Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7

Follow Instagram missbebeklucu juga.

Aku menyeringai melihat ulahku telah membuat Russell terpaksa berdansa dengan Brigitte. Setelah mengonsumsi banyak buku fiksi sejarah, aku tahu bahwa gelar adalah segalanya di masa ini. Dan gelar marquess adalah sesuatu yang menggiurkan. Aku seolah sedang menggunakan jasa endorse dari Russell yang memiliki jutaan followers di Instagram. Sementara produk yang aku minta endorse adalah Brigitte.

Aku menyeringai. Seperti inilah seharusnya suami Elaineー yang sialannya tampan tapi berpotensi memancung kepalaku ーdapat berguna.

Ruangan pesta semakin ramai dijejali para tamu, apalagi setelah musik dansa kedua dimulai. Aku memilih menyingkir dari ruangan tersebut melalui balkon yang terhubung dengan lorong. Aku menyusuri lorong yang terapit jendela-jendela tinggi nan lebar ruang pesta dan tiang-tiang khas bangunan klasik di sisi lainnya. Sesekali aku mengintip kemeriahan dalam ruangan. Alunan musik para pemain orkestra dilatari suara percakapan tamu yang tidak berdansa.

Gini toh yang dielu-elukan pesta kalangan atas. Mending musik dangdut dan koplo di kondangan, bisa asik joget jempol.

Aku menemukan tangga menuju taman. Walaupun penglihatanku terbatas pada pencahayaan dari lampu taman, aku dapat membayangkan betapa indah bentuk taman ini. Apalagi dengan adanya tanaman yang dibentuk seperti maze. Aku tidak akan masuk di antara pagar-pagar tanaman itu dan tersesat.

Pada bagian lain taman, aku menemukan paviliun mungil kaca berwarna putih dengan atap membentuk kubah. Aku membuka pintu paviliun kosong itu. Tampaknya bangunan ini sering dijadikan tempat bersantai sambil minum teh. Di tengah ruangan terdapat meja batu yang dikelilingi kursi dari besi tempa yang dicat senada dengan bangunan. Di ujung terjauh dari pintu, masih di dalam paviliun kaca, terdapat area hijau.

Menarik, pikirku.

Di sekeliling area hijau itu dipagari besi tempa yang meliuk seperti tanaman rambat. Tak diduga, kakiku terantuk kaki salah satu kursi dan terjungkal.

Aku merentangkan tangan, menghindari situasi badanku jatuh ke depan. Alih-alih jatuh, ada sesuatu yang terjadi. Aku membuka mata perlahan.

Astaga!

Pinggangku tersangkut di antara dua besi tempa berbentuk sulur dengan badan membungkuk. Posisi ini buruk sekali karena payudara Elaine seolah-olah akan lepas kapan saja.

"Bagaimana melepaskan benda ini?" gerutuku. Satu tangan memegang dada dan tangan lain berusaha menjauhkan sulur besi tempa.

Usahaku selama beberapa menit tak membuahkan hasil. Aku terjebak dalam posisi konyol tidak bisa menegakan badan. Aku memerlukan bantuan seseorang.

"Hai, ada yang bisa membantuku?!"

Aku berteriak meminta bantuan beberapa kali. Tidak ada yang datang. Apa yang aku harapkan dari dalam sebuah paviliun kosong?

Pintu paviliun terbuka. Aku berusaha menoleh. Ada yang datang. Oh, baiklah. Pertolongan. Cepat ke sini.

"Hei, aku di sini!" seruku.

"Astaga! Sayang, sudah ada yang menempati tempat ini," kata seorang perempuan.

Seorang pria tertawa. "Sepertinya kita terlambat. Maafkan kami, siapapun kau. Lanjutkan saja. Kami akan mencari tempat lain."

"Hei, bukan. Ya, Tuhan, apa yang kalian pikirkan? Bantu aku! Hei!"

Mereka pergi dengan suara langkah cepat dan menutup pintu paviliun rapat-rapat. Aku terus memanggil, tapi pasangan itu terlalu tergesa mencari tempat lain untuk entahlah apapun yang ingin mereka lakukan.

"Bodoh," makiku.

Badanku semakin lelah bertahan dalam posisi nyaris tersungkur. Aku terpaksa menggunakan tangan kanan untuk menahan badan sementara tangan kiri menahan payudara tidak mencuat dari balik korset.

Suara musik dari dalam ruang pesta terdengar sayup-sayup. Aku sesekali berusaha melepaskan diri. Harusnya aku makan banyak sebelum ke sini, atau mengisi lambungku lebih banyak potongan kue manis, sehingga aku punya tenaga lebih untuk keluar.

Suara pintu terbuka. Mataku memang tidak menghadap pintu, tapi telingaku berfungsi sangat baik dalam ruangan sepi ini.

"Permisi. Bisakah kau membantuku?!" aku berseru.

"Elaine?"

"Russell? Apakah itu kau?" Aku berusaha mengangkat kaki, menendang udara, dan menciptakan bunyi agar keberadaanku disadari.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Russell begitu dia berdiri di sebelahku.

"Menikmati pesta dengan cara yang salah," jawabku malu.

"Bisakah kau membantuku lepas? Aku tersangkut besi tempa," lanjutku.

Russell berjongkok di dekatku. Dia menyibak tanaman di dekat pagar pendek besi tempa untuk melihat wajahku. Dia menyeringai. "Menyenangkan melihat seseorang yang sudah mengerjaiku dalam kondisi seperti ini," katanya.

"Aku minta maaf. Aku hanya berusaha membantu Miss Brigitte," kataku berpura-pura sedih. Seandainya aku bisa menggambar halo di atas kepala pasti akan aku lakukan agar akting menyedihkanku semakin sempurna.

"Kau membuatku dalam posisi sulit," desis Russell.

"Aku pikir kau senang berdansa dengan gadis muda," godaku.

"Apa kau memanfaatkan gelarku supaya Miss Brigitte dilihat pemuda lajang di sana?"

"Tepat sekali!"

Russell berdecak. "Kalau begitu, di sana saja sepanjang malam," katanya.

"Hei, jangan tinggalkan aku. Bantu aku keluar dari sini."

"Kau pantas mendapatkannya, Marchioness of Hereford," ledeknya sembari berdiri, lalu berjalan menjauhiku.

"Keparat!"

Suasana seketika hening. Aku menggigit bibir bawah menyadari umpatanku bisa menyebabkan aku kehilangan kepala malam ini.

"Apa yang kau katakan barusan?" Russell bertanya pelan setelah sempat diam lama.

"Panggilan sayang?" jawabku dengan tololnya.

###

15/06/2020

Wadooooh, Elaine yang dulunya Elma, kamoh membuat masalah banget.
Bisa berabe nasib looo 🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro