Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6 - [Tetangga]

Hujan mulai reda, Theo sudah bersiap dengan helmnya dan sudah naik ke atas motornya. Saatnya pulang, karena jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Sudah terlalu sore untuk dia tetap menetap di rumah--yang sekarang hanya ada seorang ibu dan anaknya.

"Pulang dulu, Tante, Iby," ujar Theo dari balik helm-nya.

"Iya, hati-hati ya, Theo. Jangan lupa di rumah langsung ganti baju." Ucapan Nana diiringi anggukan dari Iby dan senyuman manisnya.

Motor Theo melaju, di depan pintu rumah, Iby tersenyum dan melambai ke arahnya. Melepas seorang yang dia sukai untuk kembali ke rumahnya. Ah, Iby sudah berpikir dia serumah dengan Theo. Yang benar saja.

"Udah, ayo masuk, Sayang," ajak Nana pada anak perempuan satu-satunya.

Iby hanya bisa mengangguk, berusaha melupakan perdebatan singkat yang tadinya terjadi antara dia dan mamanya. Cukup sering itu terjadi, apalagi kalau sudah membahas tentang penyakit Iby dan bagaimana caranya agar dia aman.

Langkah kaki Iby berhenti di tengah ruang tamu. "Feby ke kamar dulu, Ma."

"Hati-hati, jangan sampai terjatuh atau yang lainnya, ya. Gak usah lari-lari, lantai tadi sore baru mama pel, jadinya mungkin masih agak licin."

Iby sendiri tidak merasakan itu, lantai sudah seperti biasanya walaupun sudah dipel. Seperti biasa, mamanya selalu melebih-lebihkan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya. Sekali lagi, Iby tidak menyukai itu.

Gadis itu membuka pintu kamarnya, meraih tombol speaker yang berada tidak jauh dari pintu. Dia menambah volumenya sehingga terdengar begitu keras. Lagu kesukaannya diputar dan Iby sudah siap dengan gitar bas yang ada di kasurnga.

"I see in your head ... in your headd ... Zombie, zombie, zombi e e e e ...."

Suaranya terdengar begitu keras dengan mic yang ia gunakan. Ya, sudah menjadi rutinitas Iby melakukan hal itu, menghidupkan musik dan bernyanyi sekeras-kerasnya.

Bukan suaranya yang menjadi permasalahan bagi orang-orang sekitar. Tapi, pemilihan lagu yang selalu diputar Iby jarang disukai banyak orang.

Dia sendiri hanya bersikap bodo amat dan tak peduli dengan teriakan atau pun marah mamanya dari tangga bawah. Karena beginilah Iby mencari kebahagian lain selain di sekolah saat menatao Theo yang berbicara di depan umum. Baik presentasi atau pun dalam acara peringatan hari-hari besar.

"Iby! Kecilin volumenya!" teriak Nana yang sudah berada di depan pintu dan menggedor pintu kamar Iby yang dikunci.

Sementara Iby mengabaikan itu, dia semakin lincah menari-narikan jemarinya di atas senar gitar. Dia semakin menambah volume suaranya dalam menyanyikan lagu rock itu. Ah, benar-benar bar-bar gadis yang satu ini.

-oOo-

Galih melangkahkan kakinya memasuki gerbang rumahnya sendiri. Mamanya yang tadi sempat menyuruhnya mengantarkan makanan ke tetangga sebelah membuatnya bertemu dua teman satu sekolah.

Bukan teman. Begitu batin Galih berkata saat dia memikirkan hal itu. Karena memang dia hanya seorang pendiam dan tak banyak bicara. Dia hanya bicara bersama Theo saat di depan forum, atau pun membahas tentang perkembangan organisasi. Di luar itu, tidak, dia hanya diam.

Paksaan dari mamanya membuat dia sendiri harus mengantarkan itu. Padahal ada adik perempuannya yang duduk di kamar dan bermain HP.

"Starla lagi ujian," pangkas mama Galih saat Galih malah menyuruh Starla untuk mengantarkan sup itu.

Dia berjalan perlahan ke arah dapur, mengambil sekotak susu dan meminumnya. Sudah menjadi kebiasaanya, jika hujan dia akan meminum susu coklat kesukaannya.

"Minum susu terus ... jadi anak kecil terus," sindir Starla yang kala itu baru saja keluar dari toilet.

Galih hanya menoleh ke belakang, kemudian melanjutkan kegiatannya. Dia membawa sekotak susu dan berjalan menuju kamarnya.

Starla yang melihat itu hanya bisa tertawa kecil. "Gak pernah bisa berhenti minum susu ya, Kak?" ucapnya.

Perkataan itu membuat Galih kembali menoleh ke belakang dengan tarikan napas panjang. "Bukan urusan kamu."

Adiknya yang duduk di kelas dua SMP itu mendengus. Dia ikut membuka kulkas dan melihat isi di dalamnya. Sesuatu yang dia cari tidak ada. Ya, sama saja seperti Galih, dia mencari sekotak susu coklat yang tadinya dia tinggalkan di dalam kulkas.

"Kak Galih, itu punyaku!" teriak Starla dengan suaranya yang mengisi seluruh rumah.

Laki-laki dingin yang mendengar itu hanya berucap pelan dari dalam kamarnya. "Ribet."

Dia manarik leptop, kemudian mulai melakukan rutinitasnya di malam hari. Mencari bahan untuk presentasi, belajar dan banyak hal penting lainnya yang dia lakukan.

Prinsip Galih yang tidak mau membuang-buang waktu membuatnya dijuluki sebagai 'Mr. Time'. Tak ada yang mau mengganggunya, dan dia juga tidak mau menganggu orang lain atau pun mengurusi kehidupan orang.

Fokus Galih seketika buyar. Dia mendengarkan suara musik yang begitu keras dari balik jendelanya. Bisa ia lihat juga cahaya lampu kerlap-kerlip dari dalam ruangan itu dengan siluet seorang gadis yang memainkan gitarnya.

Ini baru hari pertama Galih kembali dari kota tempat dia mengikuti perlombaan. Dan hari pertama ini malah menjadi hari yang buruk baginya, mendengar suara bising dari sebelah jendela yang benar-benar menganggu dirinya.

Galih selalu belajar dalam tenang, tidak untuk saat ini. Dia benar-benar terganggu.

Kaki Galih segera melangkah ke bawah, dia menemui adiknya yang sedang duduk di ruang keluarga dan memakan beberapa cemilan.

"Starla," panggil Galih dengan wajah yang masih kesal.

"Kenapa? Mau?" jawab Starla seraya mengacungkan satu snek pada Galih.

Laki-laki itu mengabaikannya. "Siapa di sebelah yang main musik malam-malam begini?" ketusnya.

Starla segera menoleh dan menatap kakaknya dengan kening mengerut. "Biasa, kakak sebelah tiap malem main itu. Kenapa?"

"Suruh berhenti."

Galih membalikkan tubuhnya kembali ke arah kamar. Sementara Starla hanya bisa memutar bola matanya malas. Ya, itu artinya dia harus ke rumah sebelah dan menegur kakak-kakak--yang memang tiap malam suka memainkan gitarnya.

"Kak, aku gak mau! Kakak aja sendiri!" teriak Starla. Sejatinya dia memang sudah malas untuk bergerak keluar rumah.

Laki-laki tinggi yang mendengar suara itu hanya bisa mendengus kesal. Dia mengembuskan napasnya panjang, berusaha bersabar menghadapi cobaan barunya.

Antara mau, atau tidak. Tapi, dia harus melakukannya. Dia terus menimbang apa yang harus dia lakukan untuk ketenangannya.

"Untuk kali ini, biarkan saja." Begitu batin Galih memutusnya.

Akhirnya, dia hanya masuk ke dalam kamar. Melihat siluet dan lampu kedap-kedip itu malah membuat fokusnya semakin buyar. Dia kemudian menghidupkan lampunya dan menutup tirai jendelanya yang berhadapan langsung dengan jendela gadis itu.

Malam tenangnya terusik dengan kelakuan Iby yang memang setiap harinya bar-bar dan tidak mempedulikan sekitar. Tidak bahkan tidak tahu, ada seseorang yang bahkan tidak tidur karena mendengar suara itu terus terngiang di telinganya.

Menganggu.

-oOo-

Sekian untuk part ini, bisa like dan komen kalau suka, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro