam itu juga Melisa dengan sangat semangat memasukkan pakaian ke ransel. Ia malas membawa koper. Lagi pula, hanya seminggu, tidak perlu bawa barang yang banyak. Selesai mengepak pakaiannya, Melisa menghidupkan ponsel, mencari tiket kereta. Untungnya ada jadwal keberangkatan pagi yang kosong. Begitu urusan pembayaran selesai, Melisa beralih ke ruang pesan Fyan.

Melisa: Bang, besok siang jemput di stasiun, ya.

Terkirim. Perempuan itu tiduran di kasur sembari memeluk guling. Beginilah kalau ditinggal pergi Candra, guling dan bantal menjadi pelampiasan. Tadinya malah mau pakai boneka, tapi kasihan kalau Candra pulang dan kasurnya penuh dengan koleksi bonekanya, mau tidur di mana? Belum lagi nanti kena nyinyir Sarina kalau ketahuan masih mengoleksi boneka.

Ponsel berdering singkat. Melisa segera menyalakan layarnya. Balasan dari sang kakak terpampang jelas di sana.

Bang Fyan: Kamu pulang beneran? Besok?

Melisa: Iya, dong, masa bohongan.

Bang Fyan: Astaga. Tadi Mama udah suruh aku yang jemput Ryan, sekarang kamu minta dijemput. Kenapa kamu nggak berangkat lusa aja?

Melisa: Dapet pahala, Bang. Lagian, kan, bisa sekalian repotnya. Ya, nggak?

Bang Fyan: 😌

Bang Fyan: Jam berapa?

Melisa: Jam dua kalau sesuai jadwal. Entar kalo udah nyampe aku WA, deh.

Bang Fyan: Ya udah, aku jemput Ryan dulu, baru ke stasiun. Tunggu sebentar nggak apa-apa, kan?

Melisa: Oke, Bang. Tenang aja aku bakal jalan-jalan dulu.

Bang Fyan: Eh, kamu udah bilang Mas Candra belum? Jangan kabur mentang-mentang lagi jauhan.

Melisa: Ish, aku nggak mungkin pergi kalo nggak dapet ijin, Abaaang.

Bang Fyan: Nah, gitu, dong, jadi cewek baik-baik.

Melisa: 😌

Setelah itu, tidak ada balasan lagi dari Fyan. Melisa meletakkan ponselnya di nakas. Kemudian, menyusun bantal dan mulai terlelap.

Pagi yang cerah bagi Melisa. Pukul enam pagi, ia sudah memasak sayur bening untuk Sarina, lalu menyeduh sereal untuk dirinya. Sebelum meninggalkan sang mertua, ia harus terlihat baik pagi ini.

"Mau ke mana kamu?"

Sarina datang saat sereal di mangkuk Melisa tandas. Sebuah keberuntungan ini. Sarina tidak akan mengeluarkan tenaga untuk mengomeli Melisa.

"Aku mau ke Semarang, Bu. Nengokin Mama Papa. Aku, kan, udah lama nggak ke sana."

"Kok, nggak bilang sama Ibu?"

Melisa bangkit dari kursinya. Beranjak menuju wastafel untuk mencuci mangkuk bekas makannya. "Ini aku lagi bilang, Bu. Sama aja, kan?"

"Kamu bilang setelah Ibu tanya, kalo nggak tanya mana mungkin kamu bilang. Pasti bakal pergi diam-diam, to?"

Melisa meletakkan mangkuk ke tempat semula dengan sangat hati-hati meskipun emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Sarina ini kalau tidak ribut dengannya sehari saja, apa tidak bisa?

Sabar, Melisa. Orang sabar dapat tas Hermes.

"Aku pasti bilang, Bu, tapi Ibu, kan, udah tanya duluan. Lagian, intinya sama, Ibu udah tau aku mau pergi ke Semarang hari ini. Jangan dibikin ribet, deh."

"Candra tahu kamu mau pergi?"

"Tau. Makanya aku berani pergi, Ibuuu." Demi kebebasan, Melisa menambah kesabarannya. Semoga saja Sarina berhenti bertanya, lebih memilih menikmati sarapannya.

"Sampai kapan kamu di sana?"

Nah, sampailah di pertanyaan kritis ini. Kalau Melisa jawab jujur, apalagi kalau Sarina tahu Candra akan menyusulnya, pasti akan bertingkah menyebalkan. Melisa, kan, butuh ketenangan.

"Pokoknya sebentar, Bu. Entar kalo Ibu kesepian, bisa suruh Mbak Lala nginep aja. Gampang, kan." Mbak Lala adalah pembantu yang disewa Sarina sebelum Candra menikah. Begitu Melisa ada di rumah ini, hampir semua pekerjaan Mbak Lala dilimpahkan ke Melisa, seperti memasak dan bersih-bersih. Namun, karena Melisa kerja, Mbak Lala dipekerjakan kembali, tapi hanya setengah hari. Pada hari Minggu, Mbak Lala hanya membantu sebisanya sebab Sarina akan menyuruh Melisa yang mengerjakan semuanya. Ya, untungnya, Melisa bisa melakukan pekerjaan rumah tangga karena sudah diajari sebelumnya oleh Ratna.

"Udah, ya, Bu. Aku mau langsung berangkat ke stasiun, takut ketinggalan kereta. Kalau Ibu lapar, udah aku masakin sayur bening kesukaan Ibu. Jangan kangen sama Mel!"

Melisa meraih tangan Sarina, menciumnya sebentar, lalu berjalan keluar sembari menggendong ransel yang ia tata semalam. Langkahnya terasa ringan. Dalam seminggu ke depan, Melisa menghirup udara bebas.

Di dalam taksi, Melisa mengecek flight radar dari ponselnya. Ternyata pesawat yang dikemudikan Candra sedang berada di ketinggian 30.000 kaki. Hatinya cukup tenang penerbangan pagi ini sangat lancar. Kadang Melisa dilanda khawatir tiap kali Candra bertugas. Apalagi, ungkapan sang suami saat pertama kali dirinya mengantarkan ke bandara cukup mengguncang batinnya.

"Kalau aku udah take off dan HP-ku nggak aktif, anggap aja itu pertemuan terakhir kita."

Makanya Melisa selalu bawel kalau nomor ponsel suaminya belum aktif. Walau tahu Candra selalu berhasil menerbangkan pesawatnya, walau tahu inilah risiko menjadi istri seorang pilot, tetap saja rasa khawatir itu tidak hilang kalau belum mendengar suara suaminya. Kenapa pula Sarina begitu bangga dengan pekerjaan anaknya yang penuh dengan keruwetan dan risiko itu? Benar, gajinya besar, tapi konsekuensinya juga tidak main-main.

Taksi pun berhenti di pelataran stasiun. Melisa mengantongi ponselnya, lantas turun dengan menggendong ranselnya. Kali ini ia mengenakan kaus pendek warna putih, dipadukan dengan outer panjang berwarna krem. Untuk bawahannya ia memakai celana kulot model plisket berwarna coklat tua. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai karena Melisa suka rambutnya dibawa angin ketika berjalan.

Melisa melakukan check in dan mencetak boarding pass. Selanjutnya, perempuan itu menunjukkan boarding pass tadi beserta kartu identitas kepada petugas sebelum memasuki peron. Begitu urusan selesai, Melisa menunggu kedatangan kereta di sana. Fyan sudah menanyakan keberadaannya via chat.

Ketika pengumuman terdengar, Melisa segera berdiri. Kereta pun datang. Melisa segera masuk ke gerbong, kemudian mencari nomor tempat duduk sesuai yang tertera pada boarding pass. Tak lama, kereta bergerak. Perempuan itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, kembali membuka flight radar. Rupanya pesawat Candra sudah tiba di kota tujuan beberapa menit yang lalu. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas ketika menerima pesan dari suaminya.

Mas Candra: Aku udah sampai di Samarinda.

Mas Candra: Kamu jadi ke Semarang hari ini?

Melisa: Jadi Mas. Ini aku lagi di dalam kereta.

Melisa mengirimkan bukti foto dirinya sedang berada di dalam kereta supaya Candra percaya.

Mas Candra: Ya udah, kalau gitu hati-hati, ya. Kalau udah sampai, jangan lupa kabarin. Aku mau sarapan dulu. Love you.

Melisa: Iya, Mas. Love you too.

Ponsel kemudian diletakkan di paha. Kepala Melisa menoleh ke jendela. Sebentar lagi, ia akan merasakan kebebasan, meski hanya seminggu. Setidaknya kepalanya nanti tidak penuh dengan omelan-omelan Sarina. Setidaknya mulai hari ini sampai seminggu nanti hatinya tenang. Apalagi Candra akan menyusulnya, makin bahagia perasaannya.

Melisa tidak tahu saja sebentar lagi justru petaka yang akan datang menghampirinya.


06 September 2022

••••

Kalau nemu tipo, tolong kasih tau, ya. Ini dadakan kayak tahu bulat soalnya.

Hayo petaka apa nih yang bakal datang?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro