Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

둘 - Just Remember

Jihoon menyusuri jalan yang kanan dan kirinya ditumbuhi pohon-pohon ginkgo berukuran tinggi. Langkah kakinya sengaja dipelankan. Beberapa helai daun jatuh mengenai tubuhnya. Ia menangkap daun itu kemudian menghampiri pohon yang ada di sampingnya. Mengelus batang cokelat itu dan menyandarkan punggungnya di sana.

"Hana...," panggilnya pelan. Memori masa lalunya terbayang di dalam pikirannya.

Dilihatnya bayang-bayang Hana dan dirinya yang berlari di antara pepohonan yang didominasi dengan warna putih karena tertutup salju. Keduanya saling tertawa. Ia yang berusaha mengejar dan menangkap Hana, sedangkan gadis itu sibuk melemparkan bola-bola salju kecil.

Saat gadis itu lengah, Jihoon mengambil kesempatan untuk memeluknya dari belakang. Hana mengerucutkan bibirnya karena kekasihnya berhasil menangkapnya, tapi setelahnya ia tertawa. Ia memutar tubuhnya supaya dapat melihat wajah Jihoon. Lelaki itu menaik-naikkan alisnya sembari tersenyum. Manis.

"Jihoon-ah, bagaimana dengan idemu?" tanya Hana, masih dalam dekapan Jihoon.

Raut wajah Jihoon berubah. Ada tanda tanya yang tersirat dari ekspresinya. "Tentang?"

"Mimpi kita. Kau sebagai fotografer dan aku sebagai fashion designer untuk pakaian modelnya. Masih ingat, 'kan?" jawab Hana antusias.

Jihoon mengangguk-angguk. "Dan kau juga sebagai modelnya. Aku ingat, tenang saja. Secepatnya, ya. Kecil-kecilan saja dulu."

"Ternyata kau masih bersikeras untuk menjadikanku modelnya. Jelas-jelas aku menolaknya. Aku tidak percaya diri untuk bergaya di depan kamera."

"Neomu yeppeo," ucap Jihoon sambil menyentuh hidung Hana dan tersenyum. Ia mendekatkan wajahnya, matanya melebar. "Aku seorang fotografer handal yang mengerti seperti apa model terbaiknya. Jangan merendah."

Hana terkekeh dan menunduk, berusaha menghindari kontak mata dengan Jihoon. "Kau selalu berhasil membuatku malu."

"Dan mau sampai kapan kau memelukku seperti ini?" tanya gadis itu.

"Sampai aku merasa tidak ingin melepasmu. Itu artinya aku akan memelukmu sampai besok, besok, dan besoknya lagi." Jihoon menunjukkan ekspresi imutnya. Lelaki itu menggemaskan kalau sudah bersikap manja.

Hana mengeluh, berusaha melepaskan tangan Jihoon dari tubuhnya. "Sudah, sudah. Mukaku bisa tambah merah kalau terus begini." Ia pun berlari lagi dari Jihoon untuk menyembunyikan rasa malunya.

Perlahan, bayang-bayang itu menghilang. Jihoon tersenyum tipis. "Satu setengah tahun. Menunggumu kembali ke sini ternyata lama juga, ya."

🍁🍁

"Seongwoo-ya!" teriak Soyeon sambil melambaikan tangannya tinggi-tinggi pada lelaki yang baru saja datang.

Lelaki yang mengenakan coat berwarna khaki dan dipadukan dengan turtleneck hitam itu membawa seikat bunga yang memang sengaja disiapkannya untuk Soyeon. Tidak hanya itu, Ong Seongwoo juga menenteng sebuah plastik bening berukuran kecil yang dihiasinya dengan pita. Ia berjalan menghampiri Soyeon dan Jennie.

Jennie mengambil langkah ke samping sehingga Seongwoo bisa berdiri di dekat Soyeon. Sebenarnya Jennie sudah sering menjadi orang ketiga yang hadir saat pasangan double S---begitu ia menyebut pasangan Soyeon dan Seongwoo---itu sedang bersama. Seongwoo pun tidak pernah mempermasalahkannya. Namun, Jennie terkadang merasa tidak enak.

"Kau bisa ada di sini? Kebetulan," ucap Soyeon saat Seongwoo sudah berdiri di sampingnya.

"Bukan kebetulan, Jennie yang memberitahuku kalau kau ada di sini." Lelaki itu tersenyum dan menyodorkan seikat bunga untuk Soyeon.

"Ini?" tanya gadis itu sambil memandangi bunga dan Seongwoo bergantian.

"Happy anniversary!"

Dengan segera, Soyeon mengecek tanggal yang tertera di layar ponselnya. Ada sebuah catatan yang tertulis dengan lambang love dan inisial huruf S pada tanggal tersebut. Terlalu sibuk mempersiapkan diri untuk hari pertamanya bekerja, membuat Soyeon lupa akan hari jadinya dengan Seongwoo.

"Aku lupa," kata Soyeon, tetapi Seongwoo segera meraih tangannya.

"Tidak apa-apa." Seongwoo membentuk angka satu dengan jari telunjuknya kemudian melepas genggaman tangannya sebentar. "Satu lagi."

Sebuah benda yang dihiasi dengan pita berwarna merah, kesukaan Soyeon, berhasil membuat gadis itu ingin segera mengambilnya. Gantungan tas berbentuk boneka anjing. Ukurannya kecil, tapi Soyeon tidak memedulikannya.

"Aku melihat itu saat baru keluar dari toko bunga. Kupikir kau akan menyukainya." Seongwoo tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya. "Bukan hal yang spesial."

Soyeon memandangi boneka tersebut. Senyum lebar terukir di wajahnya. Gadis itu menyukai segala jenis boneka dengan segala ukurannya. Terlebih kalau yang memberinya adalah orang spesial. Benda kecil itu bisa menjadi barang kesayangannya.

"Aku selalu menyukai tiap barang yang kau berikan," ucap Soyeon sambil memeluk gantungan kecil itu, "dan ini adalah hewan yang kusukai."

Seongwoo tahu benar kalau kekasihnya menyukai anjing. Gadis itu bahkan memelihara tiga anjing dengan ras pomeranian.

"Tapi aku tidak menyiapkan apa-apa untukmu," sambung Soyeon dengan wajah murung.

"Gwenchana. Aku tidak mengharapkan apa-apa selain selalu ada bersamamu." Seongwoo membelai rambut Soyeon kemudian menyentuh lembut pipinya, membuat rona merah terlihat di wajahnya.

Dari samping kiri Seongwoo, Jennie sengaja berbatuk kemudian tersenyum tipis saat Seongwoo dan Soyeon menoleh. "Hari-hariku hanya diisi dengan melihat adegan romantis kalian berdua," ledeknya.

Soyeon segera menghampiri Jennie kemudian merangkulnya. "Mungkin sudah saatnya kau mencari pasangan hidup supaya tidak iri terus-menerus."

Kekehan Soyeon terdengar menyebalkan bagi Jennie, ia pun berdecak malas. "Aku masih bisa bahagia meskipun hanya seorang diri dan aku bukan iri dengan kalian."

"Sampai kapan pernyataan itu akan berlaku? Kau ini seorang model cantik. Banyak yang ingin menjadi kekasihmu, tapi kau malah mengabaikannya," timpal Seongwoo sambil tertawa dan mengacak-acakkan rambut Jennie. "Kau masih berharap pada kakaknya Soyeon?"

Mata Jennie memicing tajam kepada Seongwoo. Ia berdesis dan bergeleng, menolak apa yang diucapkan oleh lelaki itu. Lebih tepatnya, gadis itu ingin Seongwoo menutup mulutnya dan tidak membahas hal itu di depan Soyeon.

"Jen? Yang benar? Kau bilang sudah tidak menyukai kakakku, tapi ternyata...." Soyeon menunjukkan senyum meledeknya, matanya sengaja disipitkan dan Jennie paling tidak suka kalau ia harus tenggelam di dalam ledekan Soyeon.

"Ah, aku pergi saja," ujar Jennie sambil mengerucutkan bibirnya.

"Jen, kau bisa meminta bantuanku dan aku akan dengan senang hati mendekatkanmu dengan Minhyun Oppa."

Jennie mengibaskan tangan di depan wajahnya dan memutar bola matanya malas. Ia berniat untuk segera pergi supaya pembahasan itu dapat dihindari, tapi seseorang memanggil namanya sebelum ia menjalankan niatnya.

Lelaki itu berjalan pelan menghampiri ketiganya. Sebuah tas kamera tersampir di bahunya. "Jennie dan ... kau," tunjuk Jihoon pada gadis berambut pendek sambil menjentikkan jarinya berulang kali, berusaha mengingat sesuatu, "ck, siapa namamu?"

"Soyeon," balasnya.

"Kalian mau terus di sini atau ikut pulang bersama kami?" tanya Jihoon. "Hari sudah mau gelap."

"Aku ikut! Kalau tidak, bagaimana aku bisa pulang?" jawab Jennie.

"Kau?" Jihoon menaikkan salah satu alisnya kemudian melirik ke arah lelaki yang berdiri di samping Soyeon.

Menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Jihoon, Seongwoo pun mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya.

"Ong Seongwoo. Aku di sini untuk menjemput Soyeon."

Jihoon mengangguk. "Kau tidak mau menjawab pertanyaanku?" Fokusnya kembali pada gadis yang baru saja menjadi junior di tempat kerjanya.

"Bukannya pernyataanku tadi sudah cukup menjawabnya? Soyeon akan pulang bersamaku." Lagi-lagi Seongwoo yang berbicara, sementara Soyeon hanya mengangguk. Membenarkan apa yang dikatakan oleh kekasihnya.

"Oke," balas Jihoon singkat. "Jennie, ayo!"

Keduanya meninggalkan Soyeon dan Seongwoo di belakang. Setelah mereka sudah agak jauh, Seongwoo kembali menatap Soyeon dan bertanya mengenai lelaki yang baru saja diajaknya bicara.

"Siapa dia?"

"Seniorku," jawab Soyeon. "Memang orangnya dingin. Kau tidak perlu heran."

Seongwoo mengangguk. "Pantas."

"Kita pulang sekarang?" ajak Seongwoo.

Soyeon menatap mata Seongwoo. Ia meletakkan kedua tangannya di bahu kanan kekasihnya dan mendongak. Seongwoo memang memiliki tinggi yang lebih jika dibandingkan dengan Soyeon. Gadis itu sengaja memasang wajah imutnya.

"Mengapa kau membuat ekspresi seperti itu?" tanya Seongwoo sambil melirik dan tertawa kecil.

"Bisa kita di sini lebih lama lagi? Jarang-jarang kau punya waktu untuk jalan bersamaku seperti saat ini."

Lelaki itu mencubit hidung Soyeon gemas. Senyumnya terukir. "Tentu, chagiya."

***

Neomu yeppeo: (Kau) sangat cantik
Oppa: Sebutan untuk kakak laki-laki dari perempuan yang lebih muda
Chagiya: Sayang

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro