Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She's.. Died?

Namun hanya berlangsung sementara yang kini tergantikan dengan wajah sedih dan tersirat frustasi juga. 

"Kau di mana.. Ari-chan?" Batin Dazai yang kemudian pergi menuju ke agensi. Berharap Ariseeina ada di sana ketika mereka bertemu lagi nanti. 

Sampai di depan gedung, segera masuk, dan menuju lift yang akan membawanya ke lantai empat di mana kantor agensi berada. Segera setelah lift berhenti di lantai tujuannya, Dazai segera keluar dan membuka pintu ruang detektif bersenjata. 

Jangan lupakan kalau dia masih berharap akan adanya Ariseeina di sana. 

Sayangnya yang di harapkannya tak terwujud begitu saja. Sosok yang di harapkannya tak ada di sana. Namun yang ada hanyalah suasana hening yang tak biasa. Membuat Dazai mengernyit heran sebenarnya. 

"Ada apa? Kenapa kalian terlihat murung begitu?" Tanya Dazai setelah masuk dan menutup pintu ruangan detektif bersenjata. Ia sempat mengamati satu persatu wajah teman-temannya. 

Tak ada jawaban. Semua masih hening dan bahkan ada yang saling pandang. Seolah-olah ada sesuatu yang terjadi, namun tak dapat dikatakan begitu saja oleh mereka. 

"Oh, ayolah. Tidak biasanya kalian begini. Nee, Kunikida-kun, apa yang terjadi?" Kini Dazai menghampiri meja rekan kerjanya tersebut. 

Pria berkacamata yang di panggil Kunikida alias Kunikida Doppo itu hanya menghela napas dan menatap Dazai dengan wajah tegangnya yang menjadi ciri khasnya. "Kau tahu apa yang terjadi," katanya yang membuat Dazai mengerjap bingung kemudian tertawa sejenak. 

"Tebak-tebakan? Ah, Kunikida-kun, bukan saat nya untuk-"

"Ini bukan tebak-tebakan, Dazai. Apa yang Kunikida katakan itu benar." Kini, giliran seorang pria berpakaian detektif berbicara. Menatap Dazai dengan menampakkan manik matanya yang tersirat serius juga sedih di dalamnya. 

Dazai masih tak mengerti. Tidak, tidak biasanya ia tidak mengerti akan apa yang teman-temannya katakan. Ini adalah pertama kalinya ia dibuat bingung oleh mereka. 

"Apa maksud kalian? Memangnya kejadian apa yang aku ketahui? Kalian tahu sendirikan kalau aku baru saja datang tadi?" Dan berakhirlah Dazai melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya bisa dijawab dengan mudah oleh teman-temannya. 

Namun tetap saja, mereka diam. 

Pria detektif yang baru saja berbicara pada Dazai tadi pun menghela napas. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya. "Bagaimana, Keiko-chan?" Tanyanya yang sedang memulai panggilan dengan seseorang di seberang sana. Ia sengaja mengaktifkan mode loud speaker guna agar didengar oleh seluruh orang yang ada di ruangan tersebut. Terutama Dazai. 

Dazai masih tak mengerti. Melihat gerak gerik pria detektif di depannya yang tak lain adalah Edogawa Ranpo pun hanya bisa diam mengamati. Meski begitu, rasa tak enak sudah menyelimuti hati. 

"A-ariseeina-san.. Dia, meninggal."

Terkejut, tidak percaya, sakit, dan sedih. Sukses dicampur adukkan oleh perkataan seseorang di seberang sana. Terutama Dazai. 

"Apa yang-! Bohong! Itu-!"

"Dazai." Sebuah panggilan yang terdengar sedih namun tegas dari Kunikida membuat Dazai menghentikan perkataan nya dan menatap Kunikida yang kini melihat ke arah lain. "Dengarkan saja." Lanjutnya yang membuat Dazai membelalak tak percaya. 

"Y-yosano-sensei sudah berusaha semampunya. Tapi.. Tapi tetap saja! Ariseeina-san tak terselamat kan karena.. Karena dia memang-" 

"Bohong! Itu semua bohong! Kirim lokasi kalian dan aku akan ke sana sekarang juga!" Bentak Dazai pada si penelpon di ponsel Ranpo. Antara panik dan sedih pun jadi satu di dalam dirinya. Hati dan pikiran nya tak bisa tenang. Membuat nya naik pitam seketika. 

Orang orang yang ada di sana hanya diam. Tak berani angkat bicara entah mengapa. Ah, apa mungkin karena Dazai yang tiba-tiba berteriak antara sedih dan marah? Mungkin iya. 

"Itu benar Dazai!" Kali ini sang detektif alias Ranpo yang naik pitam. Entah bagaimana dan sejak kapan. Namun hal itu sukses membuat Dazai terdiam dan mematung hanya dengan ucapan sederhana nya. Meski nadanya tidak sederhana. 

Ranpo pun menghela napas dan kemudian memegang bahu Dazai. "Tenangkan dirimu dan renungkan semuanya. Renungkan apa yang telah kau lakukan padanya sebelumnya," ucapnya seolah memberi nasehat dan juga petunjuk pada Dazai. 

Petunjuk bagaimana dan mengapa Ariseeina bisa meninggal dunia. 

"Mama.." 

Berada di ayunan sendirian seraya menunduk seolah memikirkan sesuatu yang tampaknya sedih baginya. Memikirkan bagaimana dan ke mana ibu nya. 

"Doushita, Daiki-kun?" Salah satu guru pun menghampiri dia yang bernama Daiki yang terus menunduk dan bermain di ayunan sendirian. Tersirat jelas raut sedih dari wajahnya. Membuat sang guru khawatir tentu saja. 

Daiki menghela napas sedih. Tak terasa air mata perlahan menuruni pipi. Ia menatap gurunya dengan air mata yang telah membanjiri wajah imutnya ini. "Sensei, boleh kah aku pulang?" Tanyanya dengan nada sesenggukan. 

Dazai duduk di sofa dengan kepala yang terus menunduk dan air mata yang mengalir bebas di pipinya. Tak ada suara tangis atau teriakan darinya. Hanya air mata yang terus dikeluarkannya. 

"Ari-chan.." 

Batinnya terus menggumamkan nama sang istri meski itu membuat hati nya menangis. 

"Dia.. Meninggal?" 

Batinnya yang seolah memberitahu dirinya berulang kali bahwa seorang Dazai Ariseeina telah meninggal dunia yang artinya juga meninggalkan suami dan juga anaknya, selamanya. 

Kata kata yang terus terngiang di kepalanya tersebut pun membuatnya kembali naik pitam. Namun ia tidak tahu harus meluapkannya kepada siapa yang berakhir dengan air mata yang mengalir semakin deras. 

"Kau meninggal kan ku.. Kau meninggal kan Daiki. Kau meninggal kan kami, Ari-chan!" Batinnya berteriak. Seumur-umur ia baru merasakan yang namanya rasa sakit tak berdarah di mana rasa sakit itu adalah yang paling sakit di antara luka lainnya. 

"Kenapa.. Kenapa kau meninggal kan ku Ari-chan?! Bagaimana dengan Daiki?! Apakah kau sudah tidak menyayanginya?! Apakah kau sudah membenci ku juga?!" Dan berakhirlah Dazai bermonolog ria seolah berharap Ariseeina mendengarnya. 

Meski ia tahu jika itu tidak terlalu berguna yang berujung pada teriakannya yang membuat suasana makin hening di ruang agensi detektif bersenjata. 

Dazai yang sempat berteriak tadi pun akhirnya kembali diam dan hanya bisa menunduk membiarkan air matanya terus terjatuh. 

Hati dan pikirannya pun menjadi kacau sekarang. Tak ingin diganggu oleh siapapun juga. Ingin rasanya membunuh orang yang berani menganggunya yang sedang berkabung itu. 

"Tenangkan dirimu dan renungkan semuanya. Renungkan apa yang kau lakukan padanya sebelumnya."

Kata-kata Ranpo yang beberapa saat lalu di katakannya padanya, tiba-tiba terngiang di kepalanya. Ia memegangi kepalanya dengan satu tangannya, menopangnya. Seolah tak kuat menahan beban pikiran yang hanya terisi dengan kesedihan akan kematian Ariseeina. 

Bangun pagi dan tak mendapati sang istri di sampingnya. Mencari di satu rumah pun tak kunjung terlihat batang hidung istrinya. Menuju ke agensi, berharap sang istri ada di sana. Baru saja datang, ia malah di suguh berita duka yang benar-benar tiba-tiba. Dikabarkan bahwa Ariseeina telah meninggal dunia. Apa maksudnya? 

Sungguh, ia tidak tahu. 

To Be Continued
Story By Lady Iruma

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro