Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02 - Melisa vs Sarina


"Berkali-kali Ibu sudah bilang jangan masak minyak-minyakan. Kamu ini mau bikin kolesterol Ibu naik?"

Melisa tidak bersuara. Tangannya bergerak memindahkan udang goreng ke piring saji. Mengabaikan suara wanita setengah abad di belakang.

"Melisa! Ibu lagi ngomong sama kamu. Kenapa diem aja? Mbok, ya, kalo ada orang tua ngomong itu jangan pura-pura tuli!"

Perempuan yang kini mengenakan outer warna pink dilapisi dengan apron memutar tubuhnya, lantas menghela napas. "Ibu nggak lihat, aku lagi masak. Lagian, Ibu jangan ge-er dulu. Makanan ini bukan buat Ibu, tapi buat Mas Candra."

"Lho, anakku sudah pulang?"

Melisa memutar bola matanya. "Anak Ibu sekarang suami aku, Bu. Bisa nggak kata 'anakku' diganti dengan 'suamimu'?"

"Lho, kamu ini cuma satu kata aja, kok, protes! Terserah Ibu, to. Bener, to, Candra itu anakku. Candra itu masih berbakti sama Ibu."

Kali ini, Melisa mengembuskan napas kasar. Percuma, tidak akan selesai kalau adu mulut dengan Sarina, ibu mertuanya. Jadi, sebagai wanita waras, Melisa memilih mengalah.

Dulu, Melisa selalu berharap memiliki mertua yang sayang padanya, seperti orang tua kandungnya. Namun, setelah menikah dengan Candra, harapan tersebut harus ditelan bulat-bulat. Bayangkan saja, di hari pertama menginjakkan kaki di rumah ini, Melisa hampir saja tidak bisa tidur berdua dengan Candra. Kenapa bisa begitu? Ya, karena Sarina bolak-balik masuk ke kamar anaknya! Untung ada Mama dan Papa Melisa yang menolong.

Tidak hanya itu, Melisa harus mematuhi semua aturan yang dibuat Sarina. Seperti tidak boleh keluar dari rumah lebih dari pukul tujuh malam atau makan harus satu meja dengan wanita itu. Melisa juga wajib ikut serta dalam kegiatan Sarina. Kalau tidak, wanita itu akan memarahi Melisa. Makanan pun tak luput dari perhatian Sarina, Melisa dilarang menyantap snack kesukaannya dan harus makan nasi serta sayur, padahal Melisa tidak suka keduanya. Melisa tidak boleh bangun kesiangan, tidak boleh keluar jika belum masak, dan sederet aturan yang bikin Melisa pusing.

Apa Melisa mematuhi semua aturan tersebut? Tentu saja tidak. Dulu waktu masih kuliah, Melisa kerap pulang di atas jam tujuh malam. Terus, untuk makanan misalnya, Melisa lebih baik beli daripada menyantap makanan sesuai aturan Sarina, hingga akhirnya Melisa berani belajar masak.

Terkadang Melisa tidak betah dan pernah meminta Candra supaya beli rumah sendiri. Namun, sayangnya, tidak mendapatkan izin dari Sarina. Ya, hidup suaminya itu dikendalikan oleh ibunya. Bahkan, saat pergi bulan madu pun, Sarina ikut serta.

Candra muncul mengenakan kaus oblong putih serta celana panjang berwarna hitam. Ia mendekati ibunya dulu, baru Melisa.

"Kamu pulang jam berapa semalam?" tanya Sarina.

"Jam setengah sebelas, Bu."

"Mas, minta tolong ambilin gelas di lemari atas, dong," sela Melisa seraya menunjuk pintu lemari kabinet yang sudah ia buka, tapi saat ingin mengambil gelas itu, tangannya tidak sampai karena letaknya cukup jauh.

Tanpa disuruh dua kali, Candra mengambilkan gelas tersebut dengan mudah. Saat pertama kali bertemu, Melisa sempat takjub dengan tinggi badan lelaki itu. Jika berdiri sejajar, maka tinggi Melisa sebahu Candra.

"Kamu ini, suami baru pulang, kok, udah disuruh-suruh. Mbok, ya, kamu ambil kursi terus naik, gitu, lho!"

Melisa mendengkus usai mendengar ocehan sang mertua. Tuh, apa yang dilakukannya selalu salah di mata Sarina. "Sama aja, kan, Bu. Lagian, cuma minta tolong ambilin gelas, bukan ambil bintang di langit. Nggak susah."

"Bener-bener, ya, kamu ini kalo dikasih tau jawab terus. Apa diajarin gitu sama orang tuamu?"

Ini, sih, bagian yang paling menyebalkan. Sarina selalu membawa orang tua Melisa di setiap argumennya.

"Bu, sudah. Ini Melisa cuma minta tolong ambil gelas." Candra akhirnya buka suara. Mencoba membela istrinya.

"Ya, kamu kasih tau, to, kalo dia salah!"

"Mel minta tolong, apanya yang salah, Bu? Udah, nanti darah tinggi Ibu kumat cuma gara-gara gelas."

Sarina yang masih kesal pun kembali menatap Melisa. "Denger sendiri, kan, anakku udah berani melawan ibunya gara-gara kamu!"

Mendapat tatapan serta ucapan tajam dari Sarina, Melisa tidak takut sama sekali. Lah, yang dilakukan Candra sudah tepat, kok. Lagi pula, bagian mana Candra melawan ibunya? Asli, kenapa Melisa harus punya mertua ribet seperti Sarina?

"Udah, Ibu, ayo, duduk!" Candra kemudian menggiring ibunya duduk di kursi makan. Drama ini tidak terjadi sekali dua kali, Permisa. Setiap hari! Rambut Melisa sampai rontok saking kuatnya menahan kesal.

Melisa ikut duduk di samping suaminya, kemudian meraih mangkuk berisi oatmeal yang sudah dicampur dengan air hangat.

"Kenapa kamu makan itu?" Suara Sarina kembali terdengar. Melisa tidak menggubris. Ia sudah tahu ke mana arah pembicaraan mertuanya.

"Ibu, kan, sudah bilang, kamu harus rajin makan sayur dan buah biar bisa cepat hamil! Sudah tiga tahun kalian nikah, masa belum punya anak? Kamu nggak kasian sama Candra?"

Tangan Melisa mencengkeram ujung sendok dengan sangat erat. Andai wanita tua ini tahu yang sebenarnya, apa masih sudi mengoceh?

Jujur, Melisa ingin sekali merasakan hamil dan melahirkan, ingin merasakan bagaimana memiliki bayi dari rahimnya sendiri. Namun, sayangnya, impian tersebut tidak didukung oleh suaminya sendiri. Ya, kalian tidak salah baca. Candra-lah yang tidak mau punya anak.

"Aku bosan kalo setiap hari makan sayuran terus. Nggak apa-apa, kan, sekali-sekali sarapan oatmeal? Toh, kemarin udah makan sayur," kata Melisa. "Terus, jangan aku doang, dong. Mas Candra juga disuruh makan makanan sehat. Kan, hamil itu kerja sama istri dan suami."

"Nggak usah ngajarin Ibu. Dari kecil Candra sudah makan makanan sehat, dia juga nggak merokok, setiap tes lab selalu bagus hasilnya. Kamu, tuh, yang harus dibenahi."

Lho, jadi maksudnya orang tua Melisa tidak pernah menjaga pola makan anaknya, gitu? Astaga naga dragon, Melisa benar-benar tidak habis pikir dengan pola pikir mertuanya. Ingin tertawa, tapi nanti disalahkan lagi. Apes.

"Candra, mendingan suruh istrimu berhenti kerja biar bisa fokus program hamilnya. Lagian, kerjaannya sekarang nggak ada gunanya. Wong kamu masih kuat biayain hidup dia sampai tujuh turunan, kok, ya, malah cari pekerjaan lain."

Tuh, kan, mulai lagi. Berkali-kali Melisa mengatakan dirinya bekerja bukan karena gajinya, tapi karena menyukai pekerjaan tersebut. Ya, betul, gaji Candra sanggup memenuhi kebutuhannya, tapi memangnya salah kalau Melisa ingin jajan pakai uang sendiri?

Melisa yang tidak tahan lagi menghabiskan makanannya dengan cepat. Setelah itu, ia menarik tangan suaminya yang baru beberapa suapan itu. Tentu saja tindakannya mendapat teguran dari Sarina, tetapi Melisa tidak peduli. Ia sudah bosan duduk satu ruangan dengan wanita tua itu!

"Aku belum selesai, Mel."

Ucapan Candra sukses menghentikan langkah Melisa di teras rumah. Perempuan itu tampak mengatur napas.

"Sarapan di luar aja. Aku malas dengerin Ibu kamu."

Saat yang bersamaan, Sarina muncul. Melisa segera menyuruh Candra masuk ke mobil dan pergi tanpa pamit. Bodo amat kalau setelah ini dibilang menantu durhaka. Siapa suruh pagi-pagi ngajak ribut?

Ketika mobil yang dikemudikan Candra melaju pelan, Melisa mengacak rambut seraya mengentakkan kakinya.

"Ibu, tuh, ya, kenapa suka banget ngatur-ngatur hidup aku? Kan, udah dibilangin aku nggak suka makan sayur, masih aja dipaksa!" gerutu Melisa. "Mending kita pindah rumah aja. Tinggal berdua!"

"Nggak bisa, Mel. Kamu, kan, tahu Ibu nggak mau aku tinggal."

"Ya, terus gimana aku, Mas? Berasap kepala aku tiap hari menghadapi Ibu kamu itu!"

"Nanti aku coba bicara sama Ibu, ya."

"Mas selalu bilang begitu, tapi sama aja ujungnya. Kayaknya emang paling bener aku lepas IUD biar mulut Ibu mingkem."

"Mel, please, kita udah nggak mau bahas itu, kan?"

Melisa mengembuskan napas kasar. Sampai kapan nasibnya akan seperti ini terus?

02 September 2022

••••

Ini kedua kalinya aku nulis daily dengan jumlah bab terbanyak, tapi pertama kalinya nulis di wattpad. Semoga masih terasa sisa-sisa ngumpulin jumlah kata di Mas Paijo 🤣

Tadinya aku kepikiran mau update di fizzo aja, tapi dari jaman Majapait aku nggak bisa lihat komentar sama ulasan, terus juga nggak bisa bikin author note. Ya, daripada jadi batu selama 3 bulan mending di sini aja ygy. Entar jadi sejarah Ibu Negara jadi cerita dengan jumlah part terbanyak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro