You
[Name] mengerjapkan matanya, ia bangkit dari tidurnya. Namun segera memegangi kepalanya yang berdenyut sambil meringis pelan.
“[Name]-chan! Apa kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?”
Suara dari Miya Miwako membuat [Name] menoleh ke arah wanita itu. Netra gold menangkap figur ibu si kembar Miya yang tengah menatapnya dengan ekspresi khawatir. Sang gadis mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Aku baik-baik saja, Tante Miwako,” kata [Name].
Miwako menggenggam tangan kanan [Name], membuat sang gadis berambut ombre coklat mengerjap pelan. Reflek tangan kirinya ikut menyentuh punggung tangan Miwako yang menggenganggamnya.
Saat itulah ia sadar kalau tangan kirinya diinfus, dan ruangan serba putih ini memiliki bau karbol yang cukup khas. Sepertinya ia dirujuk ke rumah sakit ketika orang tua si kembar datang.
“Kau terkena demam tinggi tadi malam. Tolong maafkan Atsumu ya? Dia memang selalu tidak memikirkan konsekuensi perbuatannya,”
“Tidak masalah, tante. Salah [Name] yang ceroboh sampai bisa kehilangan dompet. Salah [Name] juga karena tidak bisa membaca peta,” kata gadis bernetra gold.
“Tapi kan—”
“Kaa-san, biarkan dia beristirahat dulu,” suara Osamu mengintrupsi keduanya. “Dan lagi, aku lapar,”
Miwako mengangguk. Kemudian kembali menatap [Name]. Genggamannya dipererat.
“[Name]-chan, aku akan membeli beberapa makanan di bawah. Osamu, kau jaga [Name]-chan dulu ya,” genggaman di tangan [Name] dilepas.
“Ah, hati-hati tante,” ujar [Name].
Atensi gadis itu beralih pada si bungsu Miya. Pemuda berambut kelabu itu menduduki kursi di sebelah ranjang yang sebelumnya diduduki ibunya. Netra gold [Name] menatap wajah datar Osamu. Gadis itu menyadari bahwa tulang pipi kanan pemuda itu lecet dengan darah yang belum kering.
“Osamu, kau.... bertengkar dengan Atsumu ya?” Pertanyaan dari gadis berambut ombre coklat itu membuat Osamu refleks menyentuh luka di tulang pipinya.
“Ah, ya. Aku memukulnya duluan, dan dia membalasku juga. Tenang saja. Aku menggantikanmu memukulnya sekeras yang aku bisa,”
“Bukan begitu maksudku...” [Name] menghela nafas. “Di dalam resleting kecil tasku ada pouch merah. Isinya P3K, kau ambil saja,”
Osamu mengangguk. Pemuda itu beranjak dari duduknya dan menghampiri tas mereka yang tergeletak di meja ujung ruangan. Ia mengambil pouch merah seperti yang dikatakan [Name]. Kemudian kembali duduk di kursi sebelah sang gadis.
Pemuda berambut kelabu itu menyerahkan pouch tersebut pada [Name]. Gadis itu mengerjapkan matanya bingung. Osamu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Telinganya sedikit memerah, namun tidak disadari oleh gadis dihadapan.
“Kau yang pakaikan. Aku tidak tahu cara mengobati luka,” kata Osamu.
[Name] menatap ke arah pemuda itu tak percaya. Ia mendengus geli, lalu mengambil alih pouch tersebut. Osamu mendekatkan diri agar gadis berambut ombre coklat bisa mengobati luka di wajahnya.
Pintu dibuka dengan kasar saat [Name] telah selesai menempelkan plester pada luka Osamu. Keduanya menoleh serentak kepada pemuda berambut pirang. Perempatan imajiner tercetak jelas di kening pemuda berambut kelabu.
“Kasar sekali kau Tsumu, ini rumah sakit!” ketusnya.
Atsumu hanya melirik Osamu. Pemuda pirang itu mengabaikan kembarannya. Ia dengan cepat melesat berdiri di sebelah ranjang [Name]. Kemudian membungkuk dalam. Membuat sang gadis tersentak kaget.
“[Name]-chan, maafkan aku! Kau bisa memakiku atau memukulku, tapi tolong maafkan aku!” kata Atsumu. [Name] terdiam sejenak. Kemudian tersenyum tipis.
“Tidak masalah. Ku maafkan,” balas [Name]. “Sekarang kau duduk di lantai dan angkat kedua tanganmu ke atas tinggi-tinggi,”
“Pfftt,” Osamu menutup bibirnya menahan tawa.
Atsumu menurut. Baginya hukuman begini masih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan sang gadis dihadapan. Pemuda pirang itu sempat menatap tajam Osamu yang bersiap mengeluarkan ponselnya.
“Osamu, jangan di foto,” teguran dari [Name] membuat pemuda kelabu berdecih kesal. Atsumu bersorak senang. “Tetap diposisi itu selama setengah jam,”
[Name] mengeluarkan kapas dan alkohol. Osamu dan Atsumu mengerjapkan matanya heran. Sang gadis mengusapkan kapas itu ke sudut bibir Atsumu yang berdarah. Pemuda itu meringis kesakitan.
“Jangan bergerak. Ya ampun, kenapa kalian tidak bisa mengobati diri sendiri sih?” gerutu [Name] sambil mengobati luka sang pemuda pirang.
Setelah [Name] menempelkan plester luka, Atsumu berujar dengan pandangan yang sangat menyesal. Ia menundukkan kepalanya sambil merengek pelan.
“[Name]-chaaann, maafkan akuuu,”
“Tsumu, berhenti merengek kau menjijikan,”
“Diam kau Samu,” pemuda pirang menatap tajam kembarannya. Lalu kembali mengalihkan atensinya pada [Name]. “[Name]-chan, lihat. Samu kasar sekali padaku!”
“Tch, alay sekali sampai mengadu pada [Name],”
“Ku pecat kau dari menjadi adikku,”
“Oh, sejak kapan aku punya kakak? Aku anak tunggal,”
“Sialan kau, Samu!!”
Dan [Name] hanya terkekeh mendengar percakapan keduanya. Netra gold sang gadis melirik ke arah Osamu yang tengah mengata-ngatai kakak kembarnya. Ia tersenyum tipis, dengan wajah sedikit memanas, [Name] bergumam dengan sangat pelan.
“Terima kasih, Osamu,”
K--Aii : selesai yeeeyy~ maaf ya kalau ada ketidak-sesuaian yang ada di ceritanya. Soalnya story ini aku buat karena gabut wkkwkwk😂😂
Aku juga cuma asal ngambil latar tempat dari google. Jadi pengetahuanku amat-sangat minim. Dan masih banyak lagi kekurangan atau kejanggalan lain disini. Karena aku ngetiknya ngebut banget dikejar deadline tugas :"
Maunya sih buat waktu Miya Twins ultah kemaren. Tapi aku sibuk jadi ya udahlah.
Yang jelas kuharap kalian tetep bisa ngerti sama alurnya.
With♡,
Aira K.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro