Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26

😞 lambat banget kenaikan vote bab lalu. Kelamaan nunggu nih. Karena aku gak tega sama yang tiap hari mampir buat mastiin vote, aku kasih kalian bab ini sedikit aja. Ga jadi bab panjang dan punya adegan dewasa hahaha...

🤯 ga jadi adegan buka tutup JOS, Miss?

💃Ga jadi, gaesss...

Bab berikutnya tunggu 1K ya 💃

Selamat membaca dan selamat berakhir pekan gaessss...

Aku berbalik dengan kesal. Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, sepasang tangan besar merangkum wajahku. Sontak aku melotot.

Russell memberiku tatapan yang membuat luluh. Bulu-bulu halus di sekitar rahangnya terlihat tak terawat. Matanya terlihat letih dengan lingkaran hitam di bawahnya. Rambut cokelat terang yang biasa disisir dan diikat rapi, kini bebas dan berantakan.

Eits! Jangan harap kita akan baikan, Jose Armando. Esmeralda bukan boneka. Yang boneka itu Kekeyi.

Tanganku mendorong dada hangat Russell. Bentar! Bentar!

Hangat?

Mataku turun, lalu membelalak. Tanganku?! Tangan perawanku menyentuh dada telanjang Russell yang keras dan hangat. Otot dadanya terbentuk sempurna seperti yang bisa aku temukan di iklan pakaian dalam pria. Telapak tanganku dapat merasakan detak jantung Russell.

"Elaine, kau memerah. Apakah kau demam?"

Ucapan Russell mengembalikan kesadaranku. Segera aku mendorongnya kuat-kuat sampai terpental ke lantai. Erin dan Mr. Cole yang berada di ruangan memekik terkejut.

Tak seharusnya seorang istri yang dari pria terhormat mendorong suaminya sendiri dari ranjang. Pasti mereka berpikir aku gila sekarang.

"Jangan khawatir." Russell berdiri sendiri. Dia mengangkat telapak tangan kepada Erin dan Mr. Cole. "Aku baik-baik saja. Kalian keluarlah. Aku dan Elaine butuh bicara berdua."

Erin dan Mr. Cole melirikku penuh kesangsian sebelum memberi hormat dan keluar. Jika ada yang perlu mereka cemaskan ialah Russell beserta kemampuannya mematahkan hatiku.

"Apakah kau terkejut? Ataukah ada yang sakit?" Russell menjaga jarak dari ranjang.

Dari tempatku dudukーmerapat pada kepala ranjang, penampilan Russell terlihat jelas. Dia memakai jubah tidur yang tidak diikat dengan benar sehingga dada dan perutnya terpampang. Panjang jubahnya sampai setengah betis. Dan kakinya memakai sandal rumahan. Aku memandang ke bawah ikatan jubah dan bertanya-tanya apa Russell memakai sesuatu di baliknya.

"Elaine," panggil Russell.

Aku berharap Russell tidak bisa menjangkau pikiranku. Karena jika dia bisa membaca isi kepalaku, rusak sudah imej keren yang aku buat sewaktu meminta menjaga jarak.

"Keluarlah." Aku membersihkan dahak yang tiba-tiba mengumpul di tenggorokan. "Aku ingin istirahat."

"Mr. Cole bilang, kau sakit. Itu alasanmu mengurung diri di kamar dan menolak makan. Elaine, kau terlihat-"

"Kacau? Terima kasih, aku sudah menebaknya," potongku.

"Tidak." Russell menggeleng. "Kau tetap cantik, tetapi kau lebih kurus dan terlihat tidak bersemangat."

Bibirku berkedut. Russell mengucapkan kata ajaib yang bisa menaklukan hati wanita, yakni cantik. Sekalipun ada kata 'tapi' dan wajah yang dimaksud Russell adalah wajah Elaine, tetap saja aku baper.

"Ucapanmu baik sekali. Sekarang, bisakah kau keluar?" Aku harus meneguhkan hati. Rayuan cantik tak boleh menjadi alasanku mengalah dan membiarkan Russell melangkah lagi dalam hidup Elaine. Sudah cukup. Sakit hati Elaine lebih menyakitkan dari saat aku tahu calon suamiku berselingkuh dan pernikahanku batal.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku harus memastikan kondisimu." Russell maju dan duduk di tepi ranjang, tempat yang tadi dia duduki.

"Sebaiknya, kau memerhatikan kondisimu. Apakah kau sempat becermin?"

"Maafkan aku." Russell menyugar rambutnya sembari tertawa canggung. "Beberapa hari ini aku banyak berpikir."

"Ha! Tampaknya kau sudah merencanakan kehidupan barumu. Bagus sekali," sindirku. Saat Elaine bersedih, si berengsek ini malah bersiap memulai hidup baru.

"Kau bisa menebaknya?" Russell memandangku takjub.

Aku tersenyum sinis. Perbedaan Elaine dan Russell bak langit dan bumi. Saat Elaine mencintainya sepenuh hati, Russell malah mencintai wanita lain. DanーsialnyaーElaine yang paling dirugikan dalam cerita ini. Aku tak tega membiarkan Elaine jatuh, sakit, kecewa, dan mati tanpa pembelaan. Dia pantas untuk bahagia selayaknya tokoh utama. Jika bukan penulis keparat itu yang memberikan kehidupan bahagia untuk Elaine, aku yang akan memperjuangkannya.

"Terlihat di wajahmu," kataku tanpa malu menutupi kekesalan. "Jadi, kapan kau akan menyatakan perasaanmu?"

Russell menegang. Wajahnya memerah dan mulutnya menganga. Dia pikir, aku tidak bisa menebak keputusan macam apa yang akan dia buat mengingat hatinya sudah diserahkan untuk Maria.

"A-aku," Russell menggeleng, "aku tidak menyangka kau akan mengatakan ini terang-terangan. Aku memang ingin melakukannya, tapi... tapi aku masih memikirkan caranya."

Russell tidak akan memenangkan hati Maria. Aku berdecak dalam hati, menyayangkan nasib percintaan pria ini yang gagal. Gerard yang akan memiliki Maria. Pada saat-saat seperti ini aku memikirkan betapa nelangsa kehidupan para tokoh sampingan demi membuat tokoh utama cemerlang.

"Kau tidak perlu memikirkan cara macam-macam." Perasaanku melunak. Russell sudah diatur oleh penulis keparat untuk menyukai Maria. Penulis itu yang patut disalahkan dan dikirimkan santet.

"Setahuku, wanita senang mendapatkan kejutan." Russell mengangkat bahunya.

"Tidak perlu hal seperti itu." Aku mengibaskan tangan. Wanita tidak melulu menginginkan materi, walau sesekali kami akan senang diberi hadiah perhiasan emas yang bisa digadaikan.

"Dan hadiah?" Russell masih menyanggah.

"Cukup katakan saja." Siapa yang wanita di sini? Mengapa Russell susah sekali diberi tahu?

"Aku tidak bisa melakukan hal yang terlalu biasa."

"Kau bisa. Kau bisa!"

"Tidak. Aku tidak mau mempermalukan-"

"Hanya katakan kau menyukai Maria."

Keheningan seketika menyelimuti kami. Aku mengangkat alis menanggapi mata membelalak Russell.

Ada yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi? Boleh call a friend?

###

08/01/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro