Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

열둘 - For The First Time (2)

Angin bertiup cukup kencang. Siang hari yang begitu menyejukkan. Seseorang tengah duduk di halaman universitasnya seraya menggenggam benda persegi panjang berlayar tipis. Usai pembicaraannya di telepon, ada dua hal yang dirasakannya.

Senang dan bingung. Senang karena waktu masih mengizinkannya bertemu dengan lelaki yang beberapa tahun dirindukan. Bingung karena tidak tahu apa yang akan terjadi ketika lelaki itu tahu kalau....

"Hana, ini minum untukmu." Laki-laki bertubuh tinggi berdiri di depannya sambil membawakan segelas matcha tea latte. Ia tersenyum, matanya yang sipit kini hanya meninggalkan sebuah garis.

"Ah? Ne, gomawo." Gadis itu mendongak dan mengambil pemberiannya.

Lelaki itu duduk di samping Hana. Badannya dicondongkam ke depan dan ia menoleh. "Kenapa? Tidak biasanya kau murung."

"Daniel, apa kau benar-benar akan ikut ke Korea?" tanya Hana sambil menyeruput minumannya. Pandangannya masih lurus ke depan.

Daniel tertawa kecil kemudian dengan sengaja meletakkan jari telunjuk di dagu Hana. Ia menggerakkan wajah Hana sehingga menatap ke arahnya. Gadis itu hanya diam.

"Kau itu siapanya aku?" tanya Daniel.

"Pacarmu." Hana menjawabnya singkat.

"Berarti tidak salah kalau aku mau menjaga dan menemanimu ke Korea. Lagi pula itu kan juga tempat tinggalku. Aku juga rindu Eomma."

"Hmm ... iya kau benar juga."

"Kau takut mantanmu itu tau? Justru bagus kalau dia tau statusmu denganku sekarang, 'kan?"

"Entahlah." Hana beranjak dari tempat duduknya. Ia melirik Daniel sebelum berjalan lagi. "Sebentar lagi kelasku akan dimulai. Aku tidak bisa lama-lama berbicara denganmu. Sampai nanti, ya!"

Hana membalikkan tubuhnya. Sempat terdiam beberapa saat kemudian gadis itu membuang napasnya berat. Jihoon, maafkan aku.

🍁🍁

"Aku pulang duluan." Jisung menepuk pundak Jihoon kemudian berpamitan dengannya.

Woojin yang ada di seberang Jihoon tiba-tiba saja berdiri dan menghampiri Jisung. "Hyung, aku ikut pulang denganmu, ya. Antarkan aku."

"Tumben," balasnya singkat.

Lelaki itu melirik sahabatnya sebentar. "Iya, Jihoon tidak mau langsung pulang katanya. Kan tidak enak kalau pulang seorang diri."

"Bilang saja kau tidak mau mengeluarkan uang untuk kendaraan umum, makanya minta kuantar."

Woojin tersenyum. "Itu salah satunya. Hyung, katanya kau ingin pulang? Ayo."

"Iya iya. Kau ini...," ujar Jisung sambil berdecak, "Jihoon, kami duluan."

Jihoon mengangguk kemudian membalas lambaian tangan mereka. Lelaki itu menempelkan punggungnya ke sandaran kursi. Kepalanya ditengadahkan. Sebenarnya, tidak ada yang sedang dipikirkannya, tapi pikirannya tetap terasa penat.

Matanya melirik jam dinding dan beralih ke kursi di samping bilik miliknya yang masih kosong. Lama sekali. Jemarinya bergerak, mengetuk meja berulang kali dengan sengaja.

"Kaja!" teriak seorang gadis dari belakang. Suara yang sama dengan yang selalu membuat pundaknya naik tiba-tiba dan itu menyebalkan.

"Semua tugasku sudah selesai dan kita bisa pergi sekarang." Soyeon menarik lengan Jihoon supaya laki-laki itu segera bangkit dari kursi.

Dengan pasrahnya, Jihoon membiarkan tubuhnya bergerak sesuai kemauan Soyeon. Keduanya menaiki lift untuk sampai ke lantai dasar.

Soyeon terlihat bersemangat. Layaknya anak kecil yang baru pertama kali diajak bepergian oleh orang tuanya. Gadis itu mulai menyusun rencananya setelah sampai di sana.

"Rasanya sudah lama tidak pernah bermain di sana karena semua temanku sibuk. Magic island, naik carrousel, dan ... ice skating! Kita harus mencoba semuanya." Soyeon mengepalkan tangannya dan tersenyum bahagia. Ia melirik Jihoon. "Bagaimana menurutmu?"

"Aku?" Jihoon bertanya, padahal sudah jelas hanya dirinya yang ada bersama Soyeon di dalam lift. "Tidak tau."

Jihoon pura-pura mengamati tombol angka di sana sambil terlihat canggung. "Sudah bertahun-tahun tidak pergi ke sana."

Mulut Soyeon ternganga mendengar pengakuan Jihoon. "Wah, kau benar-benar berada di fase butuh hiburan."

Ting!

Pintu lift terbuka, keduanya pun berjalan ke luar gedung. Mereka berjalan kaki ke arah subway atau kereta yang terletak di bawah tanah. Ya, itulah salah satu kendaraan yang bisa membawanya menuju tempat yang mereka inginkan.

🍁🍁

Tempat yang tak pernah sepi pengunjung. Dari luar, kombinasi warna-warni membuat tempat itu terlihat indah. Soyeon yang sudah tidak sabar langsung berlari menuju loket untuk membeli dua tiket masuk, seperti yang dijanjikannya.

Sementara itu, Jihoon hanya bersandar di tempat yang tidak jauh sambil melipat tangannya di depan dada. Sesekali melihat Soyeon yang masih berada di dalam antrean.

Tidak lama, gadis itu menghampirinya sambil menggoyang-goyangkan benda persegi panjang berwarna merah muda tersebut. "Ayo!"

Mata mereka dimanjakan dengan pemandangan menakjubkan, yaitu bangunan berbentuk istana. Tapi sebelum ke sana, ada satu tempat yang selalu menarik perhatian Soyeon tiap ia berkunjung ke sana. Toko suvenir.

Jihoon hanya berdiam diri sambil menatap Soyeon yang sudah lebih dulu berjalan ke dalam dengan penuh semangat. Ia berdecak dari belakang. "Kenapa rasanya aku seperti pergi dengan anak kecil?"

Soyeon yang menyadari kalau ia hanya berjalan sendiri, akhirnya menoleh ke belakang dan mendapati lelaki yang pergi bersamanya itu justru hanya diam saja. "Jihoon, kau tunggu apa? Aku membelikan tiket masuk untukmu bukan hanya untuk berdiri di dekat pintu masuk saja."

Mau tidak mau, Soyeon harus melakukannya lagi. Menarik tangan Jihoon dan mengarahkannya menuju tempat yang sudah direncanakan.

Bermain di taman rekreasi? Memakai bando-bando dengan berbagai bentuk dan warna yang lucu itu adalah sebuah keharusan. Itu prinsip dari Soyeon. Gadis penyuka boneka itu selalu tidak tahan kalau melihat benda yang lucu. Dan selalu ingin memakainya.

"Woah! Bukankah ini terlihat cocok untukku?" Soyeon mengambil sebuah bando berbentuk telinga kelinci dan memakainya. Ia berjalan ke arah cermin kemudian membalikkan tubuhnya untuk tahu pendapat Jihoon.

"Lucu, 'kan?" tanyanya sambil tersenyum. Namun, gadis itu memiringkan kepalanya dan berpikir lain. "Tidak boleh hanya aku, kau juga harus memakainya. Dan sepertinya ini lebih cocok untukmu."

Soyeon melepas bandonya dan dengan sengaja memasangkan ke kepala Jihoon. Lelaki itu sempat menolak, tapi Soyeon bersikeras merayunya dan berujung pasrah.

Dilihatnya laki-laki senior yang selalu dianggap semua orang itu jutek. Soyeon menahan tawa, tapi ia puas. "Kau lucu."

"Kau menertawakanku? Sudah kubilang, bando ini hanya untuk perempuan," tolak Jihoon kesal.

Soyeon menggeleng. "Karena aku yang mengajakmu ke sini dan aku pula yang membayarkan tiket, jadi kau harus mengikuti mauku."

"Tau begitu, aku tidak perlu mengikutimu."

"Hei hei hei," ucap Soyeon sembari menepuk lengan Jihoon, "ingat kalau kita ke sini ingin bersenang-senang, 'kan? Janganlah jadi orang yang jutek seperti itu."

"Kau ini, bahkan baru mengenalku, tapi sudah suka seenaknya."

Mendengar perkataan itu, Soyeon hanya tersenyum malu sambil menggaruk tengkuk kepalanya. "Maaf, aku suka tidak sadar dengan siapa aku berbicara."

"Tapi biar hari ini kita bersenang-senang supaya kau lupa dengan perempuan itu. Oke?"

"Ya, terserah kau saja."

Soyeon mengangkat ibu jarinya tinggi-tinggi. Pandangannya teralihkan saat melihat bando berbentuk telinga mickey mouse, salah satu tokoh kartun yang terkenal.

"Kyeopta! Aku akan pakai ini dan sekarang ayo kita bayar dan mulai permainan!" Senyum terukir jelas di wajah Soyeon.

"Sejak tadi kau terus mengucap ingin bermain, tapi tidak segera bermain malah mampir ke tempat seperti ini."

"Iya iya, kau ini kenapa tidak bisa bersabar sedikit?" tanya Soyeon sambil memanyunkan bibirnya.

Keduanya berjalan menuju meja kasir. Sesekali Jihoon melihat refleksi dirinya di cermin yang dilewati. Melihat benda bertelinga itu ada di kepalanya membuat Jihoon ingin segera mengakhiri harinya bersama Soyeon. Namun, mau tak mau ia harus terus mengikuti kemauannya.

Sekali ini saja, sekali ini saja.

Lelaki itu menghampiri Soyeon yang berdiri di depan kasir dan segera menyodorkan lembaran uang sesuai jumlah yang tertera. Hal yang membuat Soyeon membalikkan badan untuk melihat siapa pemilik tangan yang menyelanya.

"Biar aku yang membayarnya kali ini," ucap Jihoon yang dibalas dengan anggukan Soyeon.

"Gamsahamnida." Soyeon sedikit membungkukkan tubuhnya pada penjaga kasir dan menyusul Jihoon yang sudah berjalan lebih dulu. Sekarang, justru lelaki itu yang terlihat terburu-buru, bukan dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro