서른 - What Does It Mean?
Suasana ruangan itu menjadi canggung—lebih tepatnya, Soyeon yang menjadi canggung sendiri. Kata-kata yang tadi diucapkan oleh Jihoon masih terngiang di kepalanya. Gadis itu pun menggeleng-gelengkan kepala sambil memejamkan mata. Dengan cepat, ia juga mengatur kembali napasnya supaya merasa lebih tenang.
Nyatanya, hal yang dilakukan Soyeon itu diamati oleh Jihoon. Lelaki itu berdecak. Sembari melahap mi miliknya, ia menunjuk tempat makan Soyeon dengan sumpit. "Kau sedang apa? Makanan itu keburu tidak enak kalau tidak segera kau makan."
"Eh?" Soyeon menoleh, tapi segera mengambil makanan di depannya. Dilihatnya, Jihoon masih asyik makan dan merasa seperti tidak ada apa-apa.
"Kau kenapa? Gerak-gerikmu aneh."
Soyeon menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Tidak apa-apa. Ayo, segera habiskan saja makananmu!"
Jihoon hanya mengangguk dan melanjutkan makannya. Ia melihat stiker restoran yang menjual mi itu dan bertanya kepada Soyeon, "Kau datang ke tempat ini? Dan kau juga memesan makanan yang kusuka? Bagaimana kau tau?"
"Itu tempat pertama kali kau menraktirku makan. Tadi aku tidak sengaja lewat sana dan tiba-tiba saja teringat denganmu."
"Ingatanmu kuat juga," puji Jihoon sambil melirik dan tersenyum tipis.
Yang dipujinya itu ikut tersenyum lebar dan membanggakan diri. "Aku memang hebat, bukan?"
"Oh iya, setelah kuamati lagi, ruangan ini sudah banyak berubah. Sudah kau hias sedemikian rupa dan sudah dilengkapi berbagai perlengkapan foto," lanjutnya.
Refleks, Jihoon mengikuti arah pandang Soyeon yang menyusuri setiap sudut di ruangan itu. Ruangan berdinding putih yang tadinya kosong itu memang sudah disulapnya menjadi tempat yang menarik dan dapat dikatakan nyaman sebagai sebuah studio foto.
Netra Soyeon mendapati beberapa pigura foto yang dipajang di zona khusus karena di tempat itu—dari atas hingga bawah—hanya berisi foto. Gadis itu belum menghabiskan makanannya, tapi memutuskan untuk beranjak dan mengamati benda persegi panjang tersebut.
Dapat diduganya kalau potret yang terpajang itu adalah beberapa hasil jepretannya. Beberapa ada yang diambil begitu natural, ada pula yang sesuai arahan gaya. Namun, ada satu yang menarik perhatian Soyeon.
Seorang anak kecil yang tengah memakan lolipop itu tidak lupa untuk bergaya. Ia sempat mengenali wajah itu.
"Ini Euna, bukan?" Soyeon menunjuk benda yang sejak tadi diamatinya. "Wah, kecil-kecil sudah pintar jadi model, ya."
Terdengar bunyi kekehan Jihoon dari belakang. Lelaki itu merasa seperti seorang kakak yang bangga dengan potensi adiknya. Sembari menyantap satu suap terakhir makanannya, ia diam saja membiarkan Soyeon yang justru sedang asyik menirukan beberapa gaya yang ada di foto.
Kedua tangannya diletakkan di pinggang kemudian jemarinya berpindah ke bawah dagu. Gadis itu juga memiringkan kepalanya. Dari belakang, gerakan itu jelas saja mengundang tawa Jihoon.
Ia pun berdecak. "Apa sih yang dia lakukan sebenarnya?"
"Gaya seperti ini ... berubah lagi seperti itu. Sepertinya aku bisa juga menjadi seorang model, 'kan?"
"Aku juga mau merasakan jadi yang difoto, bukan memfoto," keluhnya.
"Kalau kau mau, kau bisa jadi model untuk brosur dan undangan grand opening tempat ini."
Soyeon tersentak saat mendengar suara Jihoon ada di dekatnya—tepatnya, di belakang gadis itu. Ia membalikkan tubuhnya segera. "Whoa, kkamjagiya!"
"Ya ... apa kau biasa kaget semudah itu? Kau kan memang berada di ruangan ini denganku." Jihoon menyandarkan lengannya ke tembok.
"Tadi kau masih di sofa sana, sekarang tiba-tiba saja ada di sini."
Lelaki itu tertawa. "Aku penasaran dengan apa yang kau lakukan. Dari belakang, kau terlihat aneh."
"Omo! Kau memperhatikanku? Kupikir kau akan sibuk sendiri tadi." Gadis itu menunduk kemudian menggeleng. Mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ini memalukan."
Melihatnya, Jihoon justru ikut gemas dan membelai pucuk kepala Soyeon. Sementara itu, Soyeon terdiam sejenak. Sebisa mungkin, ia melirik ke arah Jihoon. Dilihatnya, lelaki itu sedang tersenyum. Manis.
Soyeon cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Dan aku baru sadar kalau Jihoon bisa semanis ini. Gadis itu membatin.
"Kau kan memang sudah aneh sejak pertama kali kita ketemu." Senyum manis Jihoon itu langsung tergantikan dengan tawa yang membuat Soyeon kesal.
Ck! Sontak, Soyeon menjauhkan tangan Jihoon dari kepalanya. Sementara itu, Jihoon justru menahan tawa saat melihat gadis di dekatnya itu memanyunkan bibirnya.
"Nongdam-ieyo," balas Jihoon singkat kemudian seenaknya meninggalkan Soyeon yang mendengkus kesal.
Lelaki itu membereskan sampah makanannya kemudian bergegas mengambil tas. Beberapa jendela yang masih terbuka, ditutupnya. Sebelum menekan saklar lampu, Jihoon menoleh.
"Soyeon-ah! Sudah sore, ayo pulang!" ajaknya. "Besok kan hari libur, datanglah pagi-pagi ke sini."
"Nde!" tanggapnya langsung. Soyeon berlari kecil hingga sampai di samping Jihoon. "Kau memintaku datang besok pagi? Untuk apa?"
Sambil membuka kunci pintunya, Jihoon menjelaskan ulang maksud dari perkataannya. "Katamu ingin merasakan jadi model. Aku wujudkan besok."
Mulut Soyeon ternganga. Tanpa sadar, ia menahan tangan Jihoon yang ada di knop pintu. Gadis itu menatapnya dengan mata berbinar.
"Jinjjayo?" tanyanya heran. "Kupikir kau hanya bercanda."
Jihoon akhirnya melihat ke arah Soyeon dan mengangkat kepalanya. Ia memainkan kedua alisnya. "Kau kira aku ini pernah bercanda soal kerjaan? Minggu depan akan ada pembukaan studio foto ini. Kuharap kau mau membantuku, tentu juga dengan selera unikmu."
Tangannya memutar knop pintu, sementara Soyeon mengikuti langkahnya dari belakang. Sejak tadi, gadis itu hanya mengekor saja. Ia tersenyum-senyum membayangkan dirinya menjadi seorang model meski hanya sehari. Wajahnya yang akan tersebar di mana-mana.
"Model Hwang!" pekiknya kegirangan. "Aku pasti akan membantumu! Aku akan jadi tim sukses paling depan untuk ini."
"Gomawo."
Berganti, kini Soyeon yang mengangkat kedua alisnya dan tersenyum. "Cheonma."
"Eoh?" Gadis itu kehilangan senyumnya saat kakinya menyentuh sebuah kertas yang terletak di dekat pintu masuk.
Soyeon menunduk kemudian mengambil benda berwarna putih itu. Dibolak-baliknya amplop yang ada di tangannya. Namun, Soyeon sama sekali tidak bisa menemukan siapa pengirimnya.
Jihoon yang baru selesai mengunci pintu pun tergerak untuk menengok benda apa yang sedang diperhatikan Soyeon. Tangannya merebut barang itu, sementara Soyeon hanya terkejut sesaat.
"Ige mwoya?" Jihoon bertanya-tanya, tapi matanya tertuju pada tulisan berukurn kecil yang ada di belakang amplop. "Untuk Jihoon?"
Soyeon terkekeh nakal. Ia menyenggol siku lelaki yang ada di sampingnya. Sambil mengerling, ia tersenyum dan meledek, "Ya~ mungkin ini semacam surat dari penggemar rahasia."
"Mana ada yang seperti itu," tampik Jihoon kemudian mengambil surat yang tersimpan di dalamnya.
Soyeon mendekat dan berjinjit sedikit supaya bisa ikut membacanya. Mendengar suara Jihoon, ada raut keraguan dan keheranan saat membacanya. Surat itu bukan berisi kekaguman atau bahkan pernyataan cinta dari sang pengagum rahasia, melainkan sebuah ancaman. Untuk apa?
Lelaki itu membaca kata demi kata perlahan sambil berusaha memahaminya.
Jangan dekati milikku atau kau akan tau akibatnya!
"Surat ancaman? Apa yang dimaksud dengan 'miliknya'? Apa atau siapa?"
Dengan cepat, Soyeon merampas kertas itu dan meremasnya. Dilemparkannya kertas itu ke dalam tempat sampah dan mengajak Jihoon supaya lekas berlalu dari tempat itu.
"Tidak usah dipedulikan, seperti ledekan anak kecil saja," ujar Soyeon. "Kaja! Kita pulang."
Gadis itu berjalan mendahului Jihoon. Ia bisa berkata positif saat ada di hadapan Jihoon, tapi sesungguhnya ia juga menerka-nerka siapa yang berani melemparkan lelucon semacam itu. Apa Jihoon pernah berbuat salah dengan orang lain yang begitu parah? Sepertinya tidak mungkin. Lelaki itu bukan tipe pembuat onar.
"Soyeon!"
Ia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke belakang. Nyatanya, Jihoon masih terdiam di tempatnya berdiri. "Ne?"
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Nde?" Gadis itu melongo.
"Kalau surat ini benar ancaman, bisa saja dia juga membahayakan orang yang ada di dekatku untuk membuatku lemah."
"Mwo? Kau sampai berpikir begitu? Sejak tadi kau masih ambil pusing dengan tulisan itu? Tidak akan mungkin."
"Mungkin atau tidak, pokoknya kau pulang bersamaku."
*Nongdam-ieyo: hanya bercanda
*Cheonma: sama-sama
*Ige mwoya: apa ini?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro