Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KenSa Are Here

"Dia berasal dari bukan siapa-siapa, namun kemudian berubah menjadi seseorang yang penting buatku. Sebut dia teman- ah bukan. Sebut dia sahabat. Ya, sahabat."

■■

Seperti dalam adegan action yang sering Kenan dan Reksa tonton sebelumnya, keduanya berlari sekuat tenaga menghindar dari serangan lawan. Melihat aktor dalam film action berlari, memanjat dan melompat memang tampak mudah, tapi melakukannya sendiri di dunia nyata ternyata tidak semudah itu. Reksa beberapakali tersandung dan hampir jatuh tersungkur apabila Kenan tidak segera meraih tangannya.

Kenan berhenti ketika mendapati Reksa sudah berjongkok di belakangnya seraya melepas pelindung kepalanya. kini Kenan bisa melihat wajah Reksa yang memerah serta peluh yang mengalir dari pelipisnya.

"Aku ... gak kuat ... duluan aja..." ucap Reksa dengan suara putus-putus akibat pelarian mereka beberapa menit yang lalu.

Kenan ikut melepas pelindung kepalanya dan kemudian mengatur napasnya dulu lalu mengusap peluhnya. "Ayo lari lagi, Sa!" ucap Kenan dengan suara yang mulai stabil.

Reksa menggeleng, "gak bisa, Ken. Udah ... capek..." tubuh Reksa tumbang seketika. 

Kenan terkekeh geli melihat Reksa yang sudah nyaman berbaring di atas rumput liar. Sebelum Reksa terlelap tidur disana, Kenan segera meraih tangannya dan menariknya agar terbangun.

"Arah sini, cepetan!" Teriakan musuh terdengar sangat dekat dengan lokasi istirahat Reksa dan Kenan.

"Raka is coming! Go, Kenan!" Reksa segera bangkit dan berlari dengan Kenan yang sudah siap melarikan diri sejak tadi. Kalau saja mereka masih punya cat warna untuk menembak, mereka pasti tidak akan lari seperti buronan.

"Aaaahhhhh! Kita gak boleh kalah. Enggak hari ini atau pertandingan selanjutnya. Kenaaaaaan!!! Lari yang cepat!" teriak Reksa yang kembali mempercepat larinya.

Kenan hampir saja berhenti berlari karena tingkah Reksa berhasil menggelitik perutnya. Apakah dia Reksa yang beberapa waktu lalu mengeluh kelelahan? jiwa persaingannya dengan Raka memang tidak pernah kenal lelah. Apakah semua saudara seperti itu? Kenan tidak pernah tau karena dia adalah anak tunggal. Sama seperti ayah dan ibunya yang merupakan anak tunggal juga. 

"Aduh! Apaan sih, Sa?" Kenan mengusap pipinya yang dihantam tamparan ringan dari tangan Reksa.

"Bengong terus... benderanya tancepin. Itu... si Rakaraka ow ow ... udah naik tangga noh," ucap Reksa yang kini sudah terduduk.

Kenan segera menancapkan benderanya. Seperti sebuah bom waktu, beberapa kotak disekitar meledak menandakan berakhirnya permainan. Raka baru saja sampai di atap dan melihat Reksa yang sudah terkapar dan Kenan yang mulai terduduk.

Kenan sudah mengganti bajunya dengan kaos lengan panjang berwarna jingga yang mencolok, baju yang sama dengan yang dipakai Reksa sekarang. Bukan maunya memakai baju pasangan norak seperti ini, Reksa yang memaksa untuk memakainya sebagai tanda kemenangan mereka.

"Ken!" teriak Reksa lalu melempar sebotol air mineral.

Seperti yang diharapkan Reksa. Kenan menangkapnya dengan mudah. Refleks Kenan memang bagus. Sayang sekali cowok itu tidak mau ikut taekwondo. Padahal ada kemungkinan Kenan bisa mengalahkan Gilang, ketua Club Taekwondo yang notabenenya adalah saudara Reksa yang lain.

"Tadi kenapa? Lagi lari aja bisa sempet bengong. Ada utang sama ibu kantin? atau mikirin tugas seni budaya?" tanya Reksa setelah Kenan selesai meneguk minumnya.

"Bukan hal penting. Tapi ngomong-ngomong soal tugas  seni budaya, apa gak ada cara lain? kita beneran harus-"

"Harus! Kenan, jangan bilang kamu mau kita ngerjain soal teori lagi. No- no- no-, aku udah muntah belajar Biologi, Bahasa, PKn, sama Sejarah. Bukunya udah kayak dictionary Cambridge Kak Farah tau gak? sekali-kali goyang depan kelas gak pa-pa kali. Hiburan buat yang nonton, buat yang goyang juga. Kalau suruh baca lagi ... aku sih, no. Big no! tolong ya, otak dan mataku juga mau istirahat dari tumpukan kalimat. Kalau tidak diistirahatkan otakku bisa over kapasitas, mataku bisa nambah minusnya. Aku gak mau sampai pakai kacamata kuda. Aku gak mau keliatan pintarnya." Reksa berhenti bicara setelah menyadari raut wajah Kenan yang tidak seperti biasanya. "Apa? kenapa? Ken? jangan begitu dong mukanya. Kamu enggak lagi sekarat, kan? mana yang sakit? Ken! jawab aku, mana yang sakit?"

Kenan menyentuh bahu Reksa perlahan lalu mencengkramnya sedikit kuat. "Reksa," ucapnya pelan terdengar parau.

"Iya, Ken, ngomong aja. Kenapa? apa yang sakit?"

Kenan meringis, "kupingku sakit dengerin ocehanmu, Reksa Hadityama. Ssttt ... berisik!" Kenan melengang pergi meninggalkan Reksa dibelakang yang masih tercengang.

"Hey! Kenan Rakyan Wirawan! awas kamu ya!" Reksa berlari mengejar Kenan yang sudah berada jauh di depannya. Cowok bertubuh lebih pendek dari Kenan itu melompat untuk meraih kepala Kenan dan mengapitnya dengan penuh kekuatan.

"Ah!"

Perkelahian kecil Kenan dan Reksa yang berlangsung beberapa menit itu langsung terhenti ketika mendengar pekikan. Tentu saja bukan suara Reksa, apalagi Kenan. Suara itu jelas suara cewek. Kenan dan Reksa saling memandang, mengirim sinyal tanda tanya tentang apa yang baru saja mereka dengar.

"Masa ada begal siang-siang gini? padahal matahari masih terik loh," komentar Reksa yang sudah panik lebih dulu.

"Suaranya disana. Ke arah lapangan. Ayo!" Kenan berlari tanpa memperhatikan Reksa yang sudah ketakutan.

Reksa lari menyusul Kenan yang sudah hampir sampai. "Bentar, Ken, kalau begalnya punya pi-" ucapan Reksa terhenti setelah melihat suasana di lapangan.

"Bukan begal, Sa," ucap Kenan yang masih serius menatap kearah lapangan.

"Gawat, Ken. Ini tawuran!" pekik Reksa. "Lari!" Reksa sudah ambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Ia seolah lupa bahwa beberapa waktu yang lalu dia sudah lari sekuat tenaga. Namun belum sempat melangkah untuk kabur, Kenan sudah mencekal tangannya dengan kencang.

"Fanya," ucap Kenan dengan mata yang masih fokus pada perkelahian di lapangan.

Reksa yang mendengar nama itu pun langsung ikut menelusuri wajah di depan sana. "Fanya gak mungkin ikut tawuran, kan?"

Kerusuhan di lapangan semakin menjadi-jadi. Mereka mulai mengeluarkan senjata tajam. Jumlah siswa yang berkelahi pun semakin banyak. Fanya masih terjebak disana dan wajahnya terlihat kacau. Cewek berseragam putih dan rok abu-abu itu sudah pasti ketakutan.

Fanya mencengkram ransel didepan dadanya dengan kuat. Ini adalah pengalaman pertamanya ikut tawuran. Ah, tidak! dia tidak pernah sekalipun berpikir untuk ikut tawuran seperti ini. Beberapa buah batu terlempar di depan matanya. Tubuhnya makin gemetar ketika batu itu mengenai kepala salah satu dari mereka. Fanya jelas terpekik ketika kepala orang itu mengeluarkan darah. Oh, yang benar saja! Fanya bahkan tidak berani menonton adegan kekerasan difilm, tapi hari ini dia menontonnya secara langsung.

Kepala Fanya kembali berputar ketika mendengar dentingan besi beradu. Kenapa mereka tidak bisa melihat keberadaan Fanya dan menghentikan perkelahian ini? apa mereka tidak punya tanggung jawab untuk melindungi wanita? apa karena dikepala mereka hanya penuh dengan dendam dan emosi saja?

Fanya tidak lagi fokus dengan satu perkelahian karena mereka terus saja menyerbu satu sama lain. Sampai tiba saatnya besi itu terarah pada Fanya. Kedua matanya sudah tertutup rapat, pasrah menerima serangan itu, tapi setelah beberapa saat pun tidak ada yang terjadi.

"Hai, Nya," sapa Reksa yang sudah ada di sampingnya. "KenSa are here for you." Reksa menarik Fanya mundur kebelakang lagi. "Kangen sama sepupu yang terlalu tampan ini gak?"

Kini Fanya bisa bernapas lega. Ya, setidaknya untuk beberapa saat sebelum hantaman besi itu kembali menyerang dan Reksa dengan cepat menangkisnya.

"Kita gak boleh ikut tawuran. Kenan! ayo Lari!" Reksa menarik kerah baju Kenan. Untung saja baju Kenan kontras dengan siswa lain, jadi Reksa tidak salah tarik orang.

Namun pertanyaan Kenan adalah, kenapa Reksa menarik kerah bajunya alih-alih menarik lengan bajunya?

Next Page >>

Bismillah dulu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro