열셋 - His Other Side
Pandangan Soyeon terhenti pada sekumpulan kuda yang berputar-putar tiada henti. Sebuah permainan yang selalu disukainya. Sejak kecil.
"Temani aku naik carousel, ya!" pinta Soyeon sambil menatap mata Jihoon dengan penuh harap.
Jihoon mengernyitkan dahinya. "Semua yang menaikinya kan anak-anak."
"Kalau kau tidak mau, setidaknya temani aku ke sana."
"Ah! Dan lagi ... fotokan aku ya. Sekali-sekali aku juga ingin merasakan jadi seorang model," lanjutnya sambil terkekeh.
Jihoon hanya mengangguk dengan malas. Ia berjalan mengikuti langkah kaki Soyeon menuju wahana yang diinginkannya. Gadis itu berdiri di antrean dengan sabar, sementara Jihoon hanya menyandarkan lengannya di pagar pembatas permainan.
Usai sampai di arena permainan, Soyeon langsung memilih kuda yang menarik perhatiannya. Namun, bukan Soyeon namanya kalau tidak sekali saja membuat Jihoon merasa malu. Gadis itu terlihat sibuk dengan seorang anak kecil perempuan yang tingginya hanya sepinggang Soyeon.
Gadis kecil itu mengikuti apa yang dilakukan oleh Soyeon, berkacak pinggang sambil memonyong-monyongkan bibirnya. Nyatanya, Soyeon tidak mau kalah.
"Eonnie, aku mau naik kuda putih ini," pintanya.
"Semua kuda di sini warnanya putih. Aku juga memilih ini lebih dulu." Soyeon tidak mau melepas pilihannya.
"Tidak mau. Di sini tempatnya dekat dengan tempat Eomma berdiri." Gadis itu menunjuk ke arah wanita di dekat pagar pembatas yang justru meresponnya dengan senyum dan lambaian tangan lantaran tidak tahu apa yang terjadi.
"Nanti kudanya juga akan berputar, kau tidak lagi dekat dengan eomma-mu. Lebih baik begini...," ucap Soyeon sambil melirik kuda putih di samping kuda pilihannya, "kau duduk di sini saja, ya, adik kecil."
Anak kecil itu mulai menggigit bagian bawah bibirnya dan bingung menyadari dirinya digendong oleh Soyeon untuk duduk di kuda pilihan Soyeon.
"Eommaaaaa!" rengeknya.
Tangisan itu bukan hanya membuat Soyeon terkejut, tetapi juga semua orang yang ada di sana. Termasuk Jihoon, yang sedang santai-santainya menyandarkan punggung. Soyeon kebingungan dengan apa yang harus dilakukannya. Alhasil, ia hanya mengelus punggung anak kecil itu sambil sesekali menoleh ke kanan dan kiri dengan ekspresi bersalah.
"Soyeon-ah!" panggil Jihoon. "Apa yang kau lakukan sampai-sampai dia menangis? Kau jangan membuatku malu."
Kini, tidak hanya Soyeon yang menjadi pusat perhatian, tetapi juga laki-laki yang baru saja mengangkat bicara. Sadar akan hal itu, Jihoon melirik kanan dan kiri kemudian meminta maaf meskipun tidak ada hal salah yang dilakukannya.
Ia berdecak. Harusnya tadi aku diam saja tadi dan pura-pura tidak kenal dengan Soyeon. Anak itu memang.
Seiring mengerasnya volume tangis anak kecil itu, Soyeon akhirnya mengalah. "Iya, iya, kau boleh duduk di sini. Sudah jangan menangis lagi, jangan membuatku semakin menjadi pusat perhatian."
Layaknya anak kecil pada umumnya, gadis kecil itu berhenti menangis seakan tidak pernah terjadi apa-apa saat sudah memperoleh apa yang diinginkannya. Kali ini, Soyeon bisa bernapas lega karena kondisi sudah kembali seperti semula.
Carousel sudah dinyalakan, semua kuda mulai berputar pelan. Jihoon yang sempat diminta tolong oleh Soyeon untuk mengabadikan momennya pun mengeluarkan kamera kesayangannya. Ia mendekatkan benda itu ke wajahnya.
Jihoon selalu terlihat mempunyai pesona tersendiri saat berdiri dengan kameranya. Lelaki itu memotret Soyeon dan sesekali pemandangan lain di sekitar sana. Tidak bisa ia pungkiri, lokasinya memang terlalu disayangkan untuk tidak diabadikan.
Carousel telah berhenti berputar. Satu per satu dari mereka turun dari wahana dan berlarian ke luar. Jihoon melangkahkan kakinya mendekati pintu keluar. Ada seseorang yang dinantinya, sementara itu Soyeon melambaikan tangan sambil menunjukkan senyum yang sumringah.
"Jihoon, kau sudah mengambil gambarku, 'kan? Coba coba aku mau lihat," pintanya.
Lelaki itu menyodorkan kameranya pada Soyeon kemudian sedikit menunjukkan senyum saat matanya menemukan sosok yang dicari. Ia membungkuk saat gadis itu tepat lewat di depannya.
"Hai, gadis kecil," sapanya lembut.
Soyeon sempat menoleh mendengar suara yang tidak biasa didengarnya.
"Maaf ya kalau kakak ini membuatmu menangis tadi." Jihoon menunjuk Soyeon dengan ibu jarinya. "Ini supaya kau tidak sedih lagi sekaligus ucapan maaf darinya."
Sebungkus permen dikeluarkannya dari saku celana. Lelaki itu tersenyum kemudian mengusap rambut gadis kecil di hadapannya dengan lembut. Dilihatnya anak itu menoleh ke wanita yang sedang bergandengan tangan dengannya sambil mengangkat permen itu tinggi-tinggi.
"Kalau ada orang yang memberi, kamu harus bilang apa?" tanya wanita itu pada anaknya.
"Gamsahamnida." Gadis itu tersenyum lebar pada Jihoon.
"Cheonmaneyo," balas Jihoon. "Kami akan lanjut bermain yang lain lagi. Dadah!"
Ia melambaikan tangan kemudian menegakkan tubuhnya kembali usai berbicara. Lantas, Jihoon tersenyum dan sedikit membungkuk untuk berpamitan, diikuti pula dengan Soyeon yang sejak tadi hanya memperhatikan tingkah seniornya.
🍁🍁
"Kenapa kau tiba-tiba memberinya permen?" tanya Soyeon sembari melihat potretnya di kamera Jihoon.
"Siapa? Anak kecil tadi? Untuk menebus kesalahanmu yang membuatku malu," balasnya.
Langkah Soyeon berhenti sejenak dan memandang Jihoon. "Dan kau bisa bersikap manis pada anak kecil? Kukira orang sepertimu akan jutek dengan siapa pun."
Jihoon tertawa canggung. "Iya ... karena dengan cara begitu, rasa rindu pada adikku bisa sedikit terobati."
"Kau punya adik? Memang sekarang di mana?"
"Di tempat yang tidak pernah kau harapkan."
Lelaki itu berjalan lebih dulu, meninggalkan Soyeon yang menebak-nebak tempat apa yang dimaksud oleh seniornya. Jihoon tak mau membahasnya lebih jauh. Ketahuilah kalau hal itu akan semakin membuatnya tidak menerima kenyataan yang sebenarnya terjadi.
"Jihoon-ah," panggil Soyeon dari belakang, "jangan main tinggalkan aku begitu. Hei!"
Gadis itu mengejar Jihoon yang dengan sengaja tidak memperlambat langkah kakinya meski mendengar teriakan Soyeon. Sesampainya di samping Jihoon, Soyeon mengatur napasnya dan dengan terengah-engah menyodorkan kamera Jihoon.
"Ini milikmu. Kuakui hasil fotomu bagus dan menipu. Aku terlihat cantik ketika difoto dari angle yang kau ambil," puji Soyeon sambil menunjukkan sederetan giginya yang rapi.
"Ngomong-ngomong bagaimana tentang studio foto impianmu? Ada perkembangan?" tanya gadis itu lagi.
Raut wajah Jihoon berubah. Kedua ujung bibirnya sedikit tertarik ke atas. "Kurasa aku bisa mulai mencicilnya. Apa kau punya kenalan seseorang yang ingin menjual toko atau rumahnya?"
Gadis itu meletakkan ibu jari dan telunjuknya di dagu. Matanya memandang ke atas. Sesekali ia mengeluarkan dehaman.
"Sepertinya kakakku punya teman yang memang biasa menjadi sales jual beli rumah."
"Oke, kenalkan aku dengannya. Tolong, ya. Ini akan jadi proses awal yang menyenangkan."
Wajah Jihoon terlihat berseri-seri. Padahal beberapa waktu lalu baru saja membuat Soyeon kelelahan mengejarnya hanya karena ia yang tak mau masalah adiknya diungkit. Ya, membicarakan sesuatu yang sesuai dengan hobi memang bisa membuat Park Jihoon melupakan segala masalah atau kesedihannya sejenak. Tidak heran, lelaki itu selalu senang menekuni pekerjaan sekaligus hobinya.
"Iya. Aku sudah bilang kalau mau membuatmu senang hari ini, tidak bersedih lagi. Syukurlah kalau hal ini bisa meningkatkan mood-mu secepat kilat," ujar Soyeon sambil tersenyum. "Oke, sekarang apa lagi yang bisa menyempurnakan mood baikmu?"
"Hmm...." Mata Jihoon menyapu seluruh area Lotte World terdekat dari tempatnya berdiri. "Kita ke sana."
Jari telunjuknya jelas mengarah ke sebuah permainan yang memacu adrenalin dan Soyeon tahu kalau ia tidak pernah bisa menaiki wahana itu karena akan berujung sakit kepala dan mual. Permainan yang melaju dengan kecepatan tinggi dan arena yang berputar-putar.
"Roller coaster? Tapi aku tidak pernah bisa bertahan naik itu lebih dari 10 menit," keluh Soyeon seraya menunjukkan ekspresi semelas yang ia bisa supaya inginnya Jihoon terbatalkan.
Lelaki itu menoleh dan menyeringai. "Payah."
Satu kata yang membuat Soyeon tertegun dan membulatkan matanya.
"Ayo ikut aku saja. Tidak enak kalau main sendiri begitu kan katamu?" Kini, Jihoon membalikkan kata-kata yang sempat diucapkan oleh Soyeon. Senjata makan tuan.
Soyeon menghela napas. "Iya, begitu. Kau benar."
"Oke." Jihoon memasukkan kedua tangannya ke kantong celana dan berjalan dengan santai menuju permainannya.
Sementara itu, Soyeon hanya berusaha menyamakan langkah kakinya. Namun, hatinya tidak tenang dan selalu berdegup kencang ketika bayangan akhir dari permainannya kali ini muncul di dalam pikirannya. "Ah, molla."
Ia bergeleng-geleng sambil mengacak sedikit rambutnya. Di sampingnya, Jihoon tersenyum kecil menyadari tingkah Soyeon.
"Kau harus tanggung jawab kalau terjadi sesuatu padaku nanti."
"Berisik sekali kau ini. Aku hanya mengajakmu bermain, bukan menculikmu."
🍒🍒
Jangan lupa untuk follow Instagram @vaniandona.story ya karena segala update-an akan dipost di sana. Jangan lupa juga untuk yang mau beli buku pertamaku "Pluie et Piano" masih bisa banget! Hubungi aku langsung ya, bisa DM aja.
Ini, kukasih kalian kenang-kenangan dari Jihoon-Soyeon pas main di Lotte World.
Ketika Soyeon selalu sadar kamera dan betapa susahnya mengajak Jihoon foto. Jadilah, belum siap pun ikut kejepret.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro