Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She's.. Gone?

"Hm."

Senyum miris terukir diwajah sang istri.

"Terima kasih."

Dan itu akan menjadi kata terakhir yang akan di dengar oleh si suami dari istrinya yang benar benar akan pergi darinya.

Pada akhirnya, semua berujung pada penyesalan.

Hari berganti menjadi pagi. Sinar matahari perlahan menghangatkan bumi. Kicauan burung dapat terdengar sana sini. Pagi indah yang dapat membangunkan setiap makhluk agar segera memulai hari.

".. Huh?"

Cahaya matahari menyelusup masuk ke dalam ruangannya. Membangunkan seorang pria yang sempat tertidur nyenyak dengan kepala yang terletak di meja. Namun, rasa kantuk nya sirna seketika menyadari di mana ia berada.

Dazai Osamu.

Nama yang tertera di papan nama kecil yang terletak di sudut meja nya.

Mencoba tertidur lagi. Namun seperti nya tak bisa. Ia pun pasrah dan terpaksa untuk bangun dipagi yang ia rasa tak biasa ini. Merasa ada yang berbeda.

Merasa ada yang berbeda karena sesaat ia menyadari bahwa istrinya tak ada.

Ah, apakah karena ia tertidur di ruang kerjanya?

Tidak, istrinya pasti akan tidur di sofa yang ada di ruangannya demi menunggunya untuk bangun dan kembali tidur ke kamar setelah menyelesaikan pekerjaannya. Meski berakhir istrinyalah yang tertidur di sofa dan malah dia yang harus menggendong atau membangunkannya untuk berpindah ke kamar.

Namun ia tak keberatan.

Sebenarnya.

Tak ingin menghabiskan waktu hanya untuk berpikir, Dazai pun memutuskan untuk keluar dari ruangannya dan memeriksa ruangan lain yang tentunya mencari sang istri yang bersikap tak biasa yaitu tak menunggunya di ruang kerjanya.

Di kamar tidur mereka. Kasur dan selimut tertata rapih. Barang barang di atas meja rias pun tak berpindah posisi. Pertanda bahwa istrinya tak ada di sini. Dazai pun kembali mencarinya lagi.

Di kamar tidur putranya. Tertera papan nama yang tergantung di pintu kamar putranya. Dazai Daiki, namanya. Anak semata wayang nya dengan dia yaitu istrinya, Dazai Ariseeina yang kini tengah dicarinya.

Tidak ada.

Lagi-lagi tidak ada.

Padahal, kalau istrinya yang bernama Ariseeina itu tak tidur di kamar mereka, sudah dipastikan bahwa ia tidur di kamar Daiki. Namun kenyataannya, Daiki hanya tidur sendirian dengan tenang dan nyaman. Membuat Dazai tak tega membangunkannya dengan suara pintu yang akan segera ditutupnya. Sebisa mungkin ia lakukan tanpa menimbulkan suara.

Dazai pun menghela napas. Mencari didua kamar pun tetap tidak ada. Ia tak bisa menemukan di mana Ariseeina. Namun ia tak bisa menyerah begitu saja kan? Maka ia memutuskan untuk melihat ke dapur.

Aroma masakan menyeruak indra penciuman nya. Membuat Dazai yakin bahwa istrinya ada di sana. Namun di saat yang bersamaan, ia juga merasa ragu jika Ariseeina benar-benar ada di sana. Dazai pun terus melangkah untuk memastikannya sendiri dengan mata kepalanya.

".. Memang, tidak ada ya?" Gumam mya sedih ketika yang ia dapati hanyalah makanan yang tersaji rapih di meja makan yang menjadi satu dengan dapur ini.

Sungguh, ke mana sebenarnya istrinya ini?

Pertanyaan itu lah yang terus menghantuinya.

Dazai kemudian duduk di salah satu kursi meja makan dan merenung sejenak tentang kepergian istrinya yang tak biasa.

Kamar yang masih rapih. Tak ada di kamar Daiki. Makanan yang telah tersaji rapih. Juga rumah yang tetap bersih. Tak ada pesan tertulis. Mungkinkah ...

"Dia.. Pergi?" Gumam Dazai lagi yang seketika membuat nya berkecamuk dengan pikiran pikiran negatif.

Dazai menggelengkan kepalanya cepat. Berusaha menghilangkan pikiran negatif dari dalam otaknya. Namun sia-sia jika hal itu menyangkut istrinya.

"Di mana.. Di mana kau, Ari-chan? Ke mana kau pergi?" Batin Dazai yang seketika buyar ketika mendengar suara anaknya yang tampaknya masih mengantuk itu. Reflek, membuat Dazai menatapnya.

"Doushita, Daiki-kun?" Tanya Dazai dengan senyumnya. Mencoba untuk tidak membuat Daiki khawatir akan dirinya yang sedang kebingungan mencari Ariseeina.

Daiki menguap seraya mengusap matanya. Boneka teddy pemberian Ariseeina tengah dipeluknya. "Di mana mama?" Tanyanya dengan nada mengantuk yang segera di hampiri Dazai.

"Mama sedang berada di kantor agensi. Mungkin sibuk hari ini jadi.. Dia berangkat pagi pagi," ucap Dazai masih dengan senyum dan menggendong Daiki yang kini berusia 4 tahun itu.

Kantor agensi. Ia lupa jika ia dan Ariseeina berada di satu tempat kerja yang sama. Tak terpikirkan olehnya jika Ariseeina mungkin berada di sana. Terima kasih untuk Daiki yang membuatnya menjawab spontan.

Kedua netra yang selaras dengan sang ibu menatap Dazai dengan penuh ketidakyakinan. "Hontou? Aku sempat melihat mama pergi diam diam tadi.." Jelas nya dengan nada sedih.

Dazai terdiam mendengar ucapan anaknya. Namun itu hanya berlangsung sejenak dan ia kembali tersenyum seperti semula. "Itu karena mama tak ingin membangunkan mu atau papa. Saa, cepatlah mandi dan kita sarapan, ya?" Ucapnya sebagai pengalihan dan bersamaan dengan dirinya yang menurunkan Daiki yang ia tahu kalau anaknya itu tak akan percaya semudah itu.

Daiki mungkin akan terus menaruh kecurigaan sampai Ariseeina benar-benar jelas di mana dan apa yang sedang Ariseeina lakukan sekarang.

Agar tak menimbulkan ketidaknyamanan saat sarapan nanti, ia tepis pikiran tersebut sampai ia ke agensi. Dazai kemudian masuk ke kamarnya dan mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya tersebut.

Tak butuh waktu lama, Dazai dan Daiki berada di ruang makan dan sarapan bersama tanpa.. Ariseeina. Dazai berusaha membuat anak nya ceria seperti biasanya. Meski hati sedang berantakan juga sebenarnya.

Antara khawatir dan kesal menjadi satu di dalam hatinya.

Hey, apakah dia tidak ingat kejadian semalam?

Kenapa tiba-tiba dia menjadi amnesia?

"Papa akan menjemputmu nanti. Tetaplah di sini sampai papa datang, ya?" Pesan Dazai sebelum ia meninggal kan anaknya yang akan kembali bersekolah itu. Ia mengacak surai Daiki dengan gemas.

Daiki tersenyum lebar dan perlahan senyum itu berubah menjadi lengkungan sedih. Ia pun menunduk menatap ujung sepatunya. "Bisakah.. Papa menjemputku bersama dengan mama?" Tanyanya yang membuat Dazai mengerjap heran serta sedikit terkejut dengan permintaan anaknya yang tidak biasa.

Jika hal yang tak biasa diucapkan oleh Daiki, pertanda akan sesuatu terjadi.

Tidak. Dazai tak ingin memikirkan hal negatif lagi selagi ia mencari Ariseeina yang tak kunjung ketemu itu.

Dazai berjongkok dengan satu kaki menjadi tumpuannya. Ia menepuk pelan kepala Daiki dan tersenyum padanya. "Tentu saja. Kalau mama tidak sibuk, oke?" Ucapnya.

"U-uhm, aku hanya.. Takut mama pergi," ucap Daiki yang mengiyakan ucapan ayahnya namun terselip suatu kemungkinan buruk yang terjadi.

Untuk kesekian kalinya, Dazai terdiam lagi. Ia lupa kalau anaknya ini memiliki kemampuan yang di sebut deja vu di mana Daiki bisa melihat kemungkinan ke depan yang akan terjadi. Entah itu buruk atau pun baik dan itu datang sewaktu waktu saja. Terkadang tergantung emosi nya juga.

"Ah, itu pasti karena pengaruh kemampuan mu lagi kan? Baiklah, papa akan me-nonaktifkannya~" Ucap Dazai seolah dengan nada santai meski hati sudah merasa benar-benar tak enak. Ia mengecup sayang puncak kepala Daiki guna menyalurkan kasih sayangnya serta meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Termasuk Ariseeina.

Melalui kecupan sayang itu, tampaknya Daiki sudah tidak apa-apa. Ia kembali tersenyum meski tidak dengan hatinya. "Jaa, kalau begitu, jaa nee, Papa!" Ucap Daiki yang kemudian berlari memasuki gedung sekolah bersama dengan anak murid lainnya. Sementara Dazai yang berdiri di gerbang sekolah pun, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya.

Namun hanya berlangsung sementara yang kini tergantikan dengan wajah sedih dan tersirat frustasi juga.

"Kau di mana.. Ari-chan?" Batin Dazai yang kemudian pergi menuju ke agensi. Berharap Ariseeina ada di sana ketika mereka bertemu lagi nanti.

To Be Continued
Story By Lady Iruma

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro