Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 - Ngobrol Setelah Terbang


Rasa hangat menjalar kala seorang pria berseragam putih dengan pangkat bar empat kuning pada kedua bahunya mendaratkan kecupan singkat di kening seorang wanita yang tertidur pulas. Tak lama, wanita tersebut membuka mata, terbelalak, lantas mengubah posisi tubuhnya.

"Mas? Kapan sampainya?"

"Barusan," jawab pria itu dengan senyum khasnya.

"Kok, nggak ngabarin aku dulu?"

"Sengaja. Biar surprise."

Tangan pria itu melingkar di pinggang sang istri. Bibirnya tidak henti menyapu seluruh wajah perempuan berambut panjang dan berikal itu. Dalam kurungan suaminya, perempuan itu diam saja. Ia sangat merindukan sentuhan itu.

"Mas kalo bilang mau pulang malam ini, kan, minimal aku pakai baju cantik sebelum tidur," kata perempuan berkulit kuning langsat itu, bibirnya mengerucut. Membuat laki-laki itu tertawa kecil karena tahu maksud kata 'baju cantik'.

Pria yang memiliki brewok tipis mengecup singkat pipi sang istri. "Begini aja aku udah seneng, kok. Kamu selalu cantik."

"Kalau Ibu tahu, aku dikatain istri nggak becus."

"Ibu nggak akan tahu karena kita lagi di kamar, Sayang."

Bibir wanita bernama Melisa melengkung ke atas. Jika ditanya apa yang membuatnya bahagia hidup di dunia, maka ia akan menjawab menikah dengan laki-laki berprofesi sebagai pilot ini. Kisah cintanya bagai dongeng. Bagaimana tidak, perkenalan mereka bisa dikatakan singkat. Kala itu, Melisa sedang menghadiri sebuah bedah buku yang penulisnya bernama Candra Wicaksana. Sebuah fakta terungkap di sana. Ternyata Candra merupakan seorang pilot. Saat itu, Melisa merasa aneh, apa yang dikejar Candra dari menulis di saat profesinya sekarang cukup menjanjikan. Jawabannya ternyata sederhana, Candra mencari kepuasan. Laki-laki itu berharap orang-orang mau bangkit setelah membaca karyanya.

Dari situlah yang mendorong Melisa berkenalan lebih jauh dengan Candra dan di sinilah sekarang, genap tiga tahun Melisa hidup bersama Candra.

"Mas di sini sampai kapan?"

"Sampai besok sore. Jam enam aku udah harus ke bandara karena ada flight malam."

Melisa menghela napas. Ya, ini risikonya punya suami pilot. Long Distance Marriage sudah menjadi makanan sehari-hari Melisa. Candra harus terbang ke berbagai negara karena tuntutan pekerjaan, meninggalkan istri bersama ibunya. Belum lagi jika dalam kondisi stand by, Melisa gigit jari kalau suaminya mendapatkan telepon mendadak, karena rencana pergi berdua yang sudah tersusun rapi terancam gagal.

Di luaran sana, Melisa disebut wanita beruntung sebab mendapat suami seorang pilot tanpa tahu bahwa Melisa harus siap menghadapi risiko setiap kali Candra terbang.

Setelah puas bermain-main dengan istrinya, Candra bangkit dan masuk ke kamar mandi. Sementara itu, Melisa ikutan bangun sembari mengikat rambutnya, kemudian melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman. Sebenarnya, Candra sudah mengingatkan jika dirinya tidak butuh pelayanan dari istrinya kalau pulang malam, tapi Melisa harus melakukan ini agar tidak mendapat nyinyiran dari sang mertua.

Mertuanya pernah bilang, Candra senang dibuatkan minum saat pulang kerja, mau jam berapa pun itu. Tadinya, Melisa sudah menuruti Candra, tapi berakhir dapat amukan dari mertua.

"Kamu ini gimana, sih? Suami pulang kerja, kok, malah nggak dibuatkan minum!"

Tentu Melisa masih ingat jelas setiap kata yang keluar dari bibir merah sang mertua, yang selalu membuatnya mengelus dada.

Melisa kembali masuk ke kamar dengan membawa cangkir berisi kopi hitam sedikit gula, bersamaan dengan Candra yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Minumnya, Mas," ucap Melisa saat Candra duduk di sofa.

"Kamu ini udah dibilangin masih aja dilakuin, tapi makasih, ya."

Melisa mengangguk, kemudian duduk di pinggir ranjang.

"Gimana kerjaan kamu?" tanya Candra.

"Aku dapat penulis ngeyel, Mas. Kan, ada satu adegan yang nggak oke, tapi dianya nggak mau kalo adegan itu dihapus. Aku tanya alasannya, malah berbelit-belit, aku kasih arahan malah dibilangin sok ngatur, terus pede bilang pembacanya udah banyak dan mereka nggak keberatan dengan adegan itu."

"Terus, tetep ada adegan itu?"

"Ya, mau gimana lagi."

"Tapi, biasanya penulis yang sifatnya begitu bakal cepat tenggelamnya, lho. Dia nggak terima saran kamu dengan alasan dia udah punya pembaca yang nggak keberatan, padahal tugasnya penulis itu memberikan pelajaran yang bagus untuk pembaca."

"Itu dia. Malas aku kalo ketemu penulis yang dari sananya udah begitu."

Jangan heran jika obrolan mereka seperti ini. Candra memang tahu dengan dunia literasi. Awalnya suaminya itu ingin terjun ke sana. Namun, sayangnya hal itu menjadi angan-angan belaka. Alasannya? Ya, karena ibunya.

Melisa tahu dari Candra kalau mertuanya itu tidak suka melihat anaknya melakukan pekerjaan sia-sia. Jelas sekali beberapa tahun yang lalu beliau menentang keras keinginan anaknya, malah menyuruh Candra masuk ke sekolah penerbangan. Dari dulu, beliau ingin melihat anaknya bisa mengoperasikan pesawat terbang. Pastinya tidak sia-sia sebab gajinya besar.

Setelah berhasil menjadi sopir pesawat dan berhasil mendapatkan pangkat captain, barulah Candra berani menulis lagi. Ia menulis buku tentang perjalanannya menjadi pilot, tentunya tanpa sepengetahuan sang ibu. Tidak disangka, buku tersebut laris, tapi anehnya ibunya masih saja meremehkan bakat anaknya.

Buku tersebut yang mengantarkan Candra bertemu dengan istrinya. Melisa, gadis mungil yang pada saat itu mahasiswi tingkat akhir, sedang berjuang membuat skripsi. Candra merasa menemukan kecocokan dengan Melisa karena sama-sama menyukai literasi. Bahkan, setelah lulus, Candra mengizinkan Melisa bekerja menjadi editor. Tentu keputusan tersebut ditentang keras oleh ibunya.

Berkat pengalaman itulah, Melisa tidak ragu berkeluh kesah kepada Candra. Melisa senang Candra tahu segalanya, jadi saat diajak ngobrol pun akan nyambung.

"Kalau Mas sendiri gimana perjalanan kali ini?"

"Beberapa menit sebelum landing, cuaca di runway buruk. Akhirnya aku putuskan buat muter-muter di udara, ada kira-kira satu jam begitu terus. Kamu tahu nggak, kalau dalam keadaan seperti ini, ada beberapa penumpang yang panik, ada pula yang protes. Mereka yang bakal bikin cabin crew pusing."

Perbedaan yang sangat mencolok, bukan? Inilah salah satu alasan mengapa Melisa mau menikah dengan Candra padahal usia mereka terpaut delapan tahun. Setiap mengobrol dengan pria itu, Melisa selalu menemukan insight baru. Wajar saja, waktu serta pengalaman Candra lebih lama dari Melisa. Terkadang, Melisa tidak puas mendengar satu cerita saja.

"Aku adalah salah satu penumpang yang protes, deh, Mas," kata Melisa diakhiri dengan cengiran. Ia pernah beberapa kali naik pesawat. Sebagai orang awam, ia tentu kesal lantaran pesawat tak kunjung mendarat.

"Aku ngerti. Beberapa tahun yang lalu aku punya pikiran yang sama, tapi sekarang aku tahu alasan pilot tetap di udara karena ingin menjaga keselamatan penumpang. Kalau nekat turun, yang ada malah terjadi hal yang tidak diinginkan."

"Sebagai orang yang duduk di depan, bawa penumpang sebanyak itu, Mas pernah ngerasa takut nggak?"

"Takut itu wajar, asal jangan berlebihan. Lagian, aku punya Allah dan kamu yang selalu mendoakan aku."

Wanita itu tersipu malu. Jujur saja selama tiga tahun ini, Melisa baru satu kali naik pesawat disopiri oleh Candra. Rasanya? Biasa saja. Toh, Candra bekerja secara profesional. Lagi pula, di dalam kabin mana ada yang tahu salah satu penumpangnya adalah istri pilot.

"Mas nggak capek? Kok, kita malah ngobrol-ngobrol?"

Candra tersenyum. "Capekku udah hilang setelah lihat kamu. Rasanya tiap kita jauh aku kangen terus sama kamu. Cuma sekarang ini waktu yang pas buat kita ngobrol, kan?"

"Iya juga, sih, tapi Mas juga harus istirahat. Diminum dulu kopinya, habis itu tidur."

"Udah mirip Ibu, ya, kamu sekarang?" Candra menaikan sebelah alisnya.

Melisa terbelalak. "Ih, nggak, ya! Ibu tetep paling cerewet di rumah ini."

"Jangan keras-keras, nanti Ibu denger, lho."

Spontan Melisa menutup mulutnya, padahal tidak perlu juga sebab kamar mereka dengan kamar mertua cukup jauh. Candra hanya bercanda.

Tidak sedikit perempuan yang iri dengan kehidupan Melisa. Mendapatkan suami genteng serta pekerjaan yang bagus. Mereka tidak tahu saja di rumah ini, Melisa mendapatkan tantangan dari sang mertua setiap hari.


[Start]
01 September 2022

••••

Hai, kalau kamu baru ketemu akun ini melalui cerita IBU NEGARA, aku ucapkan selamat datang dan salam kenal! Senang bisa ketemu kamu :)

Untuk ketiga kalinya aku ikutan event GMG hehee. Seneng rasanya masih dikasih kesempatan, dan kali ini aku akan menulis SETIAP HARI dari tanggal 01 September sampai dengan 30 November 2022. Nah, buat kalian yang suka sekali dengan jumlah part yang panjang, boleh simpan cerita ini di library kalian. Tenang, setiap hari update terus selama tiga bulan 🤭

Yang punya Karyakarsa dan mau baca spesial chapter-nya, bisa copas link ini.

https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-special-part

https://karyakarsa.com/pesulapcinta/hi-little-captain-special-part-2

Murah kok, cuma 20 kakoin kalian bisa nikmati spesial chapter-nya ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro