Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04 - Keluarga Cemara


Sudah pukul setengah sepuluh malam, tetapi Candra belum juga menghubunginya. Di flight radar pesawat yang dikemudian suaminya sudah landing satu jam yang lalu. Sebelum take off, lelaki itu selalu memberikan nomor penerbangannya supaya Melisa mudah melacak. Jadi, tidak ada drama overthinking selama ponsel Candra tidak aktif saat terbang.

Balik lagi ke topik awal. Melisa sama sekali belum mendapatkan telepon dari suami tercinta. Jika dalam kondisi seperti ini, terkadang otaknya selalu membayangkan pilot yang main serong dengan para pramugarinya. Ya, maklumlah beberapa jam berada di dalam kokpit, memastikan keselamatan para penumpang, lalu disajikan dengan wanita-wanita cantik dan bening, siapa yang tidak tergoda? Kalau Candra sampai berani melakukan itu, Melisa tidak akan segan-segan menenggelamkan suaminya, biar Sarina kehilangan putra kebanggaan keluarga. Atau Melisa akan suruh Candra melakukan vasektomi supaya tidak menyebar benih sembarangan.

Eh, tunggu, vasektomi?

Hmmm, menarik ini. Melisa bisa menggunakannya sebagai ancaman kalau Candra terus menolak punya anak. Kan, Candra yang mengaku ingin childfree, kenapa bukan dia yang memakai kontrasepsi? Eh, tapi, kalau Candra benar-benar melakukannya, Melisa tidak punya harapan, dong? Baiklah, lupakan saja!

Ponselnya masih di tangan. Melisa bosan mengecek ruang pesan suaminya. Centang serta terakhir dilihatnya belum berubah. Masih waktu sore. Oh, untuk bagian ini harus wajib kelihatan. Dulu, Candra mana pernah mengaktifkan dua fitur sakral itu. Saat baru menikah dan ditinggal terbang, Melisa ngamuk lantaran tidak bisa melihat terakhir dilihat nomor suaminya. Daripada jadi huru-hara setiap kali LDM, Candra memilih menyalakan centang biru dan terakhir dilihat.

Baiklah, karena Candra tidak kunjung menghubunginya, Melisa beralih ke grup chat keluarga Hartanto, yang berisikan dirinya, Mama, Papa, dan tiga kakak lelaki Melisa. Mata perempuan itu terbelalak usai membaca pesan pertama yang dikirim oleh Ryan, kakak Melisa. Ia pun membaca satu per satu chat di grup tersebut.

Bang Ryan: Halo, everybody! Cowok ganteng sejagat raya mau mudik!

Mas Ahsan: Siapa? Nggak kenal.

Bang Ryan: Aelah, Mas, jangan gitu sama Adek yang paling imut ini.

Bang Fyan: Yan, jangan balik! Aku udah jadi penguasa Mama Papa. Jangan kau nodai takhta ini!

Mas Ahsan: Fyan, sodara mau pulang masa nggak boleh?

Bang Fyan: Ish, Mas nggak mengerti perasaan adeknya. 😒

Bang Ryan: Cuma seminggu, Saudaraku. Habis seminggu, kamu jadi penguasa lagi. 😊

Bang Fyan: seminggu sama kayak seratus abad kalau sama kamu, Yan.

Mama: Abang Ryan nanti sampai jam berapa?

Bang Fyan: Perasaanku tidak enak.

Bang Ryan: @Mama pesawatnya dijadwalkan berangkat jam delapan, Ma. Semoga aja pilotnya Mas Candra. 😂

Melisa: Mana bisa gitu, Bambang! Nggak bisa. 😑

Bang Ryan: Nah, adik kesayangan kita muncul. Apa kabar, Cabe Rawit?

Melisa cemberut sekaligus senang dalam waktu bersamaan. Sungguh, ia merindukan suasana rumahnya. Sudah berapa lama, ya, tidak bertemu dengan para abangnya ini? Sebagai anak bontot, perempuan pula, dahulu Melisa sangat disayangi oleh keluarganya. Para lelaki ini sangat menjaga Melisa, bahkan kalau mau pergi pun diantar oleh salah satu kakak kembarnya. Nah, sudah dua tahun ini Ryan melanjutkan S-2 di Singapura. Ahsan, si kakak tertua, sudah menikah dan hidup di Jakarta. Tinggallah Fyan yang masih merintis karier sebagai arsitek di Semarang.

Melisa: @Bang Ryan Aku kesepian, Bang. Ke Jogja, dong.

Bang Fyan: Jangan ngadi-ngadi, Cabe Rawit.

Mas Ahsan: Fyan takut banget posisinya digeser. 😂😂😂

Bang Ryan: Entar kalo sempet main, deh.

Bang Fyan: Makin tidak enak perasaan ini.

Mama: Kamu aja yang ke sini sama Candra, Mel.

Bang Fyan: KAN BENER!

Melisa: Mas Candra lagi terbang, Ma. @Bang Fyan besok kalo Bang Ryan udah nyampe jemput aku, ya.

Bang Fyan: Tidak akan!

Melisa: Jahatnya. 😭

Bang Fyan: Nggak usah drama, deh. Kalo Papa baca aku yang kena. 😌

Melisa: Mama, Papa, kalo Mel pulang aja gimana?

Hening. Tidak ada satu pun yang membalas pertanyaan itu. Melisa menghela napas berat. Sebenarnya bukan LDM-nya yang bikin kepala mau pecah, tapi sikap Sarina. Bayangkan saja, di rumah, Melisa begitu diratukan oleh orang tua dan kakak-kakaknya, walaupun aslinya Melisa anak yang tidak diharapkan. Ya, jarak usia Melisa dengan kakak kembarnya hanya dua tahun. KB yang dijalani Ratna---mama Melisa---gagal. Untung yang keluar perempuan, bukan laki-laki lagi. Jadi, Ratna dan Hartanto tidak menyesal mempertahankan kandungan itu.

Makanya di rumah, Melisa betul-betul diperhatikan. Apa pun yang diinginkan selalu dituruti. Para kakaknya juga selalu melindungi Melisa, makanya sampai umur 22, status Melisa jomlo gara-gara tidak ada satu pun laki-laki yang berani datang ke rumah. Jangankan datang ke rumah, ketahuan ada pria yang tebar pesona langsung ditebas oleh Ryan dan Fyan. Kecuali Candra yang usianya sebaya dengan Ahsan. Entah jurus apa yang dia lancarkan sampai akhirnya bisa menembus pertahanan Ahsan, Ryan, dan Fyan. Terutama kakak kembarnya itu sampai ikhlas lahir batin dilangkahi Melisa.

Setelah menikah, Melisa merasakan perubahan pada keluarganya. Mama dan Papa tidak lagi menghubungi Melisa, kakak kembarnya juga tidak mau menjemput saat diminta, bahkan Ahsan tidak memberikan sangu lagi seperti biasa. Melisa sempat ngambek karena dikira mereka tidak sayang lagi, tapi ternyata mereka melakukan semua itu sebab tanggung jawab Melisa sepenuhnya berpindah ke tangan Candra. Kalau dipikir-pikir emang benar, Candra memberikan perhatian sama seperti yang pernah dilakukan para kakaknya dulu walau terhalang pekerjaan. Melisa boleh menggunakan semua fasilitas di rumah itu meski kadang dapat nyinyiran Sarina.

Sekarang, kenapa sampai detik ini Candra belum juga menghubunginya?

Benda persegi panjang digenggaman Melisa berbunyi. Ia pikir Candra yang menelepon, ternyata Hartanto, papanya. Melisa segera menerima panggilan tersebut.

"Mel, udah malam, kok, belum tidur?"

"Mas Candra belum telepon aku, mana bisa tidur."

"Oh, lagi tugas, ya? Berarti kamu sendirian, dong?"

Melisa menelan ludah. Mau bilang sendirian, nanti kalau Sarina dengar, ngomel-ngomel lagi. "Ada Ibu, tapi kayaknya udah tidur, deh."

"Lho, katanya mau pindahan? Nggak jadi, ya?"

"Jadi, Pa. Tapi, kan, Mas Candra jadwalnya masih padat, kita belum sempat cari rumahnya," jawab Melisa setengah jujur. Pindah rumah masih jadi list teratas yang wajib dituruti oleh Candra dan Melisa sedang memikirkan caranya supaya berhasil. Bodo amat kalau Sarina bikin drama.

"Terus kenapa kamu minta pulang terus? Kamu udah bilang begitu tiga kali, lho."

Nah, Melisa tahu Hartanto tidak akan menghubunginya kalau tidak ada hal yang mencurigakan. Selama tiga tahun ini, keluarganya mengira Melisa baik-baik saja. Tentang dia disuruh Candra pasang IUD pun mereka tidak tahu, yang mereka tahu Melisa sengaja menunda momongan. Mereka tidak tahu bagaimana perilaku Sarina karena jarang bertemu. Melisa tidak pernah cerita---sekalipun ingin---demi menjaga perasaan keluarganya, apalagi kalau Ryan dan Fyan tahu yang sebenarnya, bisa terjadi perang dunia.

"Cuma kangen sama Papa." Melisa memilih berdusta. Kembali menelan kepahitan sendirian. "Boleh, kan, aku pulang?"

"Melisa, kamu mau pulang kapan aja terserah. Pintu rumah selalu terbuka buat kamu. Kamu juga anak Papa. Tapi, Papa cuma mau bilang, kalau mau ke mana-mana minta izin dulu sama suami, jangan langsung pergi ke sini. Jangan pula berpikir Candra nggak bisa lihat, kamu mau seenaknya. Tunjukkan pada keluarga suami kamu kalau kamu anak didikan Papa yang manis. Oke?"

Bibir perempuan itu terkunci rapat. Sejenak ada rasa haru yang menyeruak. Hartanto masih seperti dulu, bersikap tegas, tetapi selalu diutarakan dengan cara halus. Kadang, Melisa suka kesal saat Sarina menjelekkan kedua orang tuanya, wong ketemu saja jarang. Namun, di sini dia tidak boleh cengeng. Sarina makin drama kalau Melisa menye-menye.

"Oke, Pa."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro