Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19 - [Penampakan Kedua]

Bahagia tak terkira, status Iby dengan Theo sekarang sudah jelas menjadi pasangan. Hatinya terasa begitu berbunga dengan rentetan kejadian bahagia yang membuat dia dan Theo semakin dekat. Iby bertingkah seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru.

Terlebih saat dia berada di kamar. Burung-burung yang melihatnya pun akan heran. Kelakuan aneh, tersenyum dan tertawa sendiri, bahkan Iby menaiki tempat tidurnya dan melompat-lompat di atas sana.

Sore tadi, dia bersenang-senang. Jalan-jalan berdua dengan Theo, menikmati pemandangan malam, dan ... makan bersama di tepi jalan. Kesenangan yang tak pernah ia dapatkan dengan siapa pun, kecuali bersama keluarga.

Baru kali ini, dia bisa jalan berdua dengan orang yang ia sukai, tanpa harus dikawal dan kabur dari rumah.

"Kak Theo ... mimpikuu ... huaaaaa!" teriak Iby semakin gembira.

Dia mengambil HP-nya yang berada di dalam saku. Kemudian membukanya, dan melihat apa saja yang ia kunjungi bersama Theo tadi. Makanan tepi jalan, taman, dan masih banyak lagi.

Foto kebersamaannya bersama Theo menjadi kenangan terindah Iby untuk saat ini.

Akan tetapi, dia menemukan sesuatu yang aneh lagi. Tepat di toko es krim yang ia kunjungi, saat berfoto bersama Theo. Dia melihat motor yang tak asing terparkir di sana. Benar, itu motor Galih, dan bahkan plat nomornya juga sama.

Pikiran Iby melayang ke mana-mana. Dia kemudian melihay foto-fotonya lagi lebih detail. Sehingga, dia mendapati lagi, Galih dengan jelas duduk di bangku taman tak jauh dari tempat ia dan Theo duduk.

Seketika ia semakin naik pitam, melihat foto dia dan Theo makan di tepi jalan, Galih terlihat duduk di toko sebelah, berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Ngapain dia?" sinis Iby sudah tak bisa lagi mengurangi kecurigaannya.

Perasaan bahagia yang ia dapati tadi malah sekarang berbalik menjadi kemarahan yang teramat sangat. Hal itu dikarenakan penampakan Galih di tiga foto yang ia lihat.

Iby mengambil jaketnya, dan membawa ponselnya. Dia segera keluar rumah dengan niat menemui tetangga yang suka mengurusi hidupnya.

Bahkan, laki-laki itu menguntitnya seperti seorang mata-mata! Dia tak habis pikir sama sekali.

Pada saat pertama dia jalan bersama Theo, dia juga sempat melihat penampakan Galih di foto-fotonya. Namun, karena hanya satu, itu bisa jadi hanya sebuah kebetulan belaka. Akan tetapi, jika hari ini dia mengunjungi tiga tempat, dan Galih ada di ketiga tempat itu. Tidak perlu lagi ada perdebatan, Galih mengikutinya.

Rasa tak nyaman mulai menyelubungi Iby. Sebab laki-laki yang sedikit ia benci itu malah seakan-akan menjadi mata-mata untuk keluarganya.

Saat tiba di depan pintu rumah Galih, Iby menggedor pintunya pelan. Ia hanya melihat sebuah motor yang biasa dipakai Galih di depan rumahnya. Sementara mobil yang biasa digunakan keluarganya tak ada.

Selang beberapa detik Iby mengetuk pintu, muncullah seorang laki-laki yang ia kenal. Galih memakai sebuah headphone dan sedikit membukanya saat melihat Iby.

"Kenapa? Mama, Papa sama Starla lagi di luar," ucapnya ketus, lalu akan menutup pintu kembali.

Iby segera menahan pintu rumahnya agar tidak tertutup. Masih dengan tatapan kebencian, Iby menunjukkan satu dari empat foto penampakan Galih, saat Iby bersama Theo.

"Ini maksudnya apa?"

Raut muka Galih sedikit berubah khawatir. Dia terlihat gelagapan menjawab pertanyaan itu. "Ke-kebetulan gue emang lagi di sana?"

Gadis itu itu mendengus kasar. Dia kembali memperlihatkan satu foto lagi, saat dia makan es krim berempat di hari pertama ia jalan bersama Theo.

Saat itu, Galih langsung bungkam. Iby sudah memperlihatkan semua foto di mana Galih terlihat seperti seorang mata-mata baginya.

"Ayo, jelasin!" tekan Iby berusaha menahan emosi.

Galih terlihat menoleh ke dalam rumahnya. Berusaha mencari pertolongan dengan siapa saja. Tapi, dia sendirian, tak akan ada yang nantinya memanggilnya tiba-tiba agar dia bisa menghindar.

"Lo gak usah ge'er. Gue cuman disuruh sama bokap-nyokap lo," jawabnya jujur.

Iby seketika menyeringitkan dahinya. Mulai memahami kenapa semua ini terjadi padanya.

"Mama sama papa nyuruh?" ulang Iby bertanya.

Galih mengangguk, lalu berusaha menggaruk kepalanya yang padahal sama sekali tidak gatal. Dia juga membuka headphone yang tadinya ia pakai.

"Terus lo mau aja?" bentak Iby.

Dia sekarang sudah mengabaikan hubungan kakak-adik kelas antara dia dan Galih. Yang dia tahu sekarang adalah, dia ingin kejelasan, tentang semua yang ia lihat.

"Ya, mama lo memohon ke gue." Jawaban dari Galih sontak membuat Iby kaget. "Gue juga gak bakalan lakuin, atau jalanin permintaan tolong dari tante Nana kalau gue gak tahu kalau lo itu pengakitan. Karena kasian, gue bantu mama lo."

Bagaikan tersambar petir. Hati Iby kembali sakit mendengar kata penyakitan dari mulut Galih. Laki-laki dingin yang sama sekali tidak ia sukai. Laki-laki yang sibuk mengurus urusan orang lain.

Tanpa terasa, air mata Iby mulai berjatuhan. "Ja-jangan kasihani gue," isaknya.

Galih merasakan, hawa gelap yang sekarang ada pada Iby. Tapi, dia tak pernah mengakui bagaimana perasaannya sendiri.

"Orang-orang juga gak bakalan deketin lo, kalau lo gak sakit. Mereka juga kasian, karena lo itu sakit," tambahnya, mengabaikan isakan tangis Iby yang semakin menjadi. "Termasuk Theo."

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Galih. Air muka Iby semakin marah, dia semakin benci dengan Galih karena mulutnya yang berkata seolah tak berdosa.

"Jangan lo bawa-bawa Theo!" bentak Iby tak terima.

"Kenapa? Dia emang gak suka sama lo dari awal. Dia cuman tes penyakit lo," tegas Galih, berusaha membela diri.

Iby mulai berusaha mengusap air matanya. "Mulai sekarang, lo jangan ikutin gue lagi, dan jangan peduliin gue kalau lo cuman kasian!"

Tubuh Iby berbalik, kembali ke gerbang rumahnya dan meninggalkan Galih yang masih sama berdiri di depan rumahnya.

Sementara Iby sudah masuk ke dalam rumahnya dan menemui Nana dan Reno. Dia butuh jawaban dari semua kelakuan Galih padanya.

"Ma, Pa. Kenapa nyuruh Galih ngikutin aku?" tanya Iby langsung pada poinnya.

Mendengar itu, Nana dan Reno hanya bisa diam. Dia melihat wajah Iby yang dipenuhi air mata, itu artinya Iby sudah menemui Galih dan menanyakan padanya.

Lembut, Nana mendekat dan mengelus kepala Iby. "Maaf, sayang. Ini buat kamu juga ... mama takut kamu kenapa-napa, By. Karena waktu kecil kamu hampir celaka karena gak ada penjagaan."

Cepat, Iby menepis tangan itu. Masih dalam tangisnya ia memohon, "Tolong, Ma, Pa. Jangan perlakuin Iby kayak anak kecil lagi. Iby tahu Iby penyakitan. Iby tahu Iby lemah, tapi please, jangan begini! Jangan Galih! Iby gak suka!" tegasnya.

Air mata Nana mengalir tanpa ia sadari, kemudian memeluk tubuh Iby perlahan.

"Kami hanya khawatir, Iby," tambah Reni ikut memeluk anaknya.

Iby membalas pelukan kedua orangtuanya. Membiarkan tangisnya kembali terdengar, dan melepaskan semuanya.

-oOo-

To be continued
Part2 sebelum ending

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro