31
Musim pesta masih berlangsung dan undangan yang datang ke hometown Hawthorne masih menggunung. Mr. Cole bersikap lebih selektif dalam memilih pesta yang patut kami hadiri, mau pun undangan minum teh. Dia juga menjadi semakin bawel urusan makanku yang katanya harus penuh gizi demi masa depan keluarga.
Aku memandang dada ayam rebus, menu makan siangku saat bukan ikan dan daging. Mr. Cole akan berdiri dalam ruang makan untuk memastikan tidak secuil pun makanan kaya gizi terbuang sia-sia.
Jujur saja, aku bosan pada makanan yang mereka berikan. Lidahku merindukan kenikmatan seblak ceker, mi kocok, dan ayam geprek.
"Sebaiknya Anda segera menghabiskan makanan Anda, My Lady," bisik Erin.
"Aku berusaha," balasku dengan lesu.
"Mr. Cole terlihat akan melahap saya kalau Anda belum juga memasukan makanan Anda ke dalam mulut." Erin masih berbisik dengan mata mengawasi Mr. Cole yang berdiri merapat pada dinding dekat pintu.
"Apakah semua kesalahan tuan harus dilimpahkan pada pelayannya?" tanyaku heran.
Erin melotot, lantas segera mengalihkan pandangan. "Mr. Cole tidak akan senang jika Anda masih berbicara. Dia harus menyambut tamu His Lordship."
"Kalau begitu, suruh dia pergi dari sini."
"Posisi saya tidak memungkinkan saya untuk memberi Mr. Cole perintah, My Lady. Tindakan semacam itu akan berbuah hukuman. Akan lebih baik jika Anda sendiri yang mengatakan pada Mr. Cole."
"Baiklah." Aku mendesah. Segala hierarki dalam rumah tangga keluarga bangsawan sungguh merepotkan. Dan lebih merepotkan lagi saat aku harus berpura-pura memahaminya. Aku mengangkat tangan memanggil Mr. Cole. Kakek tua ini selalu berpakaian rapi sejak aku bangun tidur sampai aku bersiap naik ke ranjang. Aku nyaris menduga dia bahkan memakai seragam kebanggaannya selama tidur agar siap setiap saat.
"Apakah suamiku..." Gunung berapi dalam kepalaku meletus akibat mulutku menyebut Russell sebagai suami. Mr. Cole membelalak melihat wajahku. Aku berdehem untuk mengendalikan diri, lantas melanjutkan dengan gaya dibuat-buat, "Akan kedatangan tamu?"
"Ya, My Lady. His Lordship akan menjamu teman-temannya sepulang dari pacuan kuda." Mr. Cole melirik piringku. "Saya menyarankan Anda untuk menyelesaikan makanan Anda. Anda diharapkan ikut menyambut kedatangan His Lordship dan teman-temannya sebagai nyonya rumah yang baik. Tentu saya tidak memaksa."
"Baiklah. Baiklah. Aku mengerti. Hari ini panas sekali, aku ingin kau menyiapkan minuman segar untuk para tamu His Lordship," perintahku.
"Saya telah meminta koki untuk menyiapkannya, My Lady."
Kakek ini sulit sekali diusir. Aku memicing tak suka. "Aku memerintahmu untuk mengawasi dapur, lalu..." Aku mengangkat tangan menghentikan usaha Mr. Cole menolak perintahku. Gini-gini, aku majikan dan majikan harus didengar. Icikiwiiir!
"Siapkan bunga di setiap ruangan. Buat para tamu terkesan dengan interior rumah ini yang sangat, kau tahu, dekat dengan alam. Akan lebih baik jika kau menyiapkan botol parfum terbuka di belakang vas bunga. Jangan sampai terlihat. Aku mau membuat mereka terpukau pada suasana rumah ini. Apakah kau paham?" Aku mengada-ngada demi menjauhkan Mr. Cole.
"Parfum? Apakah Anda yakin?"
"Tentu saja. Pergilah. Temui aku di bawah. Oh, satu lagi. Apakah kau ingat pakaian apa yang His Lordship kenakan?"
"Saya tahu, My Lady."
"Berikan detail pakaian His Lordship pada Erin. Aku mempunyai kejutan untuknya." Aku tersenyum penuh siasat. Alih-alih curiga, Mr. Cole dan Erin malah balas tersenyum culas.
Astaga! Jangan bilang mereka bisa membaca pikiranku.
###
06/02/2021
Udah lama ya ga mampir ke cerita ini 🤗 kangen ga?
Karena bab iyah iyah, aku butuh jeda sejenak menyucikan jiwaku yang sempat goyaaaah 😿
Yang masih komen, kok pendek miss. Mungkin inilah kesempatan kalian belajar bersyukur.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro