Familiar.
Tangannya meraih kenop pintu dan hendak memutarnya. Namun terhenti ketika Daiki tampak fokus melihat sesuatu entah apa.
"Siapa.. Siapa wanita itu?"
Daiki masih memperhatikan sosok wanita yang berada di antara kerumunan tersebut. Sampai pada akhirnya si wanita tersenyum padanya dan dengan sekejap mata ia menghilang dari pandangan Daiki. Bersamaan dengan itu, Atsushi datang seraya menepuk pelan bahunya. Daiki beralih menatap Atsushi yang kini menatapnya dengan wajah yang penuh dengan pertanyaan.
"Doushita, Daiki-kun?" Tanya Atsushi yang kemudian duduk di samping Daiki. Melepas tangannya dari bahu Daiki.
Daiki menunduk kemudian menggeleng. Membuat Atsushi bingung dan tentu saja itu bukanlah jawaban yang ia inginkan. Ia masih penasaran terhadap Daiki yang sedari tadi tampak memperhatikan sesuatu di antara kerumunan orang.
"Hontou? Kau terlihat seperti melihat sesuatu tadi. Apa kau melihat orang asing?" Tanya Atsushi lagi. Takut kalau kalau ada seseorang yang mengawasi Daiki dan mencuri kesempatan untuk menculik atau semacamnya terhadap Daiki.
Daiki menggeleng dalam tunduknya. "Justru sebaliknya.." ucapnya yang terdengar sendu.
"S-sebaliknya?" Atsushi mencoba mengulang ucapan Daiki. Berharap agar ia tidak salah dengar.
Daiki mengangguk. Ia kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap Atsushi dengan manik matanya yang sangat mirip dengan Ariseeina. Tatapan matanya bahkan terlihat sendu namun tersirat sedikit rasa bahagia di sana.
"Justru aku melihat seseorang yang tidak asing, Atsushi nii-san," ucap Daiki yang membuat Atsushi penasaran dan juga terkejut di saat yang bersamaan.
"S-siapa? Ah, mungkin Yosano-san atau anggota detektif bersenjata lainnya kan? Atau mungkin-"
"Tidak. Bukan mereka." Potong Daiki cepat. Atsushi jadi terdiam. Sedikit merasa penasaran dengan seseorang yang Daiki lihat yang katanya tidak asing baginya.
"Aku melihat mama."
Dazai berjalan menuju kantor agensi detektif bersenjata setelah mengunjungi makam Ariseeina. Sedikit melakukan aksi bunuh diri sepanjang perjalanan menuju agensi. Tentu saja, ia gagal. Namun, hal itu tak menurunkan semangatnya untuk terus melakukan aksi bunuh diri lagi dan lagi.
Sampai ia benar-benar mati.
Dan jika ia mati, ia berharap ia dapat bertemu dengan Ariseeina di alam sana nanti.
Ya, setelah kepergian Ariseeina satu tahun yang lalu karena kesalahannya, motivasi Dazai untuk melakukan bunuh diri pun makin bertambah. Rasa ingin cepat mati nya semakin menjadi, hanya demi bertemu dengan Ariseeina.
Ia benar benar menganggap bahwa kehidupan di dunia tak lagi berguna. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan setelah kehilangan seseorang yang berharga, lagi, dihidupnya. Merasa dunianya runtuh dan menjadi gelap juga suram.
Namun, ia tak jatuh terlalu dalam dalam kegelapan karena ada Daiki yang sangat disayanginya dan yang masih harus terus ia jaga. Hanya Daiki yang ia miliki saat ini. Daiki telah menjadi alasan kedua untuknya hidup hingga saat ini.
Alasan pertama ia hidup adalah untuk mengatakan maaf pada Ariseeina jika istrinya itu diberi kesempatan kedua untuk kembali ke dunia. Meski ia terus menerus melakukan aksi bunuh diri, namun ia masih berharap ia dapat mengatakan maaf pada Ariseeina jika kembali lagi ke dunia ini. Dan itu pun jika.
Jika tidak, mungkin ia akan melayangkan nyawanya sendiri demi bertemu dengan Ariseeina di sana.
Tidak. Untuk saat ini ia tidak ingin mati terlebih dahulu sebelum ia benar-benar menerima maaf dari istrinya, Ariseeina dan benar-benar membuat Daiki bahagia tanpanya.
Beberapa langkah lagi, ia akan sampai di agensi. Dazai berjalan dengan santai tak mempedulikan sekitar maupun dunia ini lagi. Hingga netranya teralihkan pada sosok wanita yang berjalan melewatinya yang terasa tidak asing baginya. Ia membulatkan matanya seolah memperjelas sosok wanita yang perlahan berlalu darinya.
"Aroma.. Ini, bunga mawar putih?" Batin Dazai yang seketika kelima indranya langsung menajam ketika melihat sosok wanita tersebut yang kini berjalan menjauh darinya. Nyaris tak terlihat karena orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Hingga sosok wanita itu benar-benar tenggelam dalam lautan manusia. Terbawa arus dan menghilang entah ke mana.
Sementara Dazai yang sempat berhenti dan berdiri di tempat pun masih merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat. Merasa familiar dengan sosok wanita barusan. Namun ia segera menepis pikiran bodoh yang melekat di otaknya.
"Mungkin hanya halusinasiku saja.." gumam Dazai yang kemudian lanjut berjalan.
Langit berubah warna, pertanda hari akan segera berganti menjadi malam. Perlahan bulan semakin terlihat, bersamaan dengan para bintang yang mulai memunculkan dirinya.
Di kediaman Dazai yang sederhana namun tenang dengan sejuta kebahagian yang sekarang mungkin menjadi seribu kebahagiaan, seperti biasa Dazai menemani putranya, Daiki di kamarnya. Bermain dengannya sebentar sebelum akhirnya pria kecilnya itu terbaring di kasur karena lelah setelah bermain dengan sang ayah.
"Baiklah, waktunya tidur pria kecil," ucap Dazai seraya naik ke kasur dan berbaring di sebelah Daiki yang kini dalam pelukannya. Ia pun mulai mengelus punggung Daiki layaknya seorang bayi yang perlu dielus terlebih dahulu agar tertidur.
Daiki mengembangkan pipinya ketika mendapati perlakuan sang ayah yang membuat malu dirinya. Ia pun menyingkirkan tangan Dazai dari punggungnya meski harus berusaha mengangkatnya karena Dazai yang memberatkan dirinya.
Dazai tertawa kecil melihat wajah anaknya yang sedang berusaha untuk menyingkirkan tangannya itu. Setelah puas menganggu Daiki, ia pun berhenti dan mengacak surai nya. Dazai berkata, "Sekarang, tidurlah oke? Besok kau masih harus sekolah." Ia memeluk Daiki dengan erat kemudian.
"Aku belum mau tidur, Papa," ucap Daiki dengan pipi menggembungnya khas anak kecil yang sedang marah namun terlihat imut di mata orang dewasa.
"Kalau begitu, biarkan papamu ini mendengar tentang harimu. Jadi, bagaimana dengan harimu, Daiki-kun?" Tanya Dazai membiarkan anaknya bercerita tentang hari nya seraya menopang kepala dengan tangannya setelah menyamping kan badannya ke arah Daiki tentunya.
Daiki mulai bercerita panjang lebar dengan senang dan riang bahkan sampai mengekspresikannya dengan gerakan tangan dan tubuh mungilnya bergerak sana sini seolah menunjukkan bahwa betapa senangnya hari ini.
Mulai dari menganggu Kunikida yang sedang sibuk mengerjakan ini itu dan mengomel. Mengemil camilan bersama dengan Ranpo. Bermain dengan para wanita yaitu Naomi dan Keiko. Hingga bermain petak umpet dengan Tanizaki Junichirou meski dirinya kalah dari Tanizaki karena ability Tanizaki yang benar-benar membuatnya kagum. Hingga bermain dengan Atsushi di taman belakang yang sampai membuat Atsushi kewalahan bermain dengannya.
"Dan kau sampai mendapatkan luka ini, benar 'kan?" Ucap Dazai seraya menunjuk lutut Daiki yang tertutup hansaplast juga sedikit perban.
Daiki hanya tertawa polos. "Iya! Tidak sakit sih. Tapi, kenapa Atsushi nii-san sampai khawatir dan panik?" Tanyanya yang mengundang kekehan Dazai.
"Kau punya selera bunuh diri yang bagus juga ya, Daiki-kun~" Ucap Dazai yang membuat Daiki penasaran.
Karena pada dasarnya Daiki masih tidak tahu menahu soal ayahnya yang sangat gemar bunuh diri.
Toh itu juga karena Dazai yang tak ingin anaknya tahu dan jadi maniak bunuh diri sama sepertinya. Cukup menjadi seorang Daiki dengan sejuta sifat unik.
Dan alasan itu sendiri merupakan ucapan dari Ariseeina juga. Tapi, bukan saatnya untuk mengingat Ariseeina.
Terlebih lagi ia melihat sosok yang ia duga adalah Ariseeina.
Dazai masih tidak percaya. Bahkan tidak ingin percaya jika sosok itu adalah Ariseeina.
Tapi, kenapa?
Bukankah ia berharap Ariseeina kembali ke dunia agar ia dapat mengakui betapa menyesalnya dirinya?
Bukankah ia berharap Ariseeina kembali ke dunia agar ia bisa meminta maaf dan memperbaiki semua kesalahannya?
Bukankah ia berharap Ariseeina kembali ke dunia karena ia sendiri merindukan istrinya?
Meski harapannya yang egois itu ingin terpenuhi, Dazai masih tidak ingin percaya bahwa Ariseeina hidup kembali.
To Be Continued
Story By Lady Iruma
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro