Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog : When The Sword Lift

Alternia, Tahun 850

Tanpa berkat dari istana, tak akan ada sihir yang mengaliri darah kami. Tak ada sihir, maka kami jatuh pada taraf seorang budak. Terinjak dan Terbuang.

Apa jadinya istana jika dikuasai oleh penguasa yang menjadikan semua itu sebagai ancaman serta pembalasan pada orang yang dianggapnya tidak sejalan.

Maka, ketika mereka mencoba memenggal habis kepala para Ludwig, perlihatkan keloyalan yang telah kalian gadaikan padaku!

Adik kecil yang hilang akal, harus ditampar keras agar tersadar.

Pertanda,
Marchioness of Haltain,
Quinn Eleonara Ludwig.

__________

Pena tinta kuletakkan kembali pada tempatnya, lalu meraih sebuah stempel berlogo keluarga Ludwig, kutekan hingga mencetak huruf L yang dikelilingi ular berkepala mawar. Cetakan dari tinta emas itu sekarang telah mutlak mewakili suara dan wewenangku. Menyedihkan.

Seorang pria berambut hitam legam mendatangi ruanganku, ia duduk di tepi meja, membaca surat yang baru saja kutulis. Pena bulu di tangannya bergoyang-goyang, membuat perhatianku terpusat padanya. "Bagaimana kau akan mengirimkan ini?" tanyanya setelah menaruh kembali surat itu ke atas meja. "Jika ketahuan—"

"Tidak perlu mengkhawatirkannya. Jika dia pikir dengan mengambil berkat dari keluarga Ludwig itu artinya dapat melumpuhkanku, saat itulah kemenangan sudah ada di tangan kita," jawabku cepat.

Aku berdiri dari kursi kayu sederhana itu, beranjak menuju meja lain yang lebih kecil. Di atasnya terbentang papan catur yang beberapa pionnya sudah berpencar. "Mau melanjutkan ini?" Aku menawarkan.

"Sepertinya kau sangat percaya padanya." Ia mendekat dan duduk di hadapanku, di depan bidak berwarna hitam.

"Aku bahkan mempercayakan nyawaku padanya," jawabku santai sambil mengangkat kuda dan menaruhnya ke tempat yang lain. "Giliranmu."

"QUINN!" gebrakan yang membuat pintu kayu terbuka lebar membuatku nyaris terlonjak. Akhirnya dia kembali. "Kau sungguh akan melakukannya?"

"Berisik, Foxy."

"Kau sungguh akan menyulut perang?"

"Ya."

"Bukankah yang harus kau lakukan adalah terbebas dari hukuman mati, tapi lihat sekarang, kau mau mengajak semua orang ikut mati bersamamu."

"Kenapa kau jadi sangat panik?" Aku berdiri, mengambil surat yang tadi kubuat dan kuberikan padanya. "Sebarkan pada orang yang tepat!" perintahku seraya menepuk-nepukkannya ke dada lelaki tinggi berambut pirang itu.

Ia merampas suratnya dengan kasar, menimbulkan bunyi kerincing dari kalungnya. Aku hanya tersenyum dan bersedekap dada. "Aku hanya tidak ingin tanggung-tanggung dalam permainan yang sudah dimulai," ucapku. "Dan kau tahu sekali kalau aku pantang ditantang seperti itu."

Foxy menghela napas dan berbalik pergi. Langkah dari sol sepatunya berderak karena hentakan kasar. Dia pasti sedang merajuk.

"Kakek Aefar pernah berkata, jika kau punya kesempatan untuk mendapat sesuatu yang lebih besar dari apa yang kau inginkan, maka jangan takut untuk menjadi tamak." Aku berujar dalam hati.

"Terserah kau saja!" tukas Foxy keras tanpa berbalik. 

Aku terkekeh kecil, mengabaikan lelaki berambut hitam yang menatap heran ke arahku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro