6
💃 miss kecintaan kalean kembalii...
Siapa yang kangen akoooh? Joget dulu dooong 💃💃💃
Gaes, aku berusaha meminimalisir penggunaan bahasa asing dalam cerita ini, tapi juga ga mau kehilangan cita rasa Elma yang sesekali nongolin kata-kata ajaib. Beberapa kata kaya wallflower ini gak bisa aku terjemahkan karena aku sendiri belum nemu buku hisfic terjemahan yang menerjemahkannya. Sementara musim pesta sudah ada contoh buku terbit yang menggunakan model seperti itu. Sementara penggunaan my lord dan my lady ini bisa aku gantikan yang mulia, tapi bakal rancu karena di sini ada gerard yang statusnya duke. Fyi, duke tu punya panggilan yang beda dari marquess dan earl dan Viscount dan baron. Bahkan duke beda sama raja. Bikos of det, aku tetap mempertahankan my lord n my lady.
Untuk gelar bangsawan pun sebenarnya bisa aja diterjemahkan, tapi aku sendiri rancu hahaha... kan udah dibilang, yang nulis ini sok pintar.
YANG INI AKU BOLD BIAR YANG BACA BISA PAHAM. RUSSELL INI NAMA KELUARGANYA HAWTHORNE. NAH GELAR DIA ITU MARQUESS HEREFORD (INI GELAR FIKTIF). NAH, RUSSELL INI BISA DIPANGGIL HEREFORD SAMA TEMEN-TEMENNYA TANPA EMBEL EMBEL LORD ATO MARQUESS. JADI, JANGAN KAGET KALO NEMU ADA TEMEN RUSSELL MANGGIL DIA HEREFORD.
Oke, sekian cuapan seksi
Kecup becek 😘
Miss Bebek yang kepengen tteokpokki 🤤
Pesta dalam bayanganku terpental akibat mode para undangan dan penyelanggara pesta. Para perempuan cantik dalam gaun-gaun lebar bak putri raja di buku cerita anak bertebaran di mana-mana. Pria-pria dengan mata berwarna-warni serta hidung mancung menghiasi seluruh ruangan. Namun yang mengganjal ialah keberadaan wig hampir di setiap kepala. Sebagian besar adalah wig yang diberi bedak.
Aku menghela napas letih. Mataku kembali terkorosi oleh pilihan mode di zaman ini.
Untung saja Russell bersikap bijak dengan hanya mengikat rambut sebahunya di belakang tengkuk. Kalau dia berani menggunakan sebuah wig putih di kepala, aku yakinkan tanganku yang pertama akan merampasnya.
"Kita temui Lord Tessler," ajak Russell.
Aku enggan menolak karena aku kurang memahami etika dalam pesta. Tanganku bertengger pada lekuk lengan Russell dan dibimbing menemui penyelanggara pesta.
Lord Tessler tersenyum lebar melihat aku dan Russell mendekat. Aku kurang mengingat figur Tessler dalam cerita karena dia hanya dijadikan sebagai penyelanggara pesta ini dan nyaris tidak mempunyai dialog sama sekali selain disebut oleh Russell sekali. Sebenarnya, dalam novel pun, tidak diceritakan bagaimana pesta ini.
"Selamat malam," sapaku sembari menekuk kaki ala lady, walau aku tidak yakin menekuknya dengan benar karena takut ada yang lepas dari balik korset.
"Menyenangkan sekali menerima kehormatan bertemu istri jelitamu, Hereford," kata Lord Tessler.
Aku meringis. Apa dia berusaha menggodaku? Atau mengerjai Russell? Karena tidak satu pun yang berhasil. Baik aku dan Russell tidak terpengaruh.
"Tessler, berhenti mengatakan lelucon aneh. Tamumu mendengar ucapanmu," Russell mengingatkan.
"Semua orang tidak peduli. Mereka menantikan tamu terhormatku," Tessler mendekatkan diri pada Russell, "aku dengar Durham baru saja ketahuan keluar dari rumah dowager countess Stafford dua hari lalu. Mereka menunggu untuk melihat wajah Durham."
Aku memutar bola mata. Beginilah cara para bangsawan mempertahankan kewarasan mereka di saat ponsel pintar dan sosial media belum ditemukan, yakni bergosip di pesta. Fuh, cara ini jelas-jelas membantu mengendorkan urat syaraf mereka yang bosan pada etika sebagai kalangan atas.
Russell berdehem, lalu melirikku. "Apa kau mau menemui temanmu? Aku akan ada di sini untuk berbincang dengan Tessler," katanya.
"Tentu saja." Aku langsung meninggalkan mereka. Russell pasti ingin bergosip bersama Tessles.
Aku suka bergosip, tapi tidak bersama pria kaku alis Russell yang sialannya sangat disukai Elaine. Aku pernah mengatakan bahwa tubuh Elaine merespons keberadaan Russell seperti pengagum rahasia. Walau aku yang mengisi tubuh ini, bukan berarti aku bisa mengatur perasaan alami Elaine.
"Apa kabar, My Lady?"
"Selamat malam, My Lady."
"Anda cantik sekali, My Lady."
Aku sontak terkejut menerima banyak sekali sapaan dari para perempuan yang tidak aku kenalーyang bisa saja dikenal Elaine. Aku membalas sekedarnya, lalu beringsut ke pinggir ruangan. Sederet kursi ditaruh berjajar merapat pada dinding. Aku duduk di salah satu kursi. Aku perlu istirahat. Menanggapi para perempuan di pesta ini sungguh melelahkan.
"Demi scones!"
Aku menoleh praktis mendengar suara terkejut itu dan menemukan seorang gadis manis berambut cokelat duduk di sebelahku tengah memandangku keheranan.
"Halo," sapaku dengan gaya elegan yang dibuat-buat.
"Ha..." gadis itu segera berdiri dan memberikan hormat padaku. "Senang bertemu dengan Anda, My Lady."
"Aku pun begitu. Duduklah." Aku menepuk kursi yang tadi didudukinya.
Gadis itu duduk di sisiku malu-malu. Aku memerhatikannya sebentar lalu tersenyum.
"Mengapa kau duduk di sini? Pestanya akan segera dimulai. Apa kau tidak suka berdansa?" Aku bertanya karena penasaran.
Gadis itu membelalak. Dia mengubah ekspresinya dengan cepat menjadi lebih lunak. "Mungkin My Lady kurang tahu kalau di tempat ini adalah bagian wallflower," katanya santun.
"Wallflower?"
Ingin sekali aku bilang, aku tahunya wallpaper, gimana doooong?
"Kursi para perawan tua. Tempat untuk para perempuan lajang yang sudah melewati debut mereka tetapi belum mendapatkan calon pengantin," gadis itu menjelaskan.
Aku mengingat kata itu sempat disematkan pada Maria karena belum berhasil mendapatkan pria setelah melewati beberapa kali musim pesta. Aku memandang gadis itu dengan prihatin. Pantas dia terkejut melihatku. Kursi yang aku duduki pasti diperuntukan bagi para wallflower.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Namaku Brigitte Cassidy, anak Viscount of Bristol."
"Nama yang indah. Apakah sudah ada yang mencantumkan namanya di kartu dansamu?"
Kartu dansa ini semacam cara untuk mengatasi antrian dansa bagi para perempuan. Pria yang ingin berdansa dengan seorang gadis, harus meminta izin, lalu mencantumkan namanya pada kartu dansa si gadis.
Unik dan ribet. Ye, kan?
"Belum, My Lady." Brigitte menunjukkan kartu dansanya yang masih kosong.
"Kau keberatan jika aku meminjamnya sebentar?"
"Oh." Brigitte memegang kartunya lebih erat. Kemudian dia mengangsurkannya padaku. "Silakan."
"Baiklah, Brigitte, tunggu di sini. Kartumu akan segera diisi."
Aku meninggalkan Brigitte yang kebingungan. Ruangan pesta ini luas dan dipenuhi banyak sekali tamu undangan. Aku perlu berjalan hati-hati kalau tidak ingin menabrak orang lain hingga tiba di hadapan Russell dan Tessler.
"Aku membutuhkanmu," kataku pada Russell.
"Maksudmu?" Kening Russell mengerut.
Aku menyeringai dalam hati. Waktunya membuat setan ini bermanfaat bagi masa depan orang lain.
###
10/06/2020
Wot du yu min sih??
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro