Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 : Berbeda

Arya pov

Perasaan itu masih tetap sama, meski memang aku sekarang tak pernah melihatnya. 6 bulan telah berlalu, namun namamu masih teringat jelas dipikiranku. Padahal ada seseorang didekatku, yang selalu mendengarku juga melindungiku. Tapi kenapa semua terasa sangat ada yang kurang. Mungkin karena dia bukanlah kamu.

Enam bulan aku duduk dibangku SMA membawa perubahan yang cukup berarti bagiku. Aku punya teman. Aku punya pacar. Aku menjadi anak yang populer. Teman baruku mengajariku cara berdandan, dia bilang aku cantik. Belum ada yang memujiku cantik selain dia. Sahabat pertamaku, namanya Sheryl. Panggil saja dia Nci, gayanya memang lebih mirip orang cina padahal bukan keturunan cina.

Nci, anak yang punya warung makan pinggir jalan ini hobbynya dandanin orang. Tapi dia tidak bisa merias wajahnya sendiri. Aneh. Manusia pertama yang jadi kelinci percobaannya itu aku. Aku yang begitu lugu dan polos saat diajak dia berdandan, ya ikut-ikut saja. Awalnya memang aku lebih mirip banci nongkrong diperempatan jalan. Tapi setelah melewati ratusan eksperimennya, Nci jadi ahlinya sekarang. Dia bahkan sering diminta mendandani kakak kelasku yang banyak acara itu.

Aku beruntung punya dia sebagai sahabat.

'Bagi duit!' tegas Nadin, sahabatku yang satu lagi. Tubuhnya kecil, kekar, dan juga lincah. Kalian mungkin iri dengannya. Anak yang satu ini meski bisa dibilang nakal dan rajin bolos punya segudang prestasi. Dia tidak pernah kehilangan juara satu dikelasnya padahal kerjanya cuman tidur.

Aku sama sepertinya, anak yang pintar. Bedanya dia pintar dengan sendirinya, sedangkan aku pintar karena diajarinya. Nadin dan Sheryl adalah malaikat bagiku. Selalu ada dan menyemangatiku. Mereka mengisi keheninganku selama ini.

"Arya, gue mau ngasih tau sesuatu sama lo!' Nadin bicara tergesa-gesa. Setelah dua minggu tidak ada kabar. Dia datang begitu saja kerumahku pagi-pagi sekali. Memakai seragam sangat rapi tidak seperti kebiasanya.

'Ada apa?' tanyaku bingung.

"Nanti aja disekolah, pokoknya sekarang kamu siap-siap! gue tunggu disini, oke!" tanpa bertanya apa maksudnya aku mengiyakan saja. Mungkin ini hal mendesak. "Bawa duit yang banyak, Ya!" tambahnya meneriakki depan rumahku.

20 menit aku bersiap, Nadin masih setia menungguku dibawah. Tapi sekarang sudah ada Nci, juga mobil. Aku bersegera menyusul mereka, tanpa sarapan aku langsung pergi.

"Mobil siapa?" tanyaku heran.

"Mobil gue!" balas Nadin.

"Ibu kamu pulang, kapan?"

"Ntar gue ceritain, buruan naek!"

Tanpa bertanya lagi, aku menurutinya. Diperjalanan dia tampak sangat gelisah. Aku ingin bertanya, tapi mungkin ini bukanlah saat yang tepat. Tidak untuk sekarang.

Suasana sekolah, suasana yang kadang aku rindukan juga kadang tidak. Masa SMA, masa paling teringat dalam kenangan nanti. Apalagi sahabat pertamaku ada disini. Nadin turun bersama Sheryl terburu-buru, aku mengikutinya dengan tenang. Ada apa mereka ini tumben-tumbennya hari pertama sekolah masuk.

'Ntar lo liatin, cowok cakep, tinggi, putih!" tegas Nadin padaku dan Sheryl.

"Akh lo ngasih ciri-ciri yang bener donk, kan banyak cowok cakep disekolah!" balas Sheryl kesal. Aku hanya diam mengiyakan apa yang Sheryl katakan.

"Pokoknya lo liat aja anak baru yang cakep, namanya Dio.. Inget loh jangan sampe kelewatan, bisa bonyok gue sama nyokap gue' gelisahnya.

Dengan sederhana dan tak banyak tanya aku mengikuti apa yang dipinta Nadin. Baru kali ini Nadin seperti itu, jadi tak ada salahnya mendengarkan apa yang dia katakan. Lagi pula banyak wajah baru yang kutemui sepanjang anak yang lewat dan Nadin selalu menolak apa yang kutunjukan.

"Din, tuh cowok ganteng' kataku sambil menunjuk seseorang yang lewat didepan kami.

"Aduh, Ya.. gue bilang kan anak baru, itu kan anak kelas 3, akh bawa lo ga guna banget' kesalnya.

Anak kelas 3? wajahnya asing bagiku. Benar kata Nadin aku memang tidak berguna di momen ini. Wajah semua orang sangat asing bagiku, aneh juga sih jika aku mengingat wajah semua orang disekolah ini.

Melihat-lihat sekolah rasanya lebih menyenangkan dibanding mencari dia yang katanya tampan. Mungkin hari ini aku juga akan melihat mantan pacarku. Rehan. Bukan berarti aku berbohong soal aku punya pacar, aku memang punya pacar sebelum Rehan membuat masalah denganku 2 hari lalu. Sudahlah, meskipun Rehan salah satu hal yang membuat aku populer disekolah ini selain kecantikanku tapi dia sudah kelewat batas menginginkanku. Dia terlalu merasa memilikiku sepenuhnya, dia terlalu kurang ajar.

Meski aku membenci kelakuannya, tapi kenangan bersamanya masih ada dipikiranku. Bahkan ketika aku mencoba untuk tidak menghubunginya, hatiku serasa kesepian. Tapi dia bukan cinta pertamaku, yang membuatku selalu ingin menghentikan waktu. Dia hanya seseorang yang berhasil meramaikan kesepianku.

Aku berhenti didepan papan mading. Saat aku melihat-lihat, dibelakangku seperti ada yang sedang berbisik-bisik. Meski tidak jelas, tapi aku tau yang mereka bicarakan adalah tentang aku dan Rehan. Para gadis pasti bahagia jika aku putus dengannya, anak basket yang tampan setahuku. Aku bahkan mengakui kalau dia memang tampan.

"Si arya udah putus sama Rehan, kesempatan emas nih!" kira-kira begitulah inti dari beribu kata yang mengusik telingaku sepanjang pagi ini.

Menjadi populer tidak begitu menyenangkan. Tak ada lagi saat dimana seseorang tak memperhatikanmu saat berjalan. Aku selalu jadi pusat perhatian, apalagi saat disampingku ada Sheryl dan Nadin. Mereka menganggapku sebagai yang paling berkuasa, padahal selama bersama mereka aku lebih banyak diam. Pandangan orang memanglah sangat aneh. Semakin kamu tidak banyak bicara dan bertindak, maka itu menunjukan seberapa besar kekuasaanmu.

Hening menjadi tempat asalku. Makanya aku sedikit belum terbiasa dengan semua ini. Tentang bagaima orang-orang memperhatikanku dari atas sampai bawah. Perubahanku ini juga yang membuatku jadi banyak musuh, terutama para kakak kelas yang iri dengan kecantikanku.

Duduk dibawah pohon memang menyenangkan, apalagi ketika sendirian. Rasanya seperti mengingat cinta pertamaku. Mengingat kejadian dimalam dingin itu. Aku tetap penasaran siapa yang kamu suka, meski kujamin itu pasti aku. Sedang apa kamu disana? Apa masih seperti dulu atau tidak? kamu selalu membuatku bertanya-tanya pada sepi.

"Awww!!" seseorang melempar kertas kearahku. Kertas yang sudah dilipat secara brutal membentuk bola tidak semetris. Aku melihat sekililingku, tak ada siapapun disini. Lagi pula siapa yang tertarik dengan tempat ini selain aku. Tempat yang lebih cocok dibilang angker daripada asri.

"Awww!" kedua kalinya seseorang melempar kertas kearahku dan aku masih tidak menemukan siapa pelakunya. Hal paling kubenci disaat seseorang bermain-main ketika aku tidak menginginkannya. Awas saja kalau ketemu, batinku.
Beberapa menit berlalu dan tak ada lagi kertas yang dilempar kearahku. Kenapa? padahal aku menunggu. Tanpa pikir panjang aku membuka kedua kertas yang tadi dilipat secara brutal itu. Ada sebuah kalimat.

"BURUAN KEKELAS!!"
itu dari kertas yang pertama.

"INI GUE NADIN, BURUAN!!!"
dan itu dari kertas kedua.

Dari Nadin? Kenapa dilempar? Bukannya dia punya suara yang keras, memanggilku dari jauh bukanlah hal yang melelahkan baginya. Sheryl juga kenapa tidak berlari kearahku, dia kan bisa.

Surat itu cukup untuk membuatku beranjak dari tempat paling menenangkan didunia. Aku merapikan pakaianku yang sudah sangat kusut dan menepuk-nepuk bagian rok ku yang sudah banyak ditempeli daun kering. Dengan sekuat tenaga aku langsung berlari menuju kelas. Karena kudengar 15 menit lalu bel sudah berbunyi.

Dan "Klek" kubuka pintu sambil menahan nafas yang tidak beraturan ini

"Maaf, pak. Saya terlambat" tanganku masih bertumpu dilutut. Jantungku rasanya terbakar.

"Kamu salah kelas" celetuk seseorang.

Hah? aku menunduk. Jika benar yang dikatakannya tadi, aku bisa mati karna malu. Perlahan aku menenangkan nafasku dan berdiri tegak. Benar saja, ini bukan kelasku. Aku dimana?.

"hmmm, salah kelas ya.. Maaf pak saya keluar ya pak!" dengan wajah polosku aku mencoba tidak terlihat memalukan. Perlahan aku pamit, mencium tangan guruku yang baik itu dan berlari keluar secepat mungkin.

"Brukkk!" aku terjatuh. Ada badan besar yang baru saja kutabrak. Rasanya ingin sekali pingsan disaat ini, tapi seseorang didepanku mengulurkan tangan. Aku yang sudah kepalang malu menolak bantuannya untuk bangun.

"Gapapa, ga perlu" aku kemudian bangun. Sekarang didepanku ada seorang pria yang benar-benar tampan setauku. Lebih tampan dari siapapun yang pernah kutemui. Tapi gayanya sangat tidak asing bagiku. Dimana aku pernah bertemu dengannya?

"Lutut kamu berdarah" katanya manis. Aku bahkan tidak merasakan sakit apapun saat melihatnya.
"Hah? berdarah?" spontan aku melihat lututku. Yaelah, pantas saja aku tidak merasakan apapun, lukanya tidak pantas disebut luka "Ini cuman kegores, gapapa kok".

"Dio, cepet!" Seseorang berteriak kearahnya. Oh, jadi namanya Dio.

Lelaki itu berjalan menuju asal suara, yang kulihat dia mendekati Nadin. Nadin juga melambai kearahku. Aku mendekatinya.

"Lo kemana aja? Gue bilang jangan keluyuran, susah banget nemu orang ganteng kayak lo!" Nadin bicara pada lelaki itu. Aku hanya heran kenapa Nadin bisa sedekat ini dengan seorang pria. Lelaki tampan itu hanya berkata 'maaf' padanya.

"Lo juga, Ya!" kesalnya.

Nadin benar-benar terlihat kerepotan. Aku bahkan tidak bisa berkata apa-apa. Jantungku yang berdegup kencang, penyebabnya adalah lelaki itu.

Dio saputra, namanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro